Pengantar Manajemen
BAB
1. SEJARAH PERKEMBANGAN MANAJEMEN
- Sejarah
Sejarah
perkembangan manajemen tidak jauh berbeda dengan perkembangan manusia
itu sendiri. Artinya, bahwa manajemen telah berlangsung sejak manusia
itu berada di bumi ini, seiring dengan perkembangan dan tuntutan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada zaman purba atau
Kaman batu, manusia juga menggunakan keterampilan dan keahliannya
untuk membuat alat-alat dari batu guna merealisasikan tujuan
hidupnya. Manajemen kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan
keahlian serta pengetahuan dan keterampil~n yang diperoleh oleh
manusia itu. Pengetahuan serta teknologi (IPTEK) terns tumbuh dan
berkembang. Pertumbuhan itu sekaligus juga mengembangkan keterampilan
manajemen umat manusia. Mempelajari sejarah manajemen sangat penting
bagi kita untuk dapat memperoleh gambaran tentang bagaimana manajemen
itu telah berlangsung pada masa lalu, bagaimana kemudian manajemen
tersebut berkembang, prinsip-prinsip apa yang dikembangkan pada masa
lalu dan bagaimana manajemen tersebut berlangsung dewasa ini.
Akhirnya kita harus pula mempelajari dan mengantisipasi perkembangan
di masa mendatang yang tentu saja juga akan menentukan arah
pertumbuhan manajemen itu sendiri. Dengan mengetahui arah
perkembangan manajemen tersebut maka kita juga akan dapat
mempersiapkan diri kita untuk membekali diri kita masing-masing
dengan keterampilan-keterampilan manajerial yang diperlukan di masa
mendatang. Untuk memperjelas gambaran yang diuraikan tadi, gambar 1
berikut ini menunjukkan sejarah perkembangan manajemen dari zaman
dahulu sampai dengan perkembangan sekarang ini.
B.
EVOLUSI TEORI MANAJEMEN Teori Manajemen Ilmiah Gerakan manajemen
ilmiah sebenarnya telah dimulai sekitar akhir abad yang lalu, di mana
para insinyur Amerika Serikat dan Eropa mencari dan mengembangkan
cara-cara baru Pengantar Manajemen untuk mengelola suatu perusahaan.
Beberapa variabel yang diperhatikan dalam manajemen ilmiah adalah
sebagai berikut:
a.
Pentingnya peranan manajer dalam menggerakkan dan meningkatkan
produktivitas perusahaan.
b.
Pengangkatan dan pemanfaatan tenaga kerja dengan
persyaratan-persyaratannya.
c.
Tanggung jawab kesejahteraan pegawai/karyawan.
d.
Kondisi yang cukup untuk meningkatkan produktivitas kerja. Peran
manajer (pimpinan) dalam menentukan pilihan kebijaksanaan perusahaan
adalah sangat penting. Selain itu, manajer harus dianggap sebagai
reformis dalam memperbarui persyaratan-persyaratan kerja, kondisi
kerja, hari standar kerja, tanggung jawab terhadap kesejahteraan
karyawan dan lain-lain. dari perbaikan/pembaharuan dalam manajemen,
aspek-aspek manajemen ilmiah mempunyai tujuan agar tingkat
produktivitas perusahaan, efisien dan efektivitas perusahaan dapat di
tingkatkan. Selain itu dalam manajemen ilmiah juga memperhatikan
prinsipprinsip pembagian kerja di antara para pegawai pada suatu
perusahaan. Dengan pembagian kerja (suatu pekerjaan dapat dipecah
-pecah menjadi bagian-bagian disiplin kerja yang terspesialisasi)
selain akan mengkonsentrasikan tenaga kerja pada pekerjaannya
masing-masing juga akan memudahkan usaha meningkatkan keterampilannya
masing-masing tenaga kerja yang terspesialisasi itu sehingga waktu
dan biaya pendidikan vang mahal dapat diminimalisir dan proses
pengulangan kembali secara terus menerus akan dapat meningkatkan
keterampilan kerja tenaga vang bersangkutan dan dapat menambah
efisiensi kerjanya. Dalam hal perbaikan kesejahteraan karyawan,
antara lain diperhatikan pada metode pemikiran upah (gaji) pada
karyawan.Metode apa yang digunakan dalam pemberian upah harus
dikaitkan dengan produktivitas kerja. Pendekatan ini disebut sebagai
metode pemberian insentive. Untuk lebih jelasnya marilah kita ikuti
beberapa teori ilmiah menurut perintis dan pencetusnya secara
kronolois berikut: a. Robert Owen (1771-1858) Ia adalah seorang
manajer beberapa pabrik pemintal kapas di New Lanark Scotlandia
semenjak tahun 1800-an. Dalam teorinya la menekankan tentang peranan
sumber daya manusia sebagai kunci keberhasilan perusahaan. Khususnya
peranan jabatan manajer (kader) yang harus berfungsi sebagai reformis
(pembaru) dalam manajemen sumber daya manusia ini.
Robert
Owen merintis manajemen ilmiah, karena beliau digerakkan oleh
kenyataan kondisi dan persyaratan kerja yang tidak memadai; di mana
kondisi kerja sebelumnya dan kehidupan pada pekerja pada saat itu
sangat buruk. Memperkerjakan anak-anak di bawah usia 5 tahun pada
saat itu sudah umum berlaku. Standar waktu hari kerja sehari selama
13 jam sudah biasa terjadi. Oleh karena itu, Robert Owen memunculkan
gagasan yang mengintrodusir tentang perbaikan kondisi dan persyaratan
kerja seperti pengurangan standar hari kerja menjadi 10,5 jam.
Pembatasan usia tenaga kerja yang dipekerjakan menolak pekerja yang
usianya kurang dari 10 tahun dan mengadakan toko-toko perusahaan guna
memberikan pelayanan kepada para karyawan akan kebutuhan seharihari
dengan memberikan harga yang lebih murah. Selain itu, ia menentukan
prosedur-prosedur kerja yang dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Dengan perbaikanperbaikan kondisi kerja, pelayanan kesejahteraan bagi
karyawannya, maupun prosedur kerja yang dibuat, ia berharap agar
produktivitas tenaga kerja dapat lebih ditingkatkan lagi.
b.
Charles Babbage (1792-1971) Ia adalah seorang profesor matematika
yang telah banyak mencurahkan perhatiannya bagi cara-cara kerja di
pabrik supaya lebih efisien. Ia percaya bahwa penerapan
prinsip-prinsip ilmiah dalam proses kerja akan dapat meningkatkan
produktivitas kerja dan dapat menekan biaya-biaya. Babbage
menganjurkan untuk mengadakan pembagian tenaga kerja dalam kaitannya
dengan pembagian pekerjaan. Setiap pekerjaan dalam pabrik dapat
dibagi-bagi menjadi bermacam-macam keterampilan. Akibatnya, setiap
pekerja (karyawan) dapat dididik dalam suatu keterampilan khusus.
Setiap pekerja hanya dituntut tanggung jawab khusus (sebagian atau
tertentu) sesuai dengan spesialisasinya dari semua bagian keseluruhan
pabrik (perusahaan). Dengan demikian, waktu dan biaya yang mahal
dalam pelatihan (pendidikan) dapat ditekan dan proses pengulangan
pekerjaan secara terus menerus dapat mengakibatkan peningkatan
keterampilan pekerja yang bersangkutan dan efisiensi dapat dicapai.
c. Frederick W. Taylor Mula-mula yang menjadi titik tolak penerapan
manajemen secara ilmiah berasal dari hasil penelitian F.W Taylor
tentang studi waktu kerja (time and motion studies) pada bagian
produksi di mana dia bekerja, di perusahaan Midvales Stell. Dengan
penelitian waktu sebagai dasarnya ia dapat memecahkan setiap
pekerjaan ke dalam komponenkomponennya dan merancang cara
pengerjaannya yang tercepat dan terbaik untuk setiap pekerjaan. Ini
juga berarti bahwa ketentuannya adalah menentukan seberapa pekerja
dapat menyelesaikan dengan bahan dan peralatan yang tersedia di
perusahaan.
Taylor
menekankan bahwa antara waktu penyelesaian pekerjaan dapat
dikorelasikan dengan upah yang diterimakan; vaitu semakin cepat atau
tinggi prestasi kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, akan semakin
tinggi upah yang diterimanya. Metode pendekatan ini disebut sebagai
“sistem upah defferensiasi” (defferensial rate system).
peningkatan produktivitas kualitas, semangat kerja, dan upah yang
diterimakan dapat dilakukan dengan melaksanakan pendidikan
keterampilan, mengadakan “time and motion study”, mengutamakan
tukar-menukar (transfer) antara pejabat/karyawan tertentu dengan
karyawan yang lain, memberikan waktu istirahat dalam bekerja, dan
memberikan sistem pengupahan deferensial dan perbaikan-perbaikan
lainnya. Tabel 1. Empat Prinsip Manajemen menurut Taylor 1.
Kembangkanlah sebuah ilmu bagi setiap unsur pekerjaan seseorang, yang
akan menggantikan metode kaidah ibu jan yang lama. 2. Secara ilmiah
pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah atau kembangkanlah pekerja
tersebut. (sebelumnya, para pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka
dan melatih diri mereka sendiri semampu mereka) 3. Bekerjasamalah
secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untuk menjamin bahwa semua
pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang
dikembangkan tadi. 4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara
hampir merata antara pimpinan dengan para pekerja. Manajemen
mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya ketimbang
bagi para pekerja. 7 PRIYONO Pengantar Manajemen d. Henry L. Gantt
(1861-1919) Henry L Gantt yang dalam pengalamannya pernah bekerja
bersama-sama dengan Taylor mengemukakan teorinya, juga bertitik tolak
pada usaha meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efktivitas kerja
dengan rangsangan upah atau insentif. Gagasan Henry L Gantt mempunyai
kesamaan dengan gagasan Taylor, antara lain a) kerja sama yang saling
menguntungkan antar manajer dan karyawan, b) mengenai metode seleksi
yang ilmiah untuk menentukan tenaga kerja yang benarbenar tepat, c)
sistem bonus dan penggunaan intruksi dalam pengaturan kerja. Tetapi
dalam penentuan bonus tidak seperti yang dikemukakan oleh Taylor
dengan sistem upah differensial. Henry L. Gantt justru menolak sistem
upah differensial. Hal ini menurutnya justru akan berdampak terlampau
kecil motivasi kerja bagi tenaga kerja. Oleh karena itu, dia
mengemukakan gagasan bahwa bagi tiap-tiap pekerja yang dapat
menvelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya untuk suatu hari, maka
ia berhak menerima bonus sebesar 50 sen dollar untuk hari itu. Sistem
bonus yang diterapkan Gantt ini juga berlaku bagi para mandor
manakala yang menjadi tanggung jawabnya (anak buah) itu dapat
menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Selain itu, Henry mengembangkan gagasan Owen dalam metode
penilaian atas pekerjaan karyawan, yakni dengan mengadakan metode
pencatatan atas hasil pekerjaan karyawan di dalam kartu pribadi. Jika
pekerjaan karvawan memenuhi standar, maka dia beri warna. hitam, jika
tidak memenuhi standar maka kode warnanya merah. Lebih lanjut dia
mengemukakan gagasannya dalam membuat sistem baru tentang
penggambaran jadwal produksi sebagai alat untuk instruksi dan
penagwasan bagi manajer perusahaan. 8 Pengantar Manajemen PRIYONO e.
Frank B(1968-1424) dan Lillian M Gilbreth (18781972) Kedua pelopor
manajemen ilmiah ini mendasarkan gagasannya pada hasil penelitian
tentang hubungan gerakan dan kelelahan dalam pekerjaan. Menurut Frank
B Gilbreth, bahwa antara gerakan dan kelelahan saling berkaitan,
setiap gerakan yang dihilangkan juga menimbulkan kelelahan.
Sementara, itu menurut M. Gilbreth dalam pengaturan untuk mencapai
gerakan yang efektif dapat mengurangi kelelahan, maka akan mepunyai
pengaruh terhadap upaya untuk mengoptimalkan kemarnpuan pekerja
sebagai manusia. Jadi menurut kedua tokoh ini bahwa penelitian
gerakan akan meningkatkan semangat kerja bagi pekerja; hal ini
dikarenakan adanya keuntungan-keuntungan fisik terhadap pekerja itu
sendiri yang harus dapat memanfaatkan kemampuan secara optimal.
Gagasan program pengembangan karvawan lebih ditekankan pada karyawan
itu sendiri untuk mengembangkan dirinva melalui persiapan untuk dapat
menerima jabatan yang lebih tinggi, penyelesaian pekerjaan tepat pada
waktunya dan mampu memberi pelatihan terhadap
.pengganti-penggantinya. Jadi setiap pekerja harus bisa berfungsi
sebagai pelaku, pelajar dan guru dan berharap akan kesempatan baru.
f. Herrington Emerson (1853-1931) Herrington Emerson melihat bahwa
penyakit yang menggangu sistem manajemen di dalam industri ialah
adanya masalah pemborosan dan in-efisiensi. Oleh karena itu dia
mencetuskan ide-ide yang terformulasikan dalam 12 prinsip sebagai
berikut: a. Perumusan tujuan dengan jelas b. Kegiatan yang
dilaksanakan masuk akal c. Tersedianya staf yang cakap d.
Terciptanya disiplin kerja e. Pemberian balas jasa yang adil f.
Laporan terpecaya, cepat, tepat, dan kontinyu g. Pemberian instruksi
- perencanaan dari urutan-urutan kerja h. Adanya standar-standar dan
skedul, metode dan waktu setiap kegiatan i. Kondisi yang standar j.
Operasi yang standar k. Intruksi-intruksi praktis tertulis standar.
l. Balas jasa efisien - rencana insentif.
SUMBANGAN DAN
KETERBATASAN MANAJEMEN ILMIAH Sumbangan manajemen ilmiah telah di
akui dan dapat memberikan kontribusi yang cukup baik bagi peningkatan
produktivitas dan efisiensi kerja. Peningkatan produktivitas telah
sangat di dukung dengan sistem pembagian kerja sesuai bagian-bagian
dari suatu proses pekerjaan, adanya spesialisasi-spesialisasi
tertentu Sementara teknik-teknik efisiensi manajemen ilmiah seperti
yang ditunjukkan dalam studi gerak dan waktu telah membuktikan bahwa
kegiatan yang dilaksanakan dapat lebih efisien. Demikian juga sistem
seleksi dan pengembangan ilmiah para nekerja justru menimbulkan
kesadaran tentang pentingnya latihan:atihan untuk meningkatkan
efektivitas serta efisiensi kerja. Sumangan lain dari manajemen
ilmiah ialah adanya desain kerja yang :elah mendorong para manajer
dapat menetapkan suatu cara terbaik dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Namun demikian, meski cukup besar sumbangan yang diberikan
oleh manajemen ilmiah bagi kemajuan manajemen. Tapi pada umumnya
manajemen ilmiah memiliki keterbatasan-keterbatasan, terutama dalam
aplikasinya. 10 Pengantar Manajemen PRIYONO Ajaran manajemen ilmiah
mengenai upaya peningkatan produktivitas justru dalam aplikasinya
menimbulkan beberapa pengaruh yang tidak menguntungkan bagi
kepentingan sistem manajemen itu sendiri. Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa konsep produktivitas dengan dukungan penerimaan
teknologi justru banyak mengurangkan (menciutkan) skala penggunaan
tenaga kerja. Kelemahan lain adalah tenaga kerja sebagai salah satu
faktor produksi tidak atau kurang mendapatkan perhatian atas
kebutuhan sosialnya, personalitynya, yang justru hal ini sangat
dibutuhkan. Arti kepuasan tenaga kerja kurang diperhatikan secara
utuh. Upah yang tinggi saja tanpa memperhatikan kondisi kerja yang
cukup memuaskan dengan makin berjalannya waktu, tujuan produktivitas
dalam manajemen ilmiah tidaklah mendapatkan tempat sebagaimana
mestinya.
C.
TEORI MANAJEMEN KLASIK 1. Henry Fayol (1841-1925) Henry Fayol adalah
seorang industriawan Perancis yang kemudian terkenal sebagai bapak
manajemen operasional mengembangkan manajemen sebagaimana yang
dikemukakannya dalam bskunya yang terkenal yang berjudul
Administration Industrielle et generale. Fayol berpendapat bahwa
dalam perusahaan industri kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
manajemen dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok tugas, yaitu: -
Technical. Merupakan kegiatan memproduksi dan membuat produk.
Kegiatannya meliputi merencanakan dan mengorganisir produk. -
Commercial. Meliputi kegiatan membeli bahan-bahan yang dibutuhkan dan
menjual barang (hasil produksi). - Finacial. Kegiatan pembelanjaan,
yakni meliputi kegiatan mencari modal dan bagaimana menggunakan
modal tersebut. - Security. Yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
menjaga keamanan (keselamatan kerja dan harta benda yang dimilki
perusahaan). - Akuntansi. Meliputi kegiatan yang terdiri dari
mencatat, menghitung, mengkalkulasi biaya yang dilaksanakan,
menghitung dan menentukan keuntungan yang diperoleh, mengetahui
hutang-hutang yang menjadi kewajiban perusahaan menyajikan neraca,
laporan rugi laba, dan mengumpulkan datadata dalam bentuk statistik.
- Tugas manajerial.
Melaksanakan
fungsi-fungsi yang ada dalam manajemen 2. James D. Mooney Menurut
James D. Mooney, kaidah-kaidah yang diperlukan untuk menetapkan
organisasi manajemen adalah sebagai berikut: - Koordinasi, merupakan
kaidah yang menghendaki adanya wewenang, saling melayani, perumusan
tujuan dan kedisiplinan yang tinggi. - Prinsip skalar, yaitu suatu
prinsip yang mendefinisikan tentang hubungan kepemimpinan,
pendelegasian dan antar fungsi-fungsi tertentu yang dibutuhkan. -
Prinsip fungsional, merupakan suatu prinsip yang mendefinisikan
berbagai macam tugas yang harus diselesaikan serta dalam usaha
mencapai tujuan bersama. - Prinsip staf, merupakan prinsip yang
membedakannya sebagai manajer staf dan lini lainnya. 3. Mary Parker
Follet (1868-1933) Tokoh lain vang memberikan sumbangan terhadap
pandangan prinsip-prinsip administrasi adalah Mary Parker 12
Pengantar Manajemen PRIYONO Follet, yang nada saat kematiannya pada
tahun 1933 dianggap sebagai salah satu dari wanita terpenting yang
dihasilkan oleh Amerika Serikat di bidang sosiologi dan
kewarganegaraan. Dalam tulisannva tentang perusahaan dan
organisasi-organisasi yang lain, Folletymengulas pemahaman tentang
kelompok dan tentang komitmen yang tinggi terhadap kerja sama antar
manusia. Menurutnya, kelompok merupakan suatu mekanisme di mana
individu yang beraneka ragam dapat menggabungkan bakat-bakat yang
dimiliki untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Organisasi
dianggapnya sebagai sesuatu komunitas tempat manajer dan karyawan
bekerja secara harmonis, tanpa salah satu pihak menguasai pihak yang
lain, serta mampu menyelesaikan segala perbedaan dan pertentangan
yang ada melalui diskusi. Dia juga menganggap bahwa tugas manajer
adalah membantu karyawan dalam organisasi untuk saling bekerja
bersama mencapai kepentingan-kepentingan yang terintegrasi. Arti
penting yang lebih jauh dari pandangan Follet terlihat dalam Dynamic
Administration: The Collected Papers of Mary Parker Follet. Follet
berpendapat bahwa dengan membuat karyawan merasa memiliki perusahaan
akan tercipta rasa tanggung jawab kolektif. Dewasa ini, kita
memunculkan isu serupa dengan istilah employee ownership, profit
sharing, dan gain-sharing plans. Follet juga berpendapat bahwa
permasalahan dalam bisnis melibatkan berbagai macam faktor yang harus
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan hubungan antar masing-masing
faktor. Sekarang ini, kita sering berbicara tentang sistem pada saat
menggambarkan fenomena yang serupa. Follet yakin bahwa perusahaan
seharusnya memberikan pelayanan dan keuntungan yang diperoleh
perusahaan harus dikaitkan dengan kesejahteraan umum. Saat ini, kita
sering membicarakan hal semacam itu dengan istilah etika manajerial
dan tanggung jawab sosial perusahaan.
4.
Chaster I. Barnard (1886-1961) Chaster memandang organisasi sebagai
sistem kegiatan yang diarahkan pada tujuan. Fungsi-fungsi utama
manajemen, menurut pandangan Bernard adalah perumusan tujuan dan
pengadaan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Barnard menekankan pentingnya peralatan komunikasi untuk
pencapaian tujuan kelompok. Dia juga mengemukakan teori penerimaan
pada wewenang. Menurut teorinya, bawahan akan menerima perintah hanya
bila mereka memahami dan mampu serta berkeinginan untuk menuruti
atasan. Barnard adalah pelopor dalam penggunan pendekatan sistem
untuk pengelolaan organisasi.
D.
PENDEKATAN HUBUNGAN MANUSIAWI Perkembangan berikutnya dalam manajemen
dimulai sejak 1930 dan menjadi populer pada tahun 1950-an, yaitu
manajemen yang banyak memberikan perhatian terhadap hubungan
kemanusiaan kepada para karyawan. Pandangan ini muncul sebagai akibat
dari kelemahan-kelemahan pada manajemen yang berorientasi tugas
(klasik) yang kemudian menimbulkan banyak kritik terhadapnya. Dengan
gaya ortodoks dan otokratis itu, maka pekerjaan menjadi monoton dan
membosankan sehingga menimbulkan stres serta produktivitas menjadi
mandeg atau bahkan menurun. Beberapa cabang utama dalam pendekatan
hubungan manusia ini dapat dilihat dalam gambar 2 Dalam cabang-cabang
tersebut termasuk studi Hawthorne yang terkenal dan teori kebutuhan
manusia dari Maslow, serta beberapa teori yang dibangun oleh Douglas
McGregor, Chris Argyris, dan lainnya. Pendekatan sumber daya manusia
menyatakan bahwa manusia pada dasarnya bersifat sosial dan ingin
mengaktualisasikan dirinya. Menurut pendekatan ini, di tempat kerja
orang berusaha untuk memuaskan kebutuhan sosialnya, memberikan reaksi
atas tekanan dari kelompok serta berusaha memenuhi kebutuhan pribadi.
Gambar 2.
Pendekatan
Hubungan Manusiawi STUDI HAWTHORNE Studi ini dilakukan oleh sebuah
kelompok yang dipimpin oleh Elton Mayo. Mereka meneliti lebih lanjut
tentang efek kelelahan karyawan terhadap output yang dihasilkan.
Supaya terbebas dari gangguan efek psikologis seperti yang pernah
terjadi saat penelitian tentang penerangan sebelumnya. Tes dilakukan
terhadap enam karyawan yang bekerja pada Relay assmably, mereka
dipisahkan untuk diteliti secara intensif dalam suatu ruangan tes.
Waktu istirahat, waktu kerja harian, waktu kerja mingguan mereka
dibuat variasi, kemudian hasil kerja mereka diukur secara teratur.
Dalam penelitian ini para peneliti tidak berhasil menemukan hubungan
langsung antara perubahan kondisi kerja secara fisik dengan output.
Produktivitas tetap meningkat terlepas apakah perubahan tersebut
dilakukan atau tidak. Mayo dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa
kondisi sosial baru yang diciptakan bagi pekerja di ruang tes
mempunvai peranan besar dalam peningkatkan produktivitas.
Terdapat
dua faktor yang dianggap mempunyai arti penting. Pertama, adalah
suasana kelompok, di mana para pekerja saling menciptakan hubungan
sosial yang mendukung serta bersama-sama ingin melakukan pekerjaan
dengan baik. Ke dua, adalah pengawasan vang lebih partisipasif. Para
pekerja di ruang tes tersebut merasa di anggap penting, diberi banyak
informasi serta sering diminta pendapat. Hal semacam itu tidak
diberlakukan bagi pekerja lain di dalam pabrik tersebut. Salah satu
hasil nyata dari penelitian ini adalah beralihnya perhatian manajer
dan peneliti bidang manajemen dari hal-hal yang berkaitan dengan
teknis dan struktural seperti dalam pendekatan klasik menjadi lebih
ke hal-hal vang berkaitan dengan sosial dan kemanusiaan sebagai kunci
bagi produktivitas.
Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa perasaan, sikap dan hubungan
antar sesama karyawan menjadi penting dalam manajemen, dan penelitian
tersebut mengakui pentingnya kelompok kerja. Penelitian tersebut juga
mengidentifikasi apa yang diistilahkan sebagai Hawthorne Effect,
yaitu kecenderungan seorang yang aipilih untuk tujuan penelitian
tertentu, untuk berbuat seperti apa yang diinginkan dalam penelitian
tersebut, karena situasi mengnendaki hal itu. Pembahasan yang
menyangkut pendekatan teori X dan Y ;:ari Douglas McGregor dan teori
kebutuhan manusia dari Abraham Maslow akan dijelaskan pada bagian
berikutnya. Hal ini meng:ngat pembahasan yang menyangkut kedua
pendekatan tersebut sangat luas dan perlu dilakukan pengkajian secara
mendalam. Penekanan kebutuhan-kebutuhan sosial dalam aliran hubungan
manusiawi melengkapi pendekatan klasik, sebagai usaha untuk
meningkatkan produktivitas. Aliran hubungan manusia mengutarakan
bahwa perhatian terhadap para karyawan akan memberikan keuntungan.
Mayo menekankan pentingnya gaya manajer dan oleh karenanva organisasi
perlu mengubah latihan manajemennya. Di samping itu, manajer
diingatkan pentingnya perhatian terhadap proses kelompok untuk
melengkapi perhatian terhadap masing-masing karyawan secara
individual. Teori nubungan manusia ini mengilhami para ilmuwan
perilaku manusia seperti Argyris, Maslow, dan McGregor untuk mengkaji
lebih mendalam tentang motivasi. Konsep makhluk sosial tidak
menggambarkan secara lengkap individu-individu dalam tempatnya
bekerja. Hal ini merupakan salah satu keterbatasan dari teori
hubungan manusia. Di samping itu perbaikan-perbaikan kondisi kerja
dan kepuasan karyawan tidak menghasilkan peningkatan produktivitas
yang relevan seperti yang diharapkan. Juga, lingkungan sosial di
tempat kerja hanya salah satu dari beberapa faktor yang saling
berinteraksi yang mempengaruhi produktivitas. Tingkat upah, seberapa
jauh pekerjaan itu menarik, struktur organisasi dan hubungan
perburuhan juga memainkan peranan. Jadi, produktivitas dan kepuasan
kerja menjadi semakin kompleks dari yang dipikirkan semula. Suatu
anggapan yang digunakan dalam pendekatan ini adalah bahwa manusia
memiliki kebutuhan yang beraneka ragam dan mengalami perubahan yang
begitu cepat.
Oleh
karena itu pendekatan manajemen modern menilai bahwa tidak ada satu
cara atau pendekatan yang dapat digunakan pada seluruh situasi.
Walaupun demikian, pendekatan ini tetap mengakui gagasangagasan yang
dikemukakan dalam teori manajemen klasik dan sumber daya manusia.
Manajemen modern pada dasarnya dibangun atas dua konsep utama, yaitu
teori tentang perilaku organiasai (organizational behaviour) dan
manajemen kuantitatif (management science). 1. Teori Perilaku
Pandangan-pandangan umum dalam teori perilaku ini di tandai oleh tiga
tingkatan kelompok perilaku, yaitu 1) perilaku individu per individu;
2) perilaku antar kelompokkelompok sosial, dan 3) perilaku antar
kelompok sosial. Beberapa nama yang menganut teori ini antara lain:
a. Douglas McGregor melalui teori X dan Y nya b. Abraham Maslow yang
mengembangkan adanya hierarki kebutuhan dalam penjelasannya tentang
perilaku manusia dan dinamika proses motivasi. c. Frederich Herzberg
yang menguraikan teori motivasi hiegenis atau teori dua faktor. d.
Robert Blake dan Jane Mouton yang mejelaskan lima gaya kepemimpinan
dengan kondisi manajerial (managerial grid). e. Chris Argyris yang
memandang organisasi sebagai sistem social atau sistem antar hubungan
budaya. f. Edgar Schein yang bayak meneliti dinamika kelompok dalam
organisasi dan sebagainya. g. Rensis Likert yang telah
mengidentifikasikan dan melakukan penelitiannya secara intensif
mengenai empat sistem manajemen. h. Fred Fiedler yang menyarankan
pendekatan contingency pada studi kepemimpinan.
Adapun
pokok-pokok pikiran yang dikemukakan oleh para penganut teori
perilaku tersebut dapat di rangkum sebagai berikut: 1) Organisasi
sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual untuk
pengawasan harus sesuai dengan situasi. 2)
Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap
tujuan organisasi sangat dibutuhkan. 3) Manajemen harus sistematik,
dan pendekatan yang digunakan harus dengan pertimbangan secara
hati-hati. 4) Manajemen teknik dapat dipandang sebagai suatu proses
teknik secara ketat (peranan prosedur dan prinsip). Selain empat
pokok pikiran di atas, berdasarkan hasil riset perilaku dapat
dikemukakan sebagai berikut: (1) Manajer masa kini harus diberikan
latihan dalam pemahaman prinsip-prinsip dan konsep-konsep manajemen.
(2) Organisasi harus menjalankan iklim vang mendatangkan kesempatan
bagi karyawan untuk memuaskan seluruh kebutuhan mereka. (3) Unsur
manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kegagalan pencapaian
tujuan organisasi. (4) Komitmen dapat dikembangkan melalui
partisipasi dan keterlibatan para karyawan. (5) Pola-pola pengawasan
dan manajemen positif yang menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi
mereka terhadap pekerjaan. (6) Pekerjaan setiap karyawan harus
disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka mencapai
kepuasan diri dari pekerjaan tersebut. 2. Teori Kuantitatif
(management scince) Teori kuantitatif memfokuskan perhitungan
manajemen didasarkan atas perhitungan-perhitungan yang dapat
dipertanggung jawabkan keilmiahannya. Dalam setiap pemecahan masalah
harus terlebih dahulu diketahu masalahnya dengan melakukan
kegiatankegiatan riset ilmiah, riset operasional, teknik-teknik
ilmiah seperti kegiatan penganggaran modal, manajemen aliran kas,
pengembangan strategi produk, perencanaan program, pengembangan
sumber daya manusia dan sebagainya. Pendekatan-pendekatan semacam ini
dikenal sebagai pendekatan manajemen scince atau ilmu manajemen yang
biasanya dengan prosedur dan langkahlangkah sebagai berikut: (1)
Merumuskan masalah. (2) Menyusun model matematik. (3) Mendapatkan
penyelesaian dari model. (4) Menganalisis model dan hasil yang
diperoleh dari model. (5) Menetapkan pengawasan atas hasil-hasil. (6)
Mengadakan implementasi kegiatan. Pemecahan masalah manajemen dan
pengambilan keputusan manajemen yang didasarkan atas pendekatan
kuantitatif ini harus memberikan dasar kepada manajer menyangkut
dasardasar pendekatan yang rasional.
E.
PENDEKATAN SISTEM MANAJEMEN Sistem dapat diartikan sebagai kumpulan
dari bagianbagian yang saling berhubungan antar satu dengan yang
lainnya yang secara bersama-sama mencapai tujuan tertentu. Sedangkan
subsistem itu sendiri adalah bagian kecil dari suatu sistem yang
lebih besar. Gambar 3 menunjukkan suatu organisasi sebagai suatu
sistem yang salin terkait. Manajemen dapat dipandang sebagai suatu
sistem terbuka yang berinteraksi dengan lingkungannya dalam proses
mengubah input atau masukan sumber daya menjadi output atau keluaran
produk (barang dan jasa). Lingkungan input merupakan aspek yang
terpenting dalam suatu sistem terbuka. Lingkungan tersebut merupakan
tempat asal sumber daya sekaligus umpan balik dari pelanggan, yang
berdampak terhadap output organisasi. Umpan balik dalam lingkungan
memberikan masukan bagi organisasi tentang seberapa baik organisasi
memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas. Tanpa adanya keinginan
konsumen untuk menggunanakan produk-produk organisasi, sangat sulit
bagi organisasi untuk beroperasi atau bertahan di bidang usahanya
dalam jangka panjang.
F.
PENDEKATAN KONTINGENSI Sementara pendekatan klasik, perilaku, dan
kuantitatif berusaha mencari pendekatan-pendekatan manajemen yang
universal, dan dapat digunakan kapan dan di mana pun, pendekatan
kontingensi justru berusaha untuk menvusuaikan antara tanggapan
manajerial dengan peluang dan permasalahan yang ada dalam berbagai
macam situasi. Dalam pendekatan ini yang dicari bukanlah cara-cara
terbaik untuk mengatasi situasi tersebut, melainkan berusaha membantu
manajer untuk dapat memahami perbedaanperbedaan situasional tersebut
dan menanggapinya dengan caracara yang tepat. Implementasi dari
pendekatan kontingensi telah banyak dipergunakan pada berbagai bidang
dan fungsi dalam organisasi seperti pemasaran, motivasi,
kepemimpinan, strategi, dan penetapan keputusan-keputusan penting.
Oleh karena itu, pendekatan kontingensi lebih banyak memasukan unsur
lingkungan dalam melihat berbagai permasalahan. Perubahan lingkungan
yang begitu cepat menjadikan manajer sulit untuk menetapkan suatu
keputusan yang tepat. Pendekatan kontingensi mencoba memformulasikan
kondisi tersebut sehingga manajer dapat mencarikan jalan keluar dari
permasalahan vang ada.
BAB
II KERANGKA KERJA MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Dalam
bab II materi yang disajikan adalah sebagai berikut:
A.
Sejarah Lahirnya MSDM.
B.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).
C.
Fungsi-fungsi MSDM.
D.
Tujuan MSDM.
E.
Kebijakan MSDM dan Kegiatan MSDM.
F.
Basis teori MSDM
A.
Sejarah Lahirnya MSDM Manajemen sumber daya manusia bukanlah
merupakan hal yang timbul secara mendadak. Sudah
sejak lama manusia hidup berorganisasi, seiring dengan itu manajemen
sumberdaya manusia sebenarnya juga dilakukan. Kehidupan organisasi
yang telah lama ada, seperti misalnya di bidang pemerintahan, ekonomi
dan kemasyarakatan dibutuhkan satuan kerja yang secara khusus akan
mengelola sumber daya manusia. Tonggak sejarah yang teramat penting
dalam menandai diperlukannya sumber daya manusia adalah timbulnya
Revolusi Industri di Inggris. Dampak
Revolusi Industri tidak hanya merubah cara produksi, tetapi juga
penanganan sumberdaya manusia yang berbeda dengan sebelumnya,
lahirnya berbagai perusahaan dengan penggunaan teknologi memungkinkan
diproduksinya barang secara besar-besarnya dengan memanfaatkan tenaga
manusia yang tidak sedikit. Penggunaan
tenaga secara besar-besaran ini akan menuntut pemilik perusahaan
mulai memikirkan gaji, penempatan, perlakuan terhadap karyawan
termasuk kesejahteraannya. Akhirnya saat itu dibentuk apa yang
disebut ”Sekretaris Kesejahteraan” (Hasibuan, 1997). Tugas utama
Sekretaris kesejahteraan tersebut adalah memikirkan cara perumusan
kebutuhan ekonomi para pekerja dan mencegah para pekerja jangan
sampai membentuk serikat pekerja. Dengan makin berkembangnya jumlah
organisasi berskala besar, para manajer puncak merasa bahwa mereka
tidak lagi mampu untuk menangani sendiri masalah kesejahteraan
pekerja, sehingga diperlukan “sekretaris kesejahteraan” untuk
membantunya. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa para “sekretaris
kesejahteraan” itulah sebenarnya yang menjadi pelopor keberadaan
tenaga spesialis yang menangani pengelolaan sumberdaya manusia.
Revolusi Industri yang lahir di Inggris telah “menjalar” ke
berbagai dunia pada permulaan abad ke dua puluh, terutama di daratan
Eropa dan Amerika Utara. Salah satu dampak Revolusi Industri tersebut
adalah makin banyak berdirinya perusahaan besar yang bergerak dalam
bidang perekonomian (industri, perdagangan, pertambangan).
Perkembangan ini ternyata berdampak pula pada kehidupan manajemen
umumnya dan manajemen sumberdaya manusia khususnya. Dua tokoh besar
yang menjadi bapak manajemen adalah Frederick W. Taylor dan Henry
Fayol. Tanpa mengetahui apa yang dikerjakan oleh yang lain, ternyata
kedua pelopor tersebut saling mengisi.
Taylor
melihat gerakan manajemen ilmiah sebagai usaha meningkatkan efisiensi
dan produktivitas, sedangkan Fayol lebih memfokuskan pada peningkatan
kemampuan memecahkan masalah majerial. Timbulnya
berbagai teori motivasi pada tahun 1940-an dengan Abraham H. Maslow
sebagai pelopornya merupakan bukti bahwa perlunya perhatian kepada
unsur manusia dalam suatu organisasi. Kebutuhan manusia memerlukan
pemenuhan secara hirarki, untuk menunjang prestasinya dalam berkarya.
Semuanya itu perlu mendapat perhatian di dalam pengelolaan sumberdaya
manusia
B.
Pengertian Manaiemen Sumher Daya Manusia (MSDM) Organisasi merniliki
berbagai macam sumber daya sebagai ‘input’ untuk diubah menjadi
‘output’ berupa produk barang atau jasa. Sumber daya tersebut
meliputi modal atau uang, teknologi untuk menunjang proses produksi,
metode atau strategi yang digurunakan untuk beroperasi, manusia dan
sebagainya. Di antara berbagai macam sumber daya tersebut, manusia
atau sumber daya manusia (SDM) merupakan elemen yang paling penting.
Untuk merencanakan, mengelola dan mengendalikan sumber daya manusia
dibutuhkan suatu alat manajerial yang disebut manajemen sumber daya
manusia (MSDM). MSDM dapat dipahami sebagai suatu proses dalam
organisasi serta dapat pula diartikan sebagai suatu kebijakan
(policy). Sebagai suatu proses, Cushway (1994:13) misalnya,
mendefinisikan MSDM sebagai ‘Part of the process that helps the
organization achieve its objectives’. Pernyataan ini dapat
diterjemahkan sebagai ‘bagian dari proses yang membantu organisasi
mencapai tujuannya’. Sementara itu, Schuler, Dowling, Smart dan
Huber (1992:16) mengartikan MSDM dalam rumusan seperti berikut ini:
26 Pengantar Manajemen PRIYONO Human Resource Management (HRM) is the
recognition of the importance of an organization’s workforce as
vital human resources contributing to the goals of the organization,
and the utilisation of several functions and activities to ensure
that they are used effectively and fairly for the benefit of the
individual, the organization, and society’. Dimana pernyataan
tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: Manajemen Sutnber Daya
Manusia/MSDM merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja
organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam
memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan penggunaan
beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa SDM tersebut
digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu,
organisasi dan masyarakat. Fokus fASDM terletak pada upaya mengelola
SDM di dalam dinamika interaksi antara organisasi-pekerja yang acap
memiliki kepentingan berbeda. Menurut Stoner (1995:4) MSDM meliputi
penggunaan SDM secara produktif dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja secara individual. Stoner
menambahkan bahwa karena berupaya mengintegrasikan kepentingan
orgarnisasi dan pekerjanya, maka MSDM lebih dari sekadar seperangkat
kegiatan yang berkaitan dengan koordinasi SDM organisasi. MSDM adalah
kontributor utama bagi keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, jika
MSDM tidak efektif dapat menjadi hambatan utama dalam memuaskan
pekerja dan keberhasilan organisasi. Sedangkan dalam pengertiannya
sebagai kebijakan, MSDM dimaksudkan sebagai suatu sarana untuk
memaksimalkan efektifitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam
konteks yang demikian ini, MSDM didefinisikan oleh Guest (1987)
dengan uraian seperti berikut ini: Human resource management (HRM)
comprises a set of policies designed to maximise organizational
integration, employee commitment, flexibility and quality of work.
Menurut Guest, kebijakan yang diambil organisasi dalam mengelola
SDM-nya diarahkan pada penyatuan elemen-elemen organisasional,
komitmen pekerja, kelenturan organisasi dalam beroperasi serta
pencapaian kualitas hasil kerja secara maksimal.
Dengan
merujuk pada pengertian tersebut, ukuran efektifitas kebijakan MSDM
yang dibuat dalam berbagai bentuknya dapat diukur pada seberapa jauh
organisasi mencapai kesatuan gerak seluruh unit organisasi, seberapa
besar komitmen pekerja terhadap pekerjaan dan organisasinya, sampai
sejauh mana organisasi toleran dengan perubahan sehingga mampu
membuat keputusan dengan cepat dan mengambil langkah dengan tepat,
serta seberapa tinggi tingkat kualitas `output’ yang di.hasilkan
organisasi.
C.
Fungsi-fungsi MSDM Terdapat beberapa macam fungsi utama MSDM. Di
dalam buku ini dikemukakan lima fungsi, yaitu: • Perencanaan untuk
kebutuhan SDM Fungsi perencanaan kebutuhan SDM setidaknya meliputi
dua kegiatan utama, yaitu: 1. Perencanaan dan peramalan permintaan
tenaga kerja organisasi baik dalam jangka pendek maupun panjang; 2.
Analisis jabatan dalam organisasi untuk menentukan tugas, tujuan,
keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan. 28 Kedua fungsi
tersebut sangat esensial dalam melaksanakan kegiatan MSDM secara
efektif. • Staffing sesuai dengan kebutuhan organisasi Setelah
kebutuhan SDM ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengisi formasi
yang tersedia. Dalam tahapan pengisian staf ini terdapat dua kegiatan
yang diperlukan, yaitu: 1. Penarikan (rekrutmen) calon atau pelamar
pekerjaan; 2. Pemilihan (seleksi) para calon atau pelamar yang
dinilai paling memenuhi syarat. Umumnya rekrutmen dan seleksi
diadakan dengan memusatkan perhatian pada ketersediaan calon tenaga
kerja baik yang ada di luar organisasi (eksternal) maupun dari dalam
organisasi (internal). Uraian selengkapnya dapat dilihat pada Bab 4
tentang Rekrutmen dan Seleksi. • Penilaian kinerja Kegiatan ini
dilakukan setelah calon atau pelamar dipekerjakan dalam kegiatan
organisasi. Organisasi menentukan bagaimana sebaiknya bekerja dan
kemudian memberi penghargaan atas kinerja yang dicapainya. Sebaliknya
organisasi juga harus menganalisis jika terjadi kinerja negatif
dimana pekerja tidak dapat mencapai standar kinerja yang ditetapkan.
Dalam penilaian kinerja ini dilakukan dua kegiatan utama, yaitu: 1.
Penilaian dan pengevaluasian perilaku pekerja; 2. Analisis dan
pemberian motivasi perilaku pekerja. Kegiatan penilaian kinerja ini
dinilai sangat sulit baik bagi penilai maupun yang dinilai. Kegiatan
ini rawan dengan munculnya konflik. • Perbaikan kualitas pekerja
dan lingkungan kerja Saat ini pusat perhatian MSDM mengarah pada tiga
kegiatan strategis, yaitu:
1.
Menentukan, merancang dan mengimplementasikan program pelatihan dan
pengembangan SDM guna meningkatkan kemampuan dan kinerja karyawan;
2.
Memperbaiki kualitas lingkungan kerja, khususnya melalui kualitas
kehidupan kerja dan program-program perbaikan produktifitas;
3.
Memperbaiki kondisi fisik kerja guna memaksimalkan kesehatan dan
keselamatan pekerja. Salah satu outcome yang dapat diperoleh dari
ketiga kegiatan strategis tersebut adalah peningkatan atau perbaikan
kualitas fisik dan non-fisik lingkungan kerja. • Pencapaian
efektifitas hubungan kerja Setelah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat
terisi, organisasi kemudian mempekerjakannya, memberi gaji dan
memberi kondisi yang akan membuatnya merasa tertarik dan nyaman
bekerja. Untuk itu organisasi juga harus membuat standar bagaimana
hubungan kerja yang efektif dapat diwujudkan. Dalam hal ini terdapat
tiga kegiatan utama, yaitu: 1. Mengakui dan menaruh rasa hormat
(respek) terhadap hak-hak pekerja; 2. Melakukan tawar-menawar
(bargaining) dan menetapkan prosedur bagaimana keluhan pekerja
disampaikan 3. Melakukan penelitian tentang kegiatan-kegiatan MSDM.
Persoalan yang harus diatasi dalam ketiga kegiatan utama tersebut
sifatnya sangat kritis. Jika organisasi tidak berhatihati dalam
menangani setiap persoalan hak-hak pekerja maka yang muncul kemudian
adalah aksi-aksi protes seperti banyak terjadi di banyak perusahaan
di Indonesia.
D.
Tujuan MSDM Tujuan MSDM secara tepat sangatiah sulit untuk dirumuskan
karena sifatnya bervariasi dan tergantung pada pentahapan
perkembangan yang terjadi pada masing-masing organisasi. Menurut
Cushway, tujuan MSDM meliputi: 1. Memberi pertimbangan manajemen
dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa organisasi
memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, memiliki
pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban
pemekerjaan secara legal; 2. Mengimplementasikan dan menjaga semua
kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu
mencapai tujuannya; 3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan
organisasi dan strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi
SDM; 4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini
mencapai tujuannya; 5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit
dalam hubungan antar pekerja untuk meyakinkan bahwa mereka tidak
menghambat organisasi dalam mencapai tujuannya; 6. Menyediakan media
komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi; 7. Bertindak
sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen
SDM. Sementara itu menurut Schuler et al setidaknya MSDM memiliki
tiga tujuan utama yaitu: (1) Memperbaiki tingkat produktifitas (2)
Memperbaiki kualitas kehidupan kerja (3) Meyakinkan bahwa organisasi
telah memenuhi aspek-aspek legal.
Produktifitas merupakan sasaran organisasi yang sangat penting. Dalam
hal ini MSDM dapat berperan dalam meningkatkan produktifitas
organisasi. Organisasi yang telah mencapai tingkat produktifitas
tinggi di dalamnya terdapat praktek MSDM yang unik. Keunikan tersebut
menunjuk secara khusus pada suatu keadaan dimana: (1) Organisasi
membatasi peran SDM menurut tingkat partisipasinya di dalam pembuatan
keputusan bisnis yang mengimplementasikan strategi bisnis; (2)
Organisasi memfokuskan penggunaan sumber daya yang tersedia
dicurahkan pada fungsi-fungsi SDM dalam merigatasi setiap masalah
sebelum menambah program baru atau mencari sumber daya tambahan; (3)
Staf SDM organisasi berinisiatif untuk membuat program dan
berkomunikasi dengan manajemen lini; (4) Manajemen lini berbagi
tanggung jawab untuk seluruh program SDM; (5) Staf perusahaan berbagi
tanggung jawab untuk perumusan kebijakan SDM dan administrasi program
pada seluruh tingkatan organisasional. E. Kebijakan dan Kegiatan MSDM
Untuk dapat n:emahami kebijakan dan kegiatan MSDM dapat dilihat dari
suatu pendekatan yang spesifik. Pendekatan tersebut penggunaan MSDM
sebagai sebuah cara untuk melakukan rekonseptualisasi dan
pengorganisasian kembali peran SDM dan penjelasan ulang tentang tugas
dan fungsi departemen personalia dalam organisasi. Berdasarkan
pendekatan tersebut, Guest menyatakan adanya empat kebijakan utama
dalam MSDM yaitu: • Employee Influence • Human resource flow •
Rewards systems • Work systems Empat fokus kebijakan MSDM tersebut
dapat dipahami sebagai strategi dalam mempengaruhi pekerja guna
mengarahkannya pada tujuan organisasi. Sebagai suatu proses
pencapaian tujuan, organisasi mengorganisasikan SDM dalam suatu
mekanisme sistemik berupa alur SDM (human resources flow) mulai dari
perencanaan SDM, rekrutmen, seleksi, perumusan analisis jabatan, dan
seterusnya. Kebijakan lainnya berkaitan dengan sistem penghargaan
yang merupakan bagian utama organisasi memberi motivasi guna
memaksimalkan kerja dan proses pemekerjaan. Sistem penghargaan
(rewards systems) misalnya dapat berupa paket rernunerasi yang
terdiri dari penggajian, pemberian bonus dan insentif serta berbagai
bentuk kompensasi lainnya. Di dalam organisasi, peran dan fungsi SDM
harus dise!araskan dengan elemen-elemen sumber daya lainnya. Oleh
karena itu dalam merxrbuat kebijakan, organisasi memusatkan
perhatiannya pada bagaimaan sistem kerja disusun sedemikian rupa
sehingga ada kesesuaian antara gerak SDM dengan sumber daya lainnya.
Sementara itu, dengan merujuk pada pendapat ahli-ahli lainnya, Guest
menyatakan kegiatan MSDM terdiri dari empat proses generik yaitu: •
Selection • Appraisal • Rewards • Development Seorang manajer
SDM paling tidak harus menguasasi empat kegiatan mendasar tersebut.
Kegiatan seleksi tidak lain berkaitan dengan penyediaan staf dan
pekerja yang akan mengisi berbagai formasi pekerjaan dan jabatan
dalam organisasi. Sebagai suatu kegiatan generik, seleksi akan
diikuti dengan kegiatan lainnya misalnya berupa penempatan pada
pekerjaan (job placement) yang segera disertai dengan kegiatan
generik lainnya yaitu penilaian kinerja (performance appraisal).
Organisasi harus memiliki standar yang dapat dipakai sebagai ukuran
dalam menentukan dan menilai apakah seorang pekerja memiliki kualitas
kerja baik atau sebaliknya. Sementara itu, untuk memotivasi pekerja
organisasi menailiki skema (scheme) Yang dirupakan dalam bentuk gaji
atau upah dan penghargaan lainnya. Untuk menetapkan besaran dan
bentuk penghargaan ini organisasi juga telah memiliki berbagai acuan
yang pembalzasannya dapat dilihat pada Bab 6 tentang Remunerasi.
Sedangkan kegiatan generik MSDM yang terakhir adalah pengembangan;
SDM (human resource development). Pengembangan SDM ini dapat berupa
pendidikan, pelatihan serta prograrn-program pengembangan SDM
lainnya. Urnumnya kegiatan pengembangan SDM diarahkan pada pencapaian
penguasaan keahlian (skills), pengetahuan (knowledge) dan kemampuan
(ability). Arah rogramm pengembangan SDM diarahkan selaras dengan
perkernbangan dan kemajuan organisasi.
F.
Basis Teori MSDM Menurut Guest, tidak ada teori dalam MSDM. Namun
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa di belakang MSDM berdiri secara
implisit beragam teori pendukung. Dengan merujuk pada hasil studi
beberapa ahli di Harvard University, Guest membuat 34 Pengantar
Manajemen PRIYONO suatu kerangka kerja teori MSDM seperti dapat
dilihat dalam gambar 1.1. berikut ini. Gambar 1.1. Kerangka Kerja
Teori MSDM (dikutip dari Gues) Kerangka kerja seperti digambarkan
dalam skema tersebut di atas dinilai sebagai basis teori MSDM dengan
mendasarkan diri pada dukungan sejumlah teori lintas ilmu. MSDM
bersifat multidisipliner. Oleh karena itu dibelakang MSDM dapat
dijumpai disiplin ilmu ekonomi manajemen, psikologi, hukum, sosial,
sejarah, serta hubungan industrial.
RANGKUMAN
• Secara konseptual, MSDM berbeda dengan manajemen personalia. •
MSDM dibutuhkan untuk merencanakan, mengelola dan mengendalikan SDM.
• Terdapat paling tidak lima fungsi utama MSDM yaitu perencanaan
SDM, staffing, penilaian kinerja, perbaikan kuaiitas pekerja dan
lingkungan kerja, dan pencapaian efektifitas hubungan kerja. •
Tujuan MSDM bervariasi menurut konteks organisasi. • Tempat
kebijakan utama dalam MSDM meliputi employee 35 PRIYONO Pengantar
Manajemen influence, human resource flow, rewards systems, dan work
systems. • Kegiatan MSDM meliputi empat proses generik yaitu
selection, appraisal, rewards dan development. • Tidak ada teori
dalam MSDM, namun demikian di belakangnya berdiri sejumlah teori dari
berbagai disiplin ilmu. MSDM bersifat multidisipliner.
PERTANYAAN
UNTUK DISKUSI Gunakan bacaan atau literatur lainnya untuk mendukung
jawaban pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.:
a.
Mengapa MSDM berbeda dengan manajemera personalia?.
b.
Jelaskan fungsi-fungsi MSDM beserta contoh konkritnya ?..
c.
Dari berbagai fungsi MSDM tersebut, fungsi manakah yang paling
kritis? Mengapa demikian?.
d.
Tujuan MSDM bersifat situasional, artinya tergantung pada konteks
organisasi tertentu. Mengapa demikian?.
e.
Jelaskan empat kebijakan utama dan empat kegiatan generik MSDM ?. f.
Jelaskan maksud istilah ‘generik’ dalam kegiatan MSDM ?.
g.
Jelaskan mengapa MSDM bersifat multidispiliner ?.
h.
Dari berbagai ilmu yang mendukung MSDM, disiplin ilmu apakah yang
paling dominan mempengaruhi perkembangan MSDM (misalnya manajernen,
psikologi, sosiologi, ekonomi, politik dan sebagainya)? Mengapa
demikian? Jelaskan.
BAB
III ORGANISASI
Dalam
bab II disajikan materi sebagai berikut :
A.
Pengertian Organisasi.
B.
Beberapa teori organisasi.
A.
Pengertian Organisasi Selama masa hidupnya orang lebih banyak berada
dalam saling berhubungan dengan orang lain daripada menyendiri. Pada
dasarnya orang tidak mampu hidup sendiri, hampir sebagian besar
tujuannya hanya dapat terpenuhi apabila yang bersangkutan berhubungan
dengan orang lain. Organisasi merupakan suatu sistem yang terdiri
dari sub-sistem atau bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama
lainnya dalam melakukan aktivitasnya. Aktivitas ini bukanlah
merupakan suatu kegiatan yang temporer atau sesaat saja, akan tetapi
merupakan kegiatan yang memiliki pola atau urut-urutan yang dilakukan
secara relatif teratur dan berulang-ulang. Organisasi sering
diartikan sebagai kelompok yang secara bersama-sama ingin mencapai
suatu tujuan yang sama. Handoko (2000:6) mendifinisikan organisasi
sebagai suatu proses perencanaan yang meliputi penyusunan,
pengembangan dan pemeliharaan suatu struktur atau pola
hubungan-hubungan kerja dari orang-orang dalam suatu kelompok kerja.
Artinya, organisasi juga merupakan kumpulan dari peranan, hubungan
dan tanggung jawab yang jelas dan tetap, paling tidak Hicks dalam
Sutarto (1998:2) berpendapat bahwa hampir setiap orangdipengaruhi
secara mendalam oleh kelompok. Melibatkan diri dalam beberapa macam
kelompok atau organisasi menempatkan kedudukan penting dari kehidupan
kebanyakan orang. Artinya, banyak keuntungan dapat diperoleh dari
penyempurnaan hubungan antara individu-individu dan kelompok. Sebagai
contoh, berhasilnya suatu usaha sering tergantung dari produktivitas
perilaku para individu dalam kelompok kerja. Juga seseorang pengusaha
harus membagi keberhasilannya dengan para pelanggan, para pemberi
sumber dana, material, satuan organisasi pemerintah dan masyarakat
umum. Anthony (995:1) menjelaskan bahwa organisasi merupakan suatu
kelompok manusia yang berinteraksi melakukan berbagai kegiatan secara
koordinasi untuk mencapai tujuan, dimana pada dasarnya bahwa individu
tidak dapat mencapai tujuan secara sendiri-sendiri. Artinya tujuan
organisasi dapat dicapai melalui tatanan/manajemen yang dilakukan
terhadap sejumlah orang sebagai pelaksana pekerjaan-pekerjaan
organisasi. Organisasi memperoleh sumberdaya dan menggunakannya
secara efisien dan efektif dalam suatu aturan yang telah disepakati
bersama, untuk itu perlu adanya penataan pembagian kerja, struktur
pola hubungan kerja antara sekelompok orang-orang yang memegang
posisi untuk bekerja sama secara teratur guna mencapai tujuan
tertentu. Pengertian organisasi seperti yang dikemukakan oleh
beberapa tokoh dibawah ini (Sutarto, 1998:22-23): Organisasi adalah
proses penggabungan pekerjaan yang para individu atau
kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan
untuk melakukan tugas-tugas, sedemikian rupa memberikan saluran
terbaik untuk pemakaian yang efisien, sistematis, positif dan
terkoordinasi dari usaha yang tersedia. Jadi organisasi adalah suatu
sistem tentang aktivitas-aktivitas kerja sama dari dua orang atau
lebih sesuatu yang tak berwujud dan tak bersifat pribadi, sebagian
besar mengenai hal hubungan-hubungan. Hubungan-hubungan yang
dilakukan orang-orang tersebut dalam keterkaitannya dengan aktivitas
kerja. Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk
pencapaian suatu tujuan bersama, organisasi merupakan bantuan bagi
manajemen. Ini mencakup kewajiban-kewajiban merancang satuan-satuan
organisasi pejabat yang harus melakukan pekerjaan, menentukan
fungsi-fungsi mereka dan merinci hubungan-hubungan yang harus ada
diantara satuansatuan dan orang-orang. Organisasi sebagai suatu
aktivitas, sesungguhnya adalah cara kerja manejemen. Berdasarkan
beberapa pengertian tentang organisasi yang telah dikemukakan
sebelumnya bahwasanya hakekat dari organisasi itu adalah manusia dan
kerjasama dalam suatu struktur organisasi yang menciptakan pembagian
tugas dan jabatan serta meletakkan batas-batas kebebasan seseorang
dalam organissi. Untuk itu Handoko (2000:5) mengatakan bahwa
“pengakuan” terhadap pentingnya satuan tenaga kerja dalam suatu
organisasi. Hal ini dapat diartikan bahwa sumberdaya manusia
merupakan unsur yang vital bagi pencapaian tujuan organisasi, maka
pemanfaatan sebagai fungsi dan kegiatan personalia secara efektif dan
bijak dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi. Hicks dan Gullet
(1996:204) menjelaskan perkembangan teori-teori organisasi secara
garis besarnya dapat dikembangkan dalam 3 fase, yaitu: Teori Klasik
Konsep klasik telah berlangsung dan berkembang dalam tiga jalur,
dikenal dengan teori birokrasi, teori administrasi dan teori
manajemen ilmiah. Pada dasarnya teori klasik menekankan pada
rasionalitas struktur dan berbagai spesialisasi, selain itu juga
paham klasik memandang pekerja sebagai manusiaekonomi (economic man)
atau dianggap manusia yang bekerja tersebut semata-mata didorong oleh
rangsangan ekonomi. Teori Neoklasik Teori ini memandang bahwa
organisasi sebagai pengelompokan orang-orang dengan tujuan umum.
Perubahan atas teori klasik tidak lain adalah merubah asumsi dasar.
Pada neoklasik asumsi yang digunakan mencakup aspek-aspek psikologis
dan sosial dari pekerja, dan hendaknya pekerja individu dan pekerja
kelompok haruslah ditegaskan.
B.
BEBERAPA TEORI ORGANISASI Tiga pandangan yang mendasar bagi teori
neoklasik yaitu: 2.1. Manusia berbeda, setiap orang adalah unik,
masingmasing telah membawa pendirian sesuai situasi kerjanya,
kepercayaan dan cita-cita kehidupan seperti pengetahuan tertentu,
teknik sosial dan logika. 2.2. Penekanannya terhadap aspek-aspek
sosial dan kelompok kerja, tanggapan manusia mengenai dirinya dan
lingkungan di sekitarnya tergantung pada kelompoknya, sehingga
organisasi informal menjadi perhatian mereka, menurut neoklasik
kelompok kerja telah memberikan pengaruhnya pada motivasi dan
produktivitas. 2.3. Manajemen yang partisipatif untuk mengambil
keputusan agar selalu berbincang-bincang terlebih dahulu dengan
bawahan, karena keputusan yang akan diambil dapat mempengaruhi
mereka, maka bawahan diajak berfikir dalam pengambilan keputusan.
Teori Modern Perkembangan lebih lanjut dari teori organissi adalah
lahirnya teori modern yang kadang-kadang disebut dengan teorianalisis
sistem organisasi. Teori ini mengembangkan semua unsur organisasi
pada umumnya dan kepraktisan komponenkomponennya : 1.1. Organisasi,
adalah sebagai suatu sistem yang terdiri dari 5 bagian pokok yaitu:
input, proses, output, arus balik dan lingkungan yang menyangkut
manusia umumnya meliputi semua jenis sistem biologis, fisik yang
berhubungan dengan tingkah laku manusia. 1.2. Kedinamisan,
penekanannya adalah pada proses yang dinamis dengan interaksi yang
terjadi dalam suatu organisasi. 1.3. Multi level dan
multidimensional, teori modern mempertimbangkan setiap tingkatan
suatu organisasi. Dengan mengenali masalah-masalah pada setiap
tingkat, berarti memberikan kesempatan pada setiap tingkatan untuk
memecahkan masalah sendiri, sehingga terdapat keseimbangan umum pada
setiap tingkat. 1.4. Multimotivasi, teori modern mengakui bahwa suatu
kegiatan dapat didorong oleh beberapa keinginan. Dengan demikian
secara lebih luas organisasi diharapkan untuk hidup, karena para
pesertanya berkeinginan untuk mencapai beberapa tujuan dengan baik.
1.5. Multidisipliner, menggambarkan konsep dan teknik dari variabel
bidang studi, ilmu kemasyarakatan, teori adminsitrasi, psikologi,
ekonomi, ekologi, pelaksanaan riset, antropologi budaya, sosiologi
dan beberapa bidang lainnya yang dapat memberikan sumbangan kepada
ilmu manajemen dan organisasi. Gagasan tentang organisasi berasal
dari kenyataan bahwa setiap individu tidak akan dapat memenuhi
kebutuhan dan harapannya seorang diri. Individu terutama dalam
masyarakat modern, merasa bahwa ia kurang mampu dan tidak berdaya
bila harus memenuhi kebutuhan dasarnya. Baru setelah beberapa orang
mengkoordinasikan usaha secara bersama, mereka lebih banyak berhasil
daripada kalau melakukannya sendiri-sendiri. Organisasi terbesar
yakni masyarakat memungkinkan anggotanya memenuhi kebutuhan mereka
melalui koordinasi kegiatan dari banyak individu. Dengan demikian
salah satu gagasan dasar konsep organisasi usaha saling mambantu
(Schein, 1992:14). Organisasi dapat dikatakan sesuatu yang bersifat
konkrit, dapat dirasakan eksistensinya baik oleh individu yang berada
didalam organisasi itu sendiri maupun yang berada di masyarakat
(Soenyoto,1994:3). Organisasi dapat pula dilihat sebagai suatu sistem
dimana anggota-anggotanya memiliki kesamaan tujuan dan perilaku untuk
mencapainya. Organisasi dibentuk karena organisasi dapat mencapai
masalah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh perorangan. Dengan
konsep ini dapat dikatakan bahwa organisasi memiliki unsur-unsur
sebagai berikut: 1. Adanya dua orang atau lebih; 2. Adanya maksud
untuk bekerja sama; 3. Adanya pengaturan hubungan; 4. Adanya tujuan
yang hendak dicapai. Batasan mengenai organisasi oleh Miles seperti
yang dikutip oleh Gomes(1977:9): ”…an organization is nothing
more than a collection people grouped is envirnment into marketable
goods or service”. Artinya organisasi tidak lebih dari sekelompok
orang yang berkumpul bersama sekitar suatu teknologi yang
dipergunakan untuk mengubah input-input dari lingkungan menjadi
barang atau jasa yang dapat dipasarkan. Dari gambar 2.1 tampak bahwa
suatu organisasi tidak terlepas dari pengaruh lingkungan yang ada di
sekitar organisasi. Lingkungan merupakan sumber pasokan input-input
bagi oraganisasi dan sebagai penerima output-output dari organisasi.
Unsur manusia didalam organisasi seperti tampak pada skema, memiliki
kedudukan yang strategis karena manusialah yang bisa mengetahui
input-input apa yang perlu diambil dari lingkungan dan bagaimana cara
memperolehnya, teknologi dan cara yang dianggap tepat untuk mengolah
atau mentransformasikan input-input menjadi output yang memenuhi
keinginan pasar atau lingkungannya. Secara sederhana definisi
tersebut dapat digambarkan melalui skema berikut : Sumber : Gomes
(1997:25) Gambar 1.1 : Hubungan Antara Organisasi Dan Lingkungan Jadi
dalam manajemen terdapat kurang lebih tiga variabel utama, yakni
organisasi, manusia dan lingkungan karakteristik, yang saling
berinteraksi menurut pola tertentu dan masing-masing memiliki
karakteristik atau nilai-nilai tertentu (Gomes,1997:25). Dengan
demikian organisasi tidak akan terlepas dari lingkungan dimana
organisasi itu berada dan manusianya yang merupakan pusat dari
organisasi itu sendiri.
BAB
IV KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan
menurut Handoko (2003:294) adalah, “kemampuan yang dipunyai
seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan
dan sasaran”. Sedangkan menurut Stoner,dkk (1996:161)
mendefinisikan kepemimpinan sebagai, “Proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktifitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota
kelompok”.
Definisi
ini menunjukkan bahwa kepemimpinan menggunakan pengaruh yang
ditujukan pada peningkatan kemampuan seorang bawahan. Menurut Daft
(2003:50) kepemimpinan didefinisikan sebagai, “kemampuan
mempengaruhi orang lain yang mengarah pada pencapaian tujuan. Dari
definisi kepemimpinan dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
merupakan suatu cara bagaimana seorang pemimpin menggunakan
pengaruhnya untuk mencapai tujuan organisasimelalui hubungan yang
baik dengan bawahan. Dalam organisasi modern saat ini sedang
mengalami sejumlah perubahan penting yang mengelilingi pencapaian
kesuksesan. Penguasa yang tidak fleksibel, otoriter dimasa lalu telah
digantikan oleh pemimpin yang Iebih partisipatif dan visoner (Lews,
et aL, 2004). Para pemimpin dalam Iingkungan usaha saat ini tidak
lagi takut akan perubahan; bahkan para pemimpin seharusnya menyukai
dan lebih senang mempengaruhi perubahan. Efektifitas pemimpin dalam
rnenghadapi aktifitas organisasi sekarang ini sangat ditentukan oleh
kualitas hubungan (relasi) antara pemimpin dan bawahan. Hubungan yang
terjalin antara pemimpin dengan bawahan hendaknya tidak hanya sebatas
hubungan kerja formal dimana pemimpin bertindak sebagai atasan bagi
bawahan mereka dalam organisasi, namun hubungan tersebut harus
terjalin secara luas dimana pemimpin dapat berindak sebagai patner
bagi bawahan mengatasi berbagai hambatan dan dapat memotivasi bawahan
untuk berprestasi dalam pekerjannya. Karena itu keberadaan seorang
pemimpin merupakan hal yang sangat mutlak diperlukan dalam suatu
organisasi, baik organsiasi pemerintah maupun swasta ataupun
organisasi profit maupun non profit. Kesuksesan suatu perusahaan akan
sangat ditentukan pada peranan pemimpin dalam mengelola sumber daya
organisasi dan menjalankan segala aktivitas organisasi secara
optimal. Yukl (1989), mengatakan bahwa leadership (kepemimpinan)
adalah proses dimana seseorang individu mempengaruhi anggota group
yang lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Studi kepemimpinan
menunjukkan bahwa kepemimpinan memiliki dua gaya yaitu kepemimpinan
transaksional dan kepemimpinan transformasional. Antara kepemimpinan
transaksional dan kepemimpinan transformasional menurut Bass dalam
Hem (2002 : 9) adalah sebagai sesuatu yang berbeda namun tidak
sebagai proses yang mutually exclusitve. Dengan demikian dimungkinkan
seorang pemimpin menerapkan kedua tipe tersebut pada situasi yang
berbeda. Disatu sisi individu tidak mungkin menerapkan kedua gaya
tersebut pada suatu waktu tertentu oleh karenanya pada kepemimpinan
terdapat unsur kecenderungan, baik itu kecenderungan untuk mengarah
pada gaya kepemimpinan transaksional maupun pada gaya kepemimpinan
transfonnasional. Kepemimpinan merupakan salah satu topik yang sangat
menarik dan paling banyak dibahas dalam manajemen, sehingga berbagai
definisi disampaikan oleh para praktisi organisasi maupun para pakar
sumber daya manusia untuk menunjukkan arti pentingnya kepemimpinan
dalam suatu organisasi. Kepemimpinan menurut Johns (1996)
didefinisikan sebagai pengaruh agar pribadi individu mengusahakan
pencapaian tujuan organisasi diatas tujuan yang lain dalam konteks
organisasional. Sedangkan kepemimpinan menurut (Luthans, 1981)
didefinisikan sebagai suatu interaksi antar anggota suatu kelompok,
dimana pemimpin merupakan agen perubahan dan merupakan orang yang
perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain daripada perilaku
orang lain yang mempengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul ketika satu
anggota kelompok mengubah motivasi dan kompetensi anggota lainnya di
dalam kelompok.
Definisi
lain dari kepemimpinan juga disampaikan oleh Sosik (1997) sebagai
pusat proses, aktivitas, hubungan dan perubahan kelompok. Oleh karena
itu kepemimpinan yang efektif menggunakan pengaruh dengan maksud
untuk mencapai tujuan organisasi dengan jalan meningkatkan
produktivitas, inovasi, kepuasan dan komitmen terhadap pekerjaan.
Sedangkan menurut Stoner (1995), kepemimpinan dapat diartikan sebagai
suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan
dan sekelompok orang yang saling berhubungan tugasnya. Definisi
tersebut terdapat tiga implikasi penting, yakni (1) kepemimpinan
menyangkut orang lain (bawahan atau pengikut). Pam bawahan yang
bersedia menerima pengarahan dan atasan akan membantu proses
kepemimpman dapat terlaksana, (2) kepemimpinan menyangkut pembagian
kekuasaan. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai
kegiatan para anggota kelompoknya, tetapi para anggota kelompok tidak
dapat mengarahkan kegiatankegiatan pemimpin secara langsung, dan (3)
kepemimpinan yang menggunakan pengaruh. Dalam menghadapi perubahan
yang sangat pesat dan tekanan-tekanan persaingan bisnis yang semakin
meningkat, perusahaan dipaksa untuk melakukan efisiensi dan
efektivitas yang tinggi terhadap aktivitas organisasi. Para pemimpin
dituntut untuk memikirkan kembali secara radikal cara mengelola
sumber daya manusia dan institusinya (Kuhnert dalam Bass, 1994). Para
pemimpin harus terus menerus berupaya mengembangkan kapasitas dan
kemampuan sumber daya manusianya sejalan dengan berbagai perubahan
aturan main (rule of the game) dalam industri dan persaingan yang
terjadi secara cepat. Implikasi dan semua hal tersebut adalah
munculnya kebutuhan akan kepemimpinan baru dalam style (berkaitan
dengan apa yang dilakukan pemimpin), dan skill (berkaitan dengan
bagaimana pemimpin dapat bekerja secara efektif) utituk menghadapi
perubahan lingkungan yang berlangsung semakin cepat (Luthans, 1995).
Apabila Style, activities dan skill yang dilakukan dengan tepat,
pemimpin diharapkan dapat mewujudkan kesuksesan organisasi dalam
jangka panjang. Para peneliti selalu membenkan definisi kepemimpinan
sesuai dengan perspektifnya sendiri-sendiri dan aspek fenomena yang
paling menarik bagi dirinya (Yuki, 1989) Setelah meninjau ulang cara
komprehensif kepustakaan kepemimpinan, Stogdill (1974) menyimpulkan,
bahwa sebagian besar definisi kepemimpinan adalah pendapat pnbadi
seseorang yang berusaha untuk mendefinisikan konsep. Sebagai
akibatnya, kepemimpinan telah didefinisikan dalam batasan
karakteristik pribadi, perilaku individual, pengaruh interpersonal,
faktor-faktor situasional, dan kombinasi dan semua itu (Steers,
Porter, and Bigley, 1996). Sebagian besar dari perbedaan pendapat
tersebut bermula dari kenyataan bahwa kepemimpinan adalah fenomena
kompleks yang melibatkan pemimpin, bawahan, dan situasi (Hughes,
Ginnet, and Curphy, 1999). Meskipun demikian, terdapat satu definisi
kepemimpinan yang diyakini mampu menampung dan membantu mengatasi
semua perbedaan tersebut dalam memahami kepemimpinan yaitu proses
mempengaruhi kelompok ke arah pencapaian tujuan yang ditetapkan
(Roach and Behling, 1984). Baik secara eksplisit maupun implisit,
sebagian besar peneliti kepemimpinan mengasumsikan bahwa kepemimpinan
adalah penentu penting keefektifan organisasi (Yukl, 1989). Beberapa
diantaranya adalah Neihoff (1990), yang mengatakan bahwa kepemimpinan
merupakan kunci untuk meningkatkan produktivitas dan inovasi
organisasi; Meyer (1998), yang mengatakan bahwa kepemimpinan mengubah
masalah menjadi kesempatan organisasi; Takala (1998), yang mengatakan
bahwa kepemimpinan menempati posisi sentral dalam manajemen; Sosik
(1997), yang mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan sumber proses,
aktivitas, pengaruh, dan perubahan kelompok; dan Pfeffer (1977),
mengatakan bahwa kepemimpinan memiliki hubungan sebab akibat dengan
kinerja organisasi. Lalu bagaimanakah agar proses mempengaruhi
kelompok kearah tujuan yang ditetapkan (kepemimpinan) itu dapat
bedakan secara efektif ? Menurut Ichikawa (1993), agar seorang
pemimpin dapat mengarahkan organisasi (individu atau kelompok yang
ada didalam organisasi) secara efektif, maka seorang pemimpin
tersebut harus memahami: (1) kesesuaian sasaran atau tujuan kelompok
dengan sasaran atau tuntutan organisasi; (2) Iingkungan eksternal
kelompok atau organisasi untuk membangun lingkungan internal
organisasi, (3) karaktersitik individu atau kelompok untuk menentukan
bentuk dan intensitas pengarahannya, dan yang tidak kalah penting,
(4) bagaimana penerimaan bawahan terhadap kepemimpinannya. Meskipun
sampai saat ini belum dapat dicapai suatu grand theory of leadership,
tetapi telah terjadi kemajuan yang berkelanjutan dalam mengembangkan
pemahaman secara baik terhadap karakteristik pribadi, perilaku
individual, pengaruh interpersonal, faktor-faktor situasional, dan
kombinasi dan semua itu dalam kepemimpinan (Yukl, 1989). 51 PRIYONO
Pengantar Manajemen
BAB
V MANAJEMEN STRATEGIK
Dalam
bab V disajikan beberapa materi sebagai berikut :
A.
Hirarki Manajemen Strategik
B.
Proses Manajemen Strategik
C.
Hubungan Misi dan Tujuan
D.
Tujuan Organisasi.
E.
Faktor yang mempengaruhi perumusan tujuan
F.
Jenis-jenis tujuan organisasi
G.
Manajemen Obyektives (MBO).
Sebelum
organisasi itu berjalan atau sedang merumuskan kembali arah bagi
organisasinya yang sudah berjalan, maka organisasi itu perlu
menetapkan tujuan dan filosofi dasar yang akan menentukan bentuk
sosok strateginya (strategic posture). Tujuan
mendasar (fundamental purpose) yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi-organisasi lain yang sejenis dan yang menjelaskan cakupan
operasinya dalam bentuk produk dan pasar didefinisikan sebagai misi
perusahaan (company mission). Misi perusahaan juga diartikan sebagai
pernyataan atau rumusan umum yang luas dan bersifat tahan lama
(enduring) tentang keinginan atau maksud organisasi. Organisasi juga
perlu menetapkan tujuan agar memungkinkan untuk menentukan apa yang
harus dilakukan, mengembang rencana-rencana rencana-rencana yang
efektif, menentukan sasaran, dan menilai hasilnya. Tanpa tujuan
segala sesuatu yang dilakukan atau dicapai dapat dianggap sebagai hal
yang dapat diterima, tidak ada standar ukuran dalam perencanaan dan
pengendaliannya. Dalam merumuskan tujuan perusahaan, perlu
diperhatikan keseimbangan dengan memadukan berbagai kepentingan
sumber-sumber atau pihak yang terlibat dalam perusahaan. Pada bagian
ini, akan dibahas lebih mendalam berbagai hal yang menyangkut misi
dan tujuan perusahaan sehingga pembaca dapat memahami arti penting
sebuah tujuan dan misi, fungsi dan bentuk-bentuk, serta berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Pada bagian akhir dari bab ini nanti
akan dibahas pula tentang Management By Objektives (MBO).
A.
HIRARAKI MANAJEMEN STRATEGIK Hierarki (jenjang) pengambilan keputusan
dalam suatu perusahaan biasanya terdiri dari tiga jenjang. Pada
puncak hierarki terletak tingkat korporasi (perusahaan) yaitu suatu
urusan yang merupakan sebuah kumpulan bisnis yang secara relatif
independen, yang kadang-kadang disebut sebagai Unit Bisnis Strategis
atau Strategic Business Unit (SBU). Strategi korporasi pada dasarnya
berkaitan dengan logika atau rasionalitas yang terdapat pada
korporasi. Yang termasuk dalam tingkat korporasi ini adalah dewan
direksi (board of directors) dan eksekutif kepala (chief executive)
serta pejabat administrasi (administrative officer). Tanggung jawab
dari manajer pada tingkat korporasi antara lain meningkatkan kinerja
keuangan dan kinerja non-keuangan perusahaan, menjaga citra
perusahaan, dan memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan. Mereka
juga menetapkan sasaran dan merumuskan strategi yang mencakup bidang
kegiatan dan bidang fungsional dari bisnis-bisnis yang ada.
Sederhananva, strategi korporasi menjawab pertanyaan “bisnis Yang
mana yang seharusnya perlu di masuki?” dan “bagaimana kita harus
menjalankannya?” Pada bagian tengah hierarki, pengambilan keputusan
terletak tingkat bisnis atau strategi kompetitif. Strategi kompetitif
atau juga dikenal sebagai strategi SBU, secara esensial berhubungan
dengan persaingan produk dan jasa di pasar. Para manajer yang
terdapat di dalamnya biasanya disebut manajer bisnis dan korporasi.
Mereka menerjemahkan rumusan arah dan keinginan yang dihasilkan pada
tingkat korporasi ke dalam sasaran dan strategi yang kongkret untuk
masing-masing divisi usaha. Ada tiga pertanyaan menjasar yang harus
ditujukan pada tingkat strategi ini, yaitu: 1. Di mana seharusnya
kita bersaing? (pasar yang mana, dan segmen mana dalam pasar-pasar
tersebut yang harus difokuskan?) 2. Produk apa yang seharusnya
dipersaingkan? 3. Bagaimana mendapatkan keunggulan kompetitif yang
berdaya tahan di pasar yang telah di pilih? Apabila tim manajemen
dari suatu perusahaan tidak memiliki jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka medan bisnisnya tidak memiliki
strategi kompetitif yang jelas, yang dipikirkan secara matang, dan
yang di mengerti. Pada bagian bawah hierarki pengambilan keputusan
strategi terletak tingkat fungsional. Strategi fungsional berkaitan
dengan interpretasi peran dari fungsi atau departemen dalam
menerapkan strategi kompetitif. Dalam hal ini, strategi fungsional
diarahkan oleh strategi kompetitif atau bisnis. Jadi, setiap strategi
kompetitif dapat diterjemahkan menjadi strategi pemasaran, strategi
finansial, strategi sumber daya manusia, dan seterusnya yang sama dan
sebangun pada tingkat fungsional. Umumnya, manajer yang ada
didalamnya biasa disebut sebagai manajer produk, wilayah, dan
fungsional Gambar 1. menyajikan tiga tingkat manajemen strategik
sesuai dengan yang ada dalam praktik. Gambar tersebut mencerminkan
alternatif hierarki manajemen strategik dengan SBU majemuk dan SBU
tunggal. Untuk melihat perbedaan-perbedaan pada masing-masing tingkat
strategi, dapatlah diketahui dari beberapa aspek, yaitu: (1) tingkat
pertanggungjawaban; (2) ruang lingkup operasi; (3) jangka waktu
berlakunya strategi; dan (4) cirri khas. Gambar 1. Hierarki Strategi
dengan SBU Majemuk dan SBU Tunggal
B.
PROSES MANAJEMEN STRATEGIK Proses manajemen strategik biasanya
terdiri dari lima tahap yaitu 1) analisis lingkungan; 2) penetapan
misi dan tujuan; 3) perumusan strategik; 4) pilihan dan penerapan
strategi; dan 5) evaluasi atau pengendalian strategi. Masing-masing
bagian dalam proses manajemen strategik memiliki ketergantungan satu
sama lainnya
ANALISIS
LINGKUNGAN Tujuan utama dilakukannya analisis lingkungan adalah untuk
mengidentifikasi peluang (opportunity) yang harus segera mendapat
perhatian serius dan pada saat yang sama perusahaan menentukan
beberapa kendala ancaman (threats) yang perlu di antisipasi. Dalam
melakukan analisis terhadap lingkungan usaha, hal penting yang harus
dilakukan adalah mengidentifikasi beberapa variabel pokok yang
mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan. hal itu berarti
perusahaan hanya berusaha untuk mengumpulkan dan menganalisis
sejumlah variabel secara terbatas (relevan), dan tidak sampai
terjerumus untuk berusaha meng-analisis sebanyak mungkin variabel
(infinite). Analisis lingkungan perusahaan biasanya terdiri dari dua
komponen pokok, yakni lingkungan eksternal dan lingkungan internal.
Jenis lingkungan eksternal perusahaan meliputi: lingkungan umum,
lingkungan industri, dan lingkungan operasional. Sedangkan yang
termasuk dalam lingkungan internal adalah sumber daya, kemampuan, dan
kompetensi inti. Dengan melakukan analisis terhadap lingkungan
perusahaan diharapkan manajemen perusahaan akan memiliki gambaran
yang lebih jelas dalam menyiapkan strategi bisnis yang diperlukan
untuk mengantisipasi implikasi manajerial yang ditimbulkan oleh
lingkungan bisnis. MISI DAN TUJUAN PERUSAHAAN Suatu organisasi yang
besar maupun kecil sekalipun pasti memiliki misi. Misi menurut
pengertiannva adalah suatu tujuan unik yang membedakannya dari
perusahaanperusahaan lain yang sejenis dan mengidentifikasi cakupan
operasinva. Di dalam suatu pernyataan misi biasanva menguraikan
hal-hal seperti karakteristik Produk, pasar yang dimasuki, dan
teknologi yang digunakan. Misi ,uatu perusahaan pada dasarnya
mencerminkan alasan mengapa perusahaan itu ada. Dengan adanya suatu
misi, maka perusahaan akan dapat memanfaatkan seluruh potensi yang
ada untuk men- `apai tujuan akhir secara efektif dan efisien. Sama
halnya dengan misi, tujuan suatu perusahaan juga penting untuk
diperhatikan. Tujuan (objective) adalah landasan utama untuk
menggariskan kebijakan yang ditempuh dan arah tindakan untuk mencapai
tujuan perusahaan, atau dengan kata lain tujuan adalah sesuatu yang
harus dicapai. Dengan demikian, setiap perusahaan perlu merumuskan
misi maupun tujuan secara jelas. Walaupun ada sebagian dari
organisasi yang memandang misi itu tidak penting, namun ada beberapa
alasan yang mendasari organisasi perlu menetapkan misinva. Apa yang
ingin dicapai dari pernyataan misi itu? Menurut King dan Cleland,
alasan perlunya misi itu adalah sebagai berikut: 1. Memastikan
kesamaan tujuan (purpose) dalam organisasi. Pihak manajemen puncak,
manajemen lini, dan anggota organisasi memiliki tujuan-tujuan yang
berbeda. Dengan adanya misi perbedaan tujuan itu dapat disatukan. 2.
Menjadi landasan untuk memotivasi pemanfaatan sumber daya organisasi.
Keberagaman sumber dava yang dimiliki oleh organisasi menuntut
manajemen untuk dapat mengelola secara optimal dan efisien terhadap
penggunaannya. 3. Mengembangkan landasan atau standar untuk
pengalokasian sumber daya organisasi. 4. Menetapkan warna umum iklim
organisasi, misalnya mengisvaratkan operasi yang bersifat bisnis
(businesslike operation). 5. Berfungsi sebagai titik fokus bagi
mereka yang sepakat dengan tujuan umum (purpose) dan arah organisasi
dan menghalangi mereka yang tidak sepakat dengan itu agar tidak lagi
melibatkan diri dengan kegiatan-kegiatan organisasi. 6. Berfungsi
untuk memudahkan penerjemahan sasaran dan tujuan ke dalam suatu
struktur kerja yang mencakup penetapan tugas kepada elemen-elemen
yang bertanggung jawab dalam organisasi. 7. Menegaskan tujuan umum
(purpose) organisasi danperwujudan tujuan-tujuan umum ini menjadi
tujuan yang lebih spesifik sedemikian hingga parameter biaya, waktu,
dan kinerja dapat ditetapkan dan dikendalikan. KOMPONEN DALAM MISI
Komponen utama dalam perumusan misi adalah spesifikasi produk atau
jasa; spesifikasi pasar utama; dan spesifikasi teknologi. Ketiga
komponen ini tidak dapat dilepaskan dari rumusan misi. 1. Produk
(barang atau jasa) PernYataan misi suatu organisasi harus
mencerminakan pada aspek produk atau jasa apa yang dihasilkan. Dengan
informasi itu konsumen akan mengetahui ke mana mereka harus mencari
produk atau jasa yang diinginkannya. 2. Pasar Setelah organisasi
menjelaskan tentang jenis produk atau jasa yang dihasilkan, informasi
penting lainnya yang perlu disampaikan adalah kepada siapa (pasar)
produk itu ditawarkan sehingga organisasi tidak perlu melayani
seluruh konsumen yang ada. 3. Teknologi Informasi ini meliputi
penggunaan peralatan, mesin, material, teknik, dan proses yang ada di
dalam organisasi. Di dalam teknologi in] juga disampaikan berbagai
keunggulan yang dimiliki oleh organisasi. Selain tiga komponen utama
di atas, manajer juga perlu mempertimbangkan komponen-komponen
lainnya yang masih relevan untuk diinformasikan. Komponen tersebut
disebut sebagai komponen tambahan yang meliputi pelanggan dan
kualitas. Organisasi dapat menyatakan bahwa pelanggan adalah
prioritas mereka dan kualitas merupakan tugas nomor satu mereka.
Informasi ini sekaligus melengkapi harapanharapan dari konsumen atau
masya-akat yang menginginkan adanya organisasi yang dapat memenuhi
kebutuhannya secara baik. Gambar 2. Komponen dalam Misi
- HUBUNGAN MISI DAN TUJUAN Walaupun memiliki arti yang berbeda, misi dan tujuan pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebuah rumusan misi akan bisa dicapai apabila dijabarkan dalam bentuk yang lebih spesifik melalui pernyataan tujuan. Sebelum organisasi menetapkan tujuan-tujuan, terlebih dahulu harus menetapkan misi atau maksud organisasi. Hal ini berarti bahwa kegiatan-kegiatan lainnya baru bisa dilaksanakan apabila misi sudah ditetapkan. Gambar 3. di bawah ini menjelaskan hubungan antara misi, tujuan, dan bentuk-bentuk rencana lainnya.
PERUMUSAN STRATEGI
Untuk mencapai daya saing strategis dan memperoleh profit yang
tinggi, perusahaan harus menganalisis lingkungan eksternalnya,
mengidentifikasi peluang dan ancaman dalam lingkungan tersebut,
menentukan mana di antara sumber daya internal dan kemampuan yang
dimiliki yang merupakan kompetensi intinya, dan memilih strategi yang
cocok untuk diterapkan (strategic formulation). Suatu strategi
merupakan sejumlah tindakan yang terintegrasi dan terkoordinasi yang
diambil untuk mendayagunakan kompetensi inti serta memperoleh
keunggulan bersaing. Gambar 3. Hubungan Misi, Tujuan, dan Rencana
Lainnya Agar dapat memberikan hasil yang optimal bagi perusahaan,
maka perumusan strategi harus sesuai dengan spesifikasi produk, pasar
dan pemasarannya, sumber daya 60 organisasi (keuangan atau non
ekonomi), dan teknologi. Formulasi strategi yang keliru akan
memberikan dampak yang kurang baik bagi perusahaan sehingga manajemen
harus betul-betul memahami dan mencermati kemungkinankemungkinan yang
akan terjadi.
PENERAPAN
(IMPLEMENTASI) STRATEGI Implementasi strategi adalah sebuah tindakan
pengelolaaan bermacam-macam sumber daya organisasi dan manajemen yang
mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan sumber-sumber daya
perusahaan (keuangan, manusia, peralatan, dan lain-lain) melalui
strategi yang dipilih. Implementasi strategi diperlukan untuk
memperinci secara lebih tepat dan jelas bagaimana sesungguhnya
pilihan strategi yang telah diambil direalisasikan. Implementasi
strategi yang berhasil sangat tergantung pada keahlian dan kemampuan
serta keterampilan manajer. Di bawah ini disajikan beberapa tanggung
jawab utama dari seorang manajer dalam mengimplementasikan strategi
yang telah dipilih, yaitu: 1. Manajer melakukan pembagian tugas-tugas
beserta urutan kegiatan yang akan diambil untuk melaksanakan
kebijakan dan strategi dengan cara yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. 2. Menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk tugastugas
khusus utama yang harus diselesaikan, langkahlangkah yang harus
ditempuh dan keputusan yang harus diambil. 3. Menetapkan struktur
pokok organisasi tempat implementasi akan berlangsung, misalnya
departemen fungsional atau divisi produk yang didesentralisasikan. 4.
Menentukan sumber daya (fisik dan manusia) yang perlu untuk
menerapkan kebijakan dan strategi serta menjamin tersedianya sumber
daya itu bila diperlukan. 5. Menetapkan jenis-jenis prestasi yang
diperlukan oleh satuansatuan organisasi dan perorangan serta kapan
kegiatan khusus harus diselesaikan. 6. Menentukan motivasi pribadi
dan sistem perangsang yang akan digunakan. 7. Menganalisis hubungan
utama antara orang-orang, satuan organisasi, dan kegiatan dalam
satuan-satuan yang memerlukan pengkoordinasian serta menentukan
sistem yang tepat untuk menjamin koordinasi yang tepat pula. 8.
Menjamin tingkat partisipasi yang tepat dalam perumusan dan operasi
sistem dan proses implementasi. 9. Menetapkan sistem informasi yang
tepat untuk menjamin pengukuran yang tepat dari prestasi menurut
standar sehingga dapat di ambil tindakan perbaikan. 10. Mengadopsi
program latihan untuk mengembangkan keterampilan teknis dan manajemen
yang diperlukan dalam implementasi. 11. Menjamin bahwa kepemimpinan
manajemen efektif dalam memotivasi dan membimbing organisasi dalam
penerapan kebijakan dan strategi sedemikian sehingga tercapai
tujuan-tujuan organisasi dengan cara yang paling efektif dan efisien.
EVALUASI DAN
PENGENDALIAN Bagian terakhir dari proses manajemen strategik adalah
evaluasi dan pengendalian. Evaluasi merupakan suatu tahap di mana
manajer mencoba menjamin bahwa strategi yang telah dipilih itu
terlaksana dengan tepat dan mencapai tujuan yang diharapkan. Jadi,
evaluasi strategi adalah proses di mana manajer membandingkan antara
hasil-hasil yang diperoleh dengan tingkat pencapaian tujuan. Secara
umum evaluasi mencakup empat hal utama, yaitu: 1. Menetapkan sasaran
prestasi kerja, standar, batas toleransi untuk tujuan, strategi, dan
rencana pelaksanaan. 2. Mengukur posisi yang sesungguhnva sehubungan
dengan sasaran pada suatu waktu tertentu. Jika hasilnva terletak di
luar batas tersebut maka perlu diambil tindakan perbaikan. 3.
Menganalisis penyimpangan dari batas toleransi yang dapat diterima.
4. Melaksanakan modifikasi jika dirasa perlu atau layak. Pengendalian
strategik merupakan pengendalian yang mengikuti strategi yang sedang
diimplementasikan, mendeteksi masalah atau perubahan yang terjadi
pada landasan pemikirannya, dan melakukan penyesuaian yang
diperlukan. Terdapat empat jenis utama dalam pengendalian strategi,
yaitu 1) pengendalian asumsi; 2) pengendalian implementasi; 3)
pengawasan strategi; dan 4) pengendalian peringatan khusus. Gambar 4.
Proses Manajemen Strategi
D. TUJUAN ORGANISASI
Pemahaman tentang tujuan organisasi sangat beraneka ragam, hal itu
disebabkan adanya latar belakang dan cara pandang yang berbeda-beda.
William F. Glueck memberikan definisi bahwa tujuan adalah hasil akhir
yang dicari atau dicapai organisasi dengan kemampuan dan
aktivitas-aktivitasnya. Sedangkan Philip Kotler dan Paul N. Bloom
memahami tujuan sebagai suatu sasaran organisasi yang dibuat khusus
sehubungan dengan besarnya waktu, dan siapa yang bertanggung jawab.
Pengertian yang sama juga diberikan oleh Sukanto Reksohadiprojo,
tujuan diartikan sebagai suatu yang ingin dicapai serta diinginkan
untuk dicapai. Dari pengertian tersebut di atas, maka jelaslah bahwa
yang dimaksud dengan tujuan organisasi adalah sesuatu yang ingin
dicapai dengan segala kemampuan yang dimiliki oleh organisasi
tersebut. Namun, masih banyak pembaca yang menggunakan
istilah-istilah seperti misi, strategi, kebijakan, dan taktik dalam
pengertian yang sama. Pada prinsipnya istilah-istilah tersebut
memiliki pengertian yang berbeda. Sesuatu yang ingin dicapai
organisasi itu disebut sebagai tujuan, sedangkan strategi diartikan
sebagai sebuah rencana dasar yang luas dari suatu tindakan organisasi
untuk mencapai tujuannya. Taktik adalah sarana operasi bagi
pelaksanaan sebuah strategi. Peranan dari penetapan tujuan organisasi
dapat memberikan beberapa fungsi sekaligus manfaat yang besar bagi
organisasi secara keseluruhan. Pertama, tujuan dapat berfungsi
sebagai landasan operasional bagi kegiatan organisasi. Kedua,
berfungsi sebagai tolok ukur atau pedoman dalam menilai keberhasilan
pelaksanaan organisasi. Sedangkan manfaat-manfaat yang diperoleh dari
penetapan tujuan adalah sebagai berikut: 1. Membantu memperkenalkan
atau menonjolkan eksistensi organisasi di mata pemerintah, konsumen,
dan masvarakat secara keseluruhan. 2. Membantu koordinasi dan
pembuatan keputusan 3. Membantu penilaian keberhasilan organisasi. 4.
Memisahkan proses perumusan dan implementasi strategi organisasi. 5.
Mendorong parapelaksana untuk berusaha keras agar tujuan itu
tercapai.
E. FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERUMUSAN TUJUAN Dalam menetapkan suatu tujuan, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor internal maupun yang mempengaruhi.
Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Tujuan-tujuan perusahaan
sebelumnya. Dalam menentukan tujuan organisasi pada masa yang akan
datang, faktor keberhasilan dari tujuan-tujuan sebelumnya perlu
dipertimbangkan. 2. Sumber-sumber ekonomi yang dimlliki perusahaan.
Semakin besar sumber ekonomi yang dimiliki oleh organisasi, akan
semakin bebas organisasi tersebut untuk menentukan tujuantujuannya.
Dibandingkan dengan organisasi kecil yang banyak bergantung pada
kekuatan-kekuatan lingkungan. 3. Sistem penilalan dari eksekutif
puncak. Salah satu dari kesulitan dalam menentukan arah bagi suatu
organisasi adalah memahami dampak perubahan dalam strategi bisnis
terhadap nilai-nilai dasar manajemen puncak, dan memahami hubungan
baru dengan pihak-pihak yang berkepentingan. 4. Kekuatan dalam
lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah pemegang saham, peraturan
pemerintah, pesaing, pemasok (supplier), organisasi karyawan, dan
sebagainva
F. JENIS-JENIS
TUJUAN ORGANISASI Ada beberapa tujuan yang biasanya menjadi pedoman/
arah dari hampir semua organisasi. Jenis-jenis tujuan yang dimaksud
bisa berupa finasial ataupun sosial. 1. Profitabilitas Kemampuan
semua organisasi untuk beroperasi dalam jangka panjang bergantung
pada pencapaian tingkat laba yang layak. Perusahaan yang dimanajemeni
secara baik mempunyai sasaran laba tertentu, biasanya dinyatakan
dalam bentuk laba per saham (earning per share, EPS) atau laba atas
saham (return on equity ROE). Organisasi yang memiliki pertumbuhan
profitabilitas yang balk akan semakin mudah menyesuaikan dengan
perubahan lingkungan, baik lingkungan eksternal maupun internal. 2.
Produktivitas Para manajer terus-menerus berusaha meningkatkan
produktivitas sistem mereka. Organisasi yang dapat meningkatkan
hubungan masukan-keluaran biasanva meningkatkan profitabilitas. Jadi,
organisasi hampir selalu merumuskan sasaran untuk produktivitas.
Tujuan produktivitas yang umum digunakan adalah jumlah produk yang
dihasilkan atau jumlah lavanan yang diberikan per unit masukan.
Tetapi, ada kalanya produktivitas dunyatakan dalam bentuk penurunan
biava yang diharapkan. Sebagai contoh, tujuan ditetapkan untuk
mengurangi jumlah produk rusak, untuk mengurangi jumlah keluhan
konsumen, atau untuk menekan jam lembur. 3. Posisi bersaing Salah
satu ukuran keberhasilan perusahaan adalah dominasi relatif di pasar.
Organisasi yang besar biasanya menetapkan suatu tujuan yang
menyangkut posisi bersaingnya, sering kali dengan menggunakan
penjualan total atau bagian pasar sebagai ukuran posisi bersaing.
Suatu tujuan yang menyangkut posisi bersaing mungkin menunjukkan
prioritas jangka panjang organisasi. Misalnya, organisasi menetapkan
tujuan dua tahun yang akan datang menempati posisi ketiga dalam pasar
sejenis. 4. Pengembangan karyawan Para manajer yakin bahwa
produktivitas terkait dengan loyalitas karyawan dan dengan perhatian
manajemen terhadap kesejahteraan karyawan. Oleh karena itu,
organisasi menetapkan tujuan untuk meningkatkan hubungan dengan
karyawan. Beberapa hasil dari tujuan seperti ini adalah program
keselamatan kerja, keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan,
dan sense of balancing karyawan terhadap organisasi. 5. Kepemimpinan
teknologi Organisasi harus memutuskan apakah akan memimpin atau
mengikuti pasar. Jika organisasi ingin memimpin pasar, maka
organisasi harus melakukan perubahan dan inovasi produk dan ini
memerlukan dukungan teknologi. Jika produk harus diubah atau
dimodifikasi maka organisasi mutlak harus mengembangkan teknologinya,
dan jika organisasi masih tetap menginginkan pasar maka organisasi
harus mempunyai kemampuan menyesuaikan dengan teknologi barunya.
Teknologi yang lebih baru umumnya akan meningkatkan produktivitas dan
efisiensi organisasi. Di samping itu, teknologi baru akan dapat
menghasilkan produk yang semakin berkualitas. 6. Tanggung jawab
sosial Organisasi menyadari tanggung jawab mereka terhadap pelanggan
dan masyarakat pada umumnya. Sesungguhnya banyak organisasi yang
berusaha lebih dari pada yang dituntut oleh pemerintah. Organisasi
tidak hanya berupaya mengembangkan reputasi dalam hal produk atau
jasa yang harganya wajar melainkan juga memantapkan diri sebagai
warga negara yang bertanggung jawab. Misalnya, mereka menetapkan
tujuan untuk menyediakan dana bagi kegiatan sosial dan kependidikan,
ikut berpartisipasi dalam meningkatkan prestasi olah raga dan upaya
pemberantasan kemiskinan.
G. MANAGEMENT BY
OBJECTIVES (MBO) Management by objective merupakan metode penetapan
tujuan secara partisipatif yang pertama kali dipopulerkan oleh Peter
Drucker melalui bukunva The Practice of Management (1954). MBO
merupakan metode formal atau semi formal yang dimulai dari penetapan
tujuan, pelaksanaan, dan kemudian diteruskan dengan evaluasi. Tujuan
utama MBO adalah mendorong partisipasi bawahan dan memperjelas serta
mengkomunikasikan tujuan, serta hasil yang diharapkan untuk mencapai
tujuan tersebut. Pada hakekatnya MBO menekankan pentingnya peranan
tujuan aalam perencanaan efektif. Prosedur yang tepat yang digunakan
dalam melaksanakan MBO berbeda-beda dari organisasi yang satu ke
organisasi yang lain dan dari unit ke unit. Tetapi, unsur pokok dari
penetapan sasaran, partisipasi dari bawahan dalam menetapkan sasaran,
dan umpan balik serta evaluasi biasanya merupakan bagian dari setiap
program MBO. Karangan ash dari Drucker dan tulisantulisan berikutnya
dari orang lain memberikan kontribusi dasar bagi tiga pedoman
pelaksanaan MBO, yakni: 1. Atasan dan bawahan saling bertemu dan
membahas sasaran yang jika dicapai akan memberikan kontribusi kepada
tujuan menyeluruh. 2. Atasan dan bawahan bersama-sama menetapkan
sasaran yang akan dapat dicapai bagi para bawahan mereka. 3. Atasan
dan bawahan saling bertemu pada waktu kemudian yang ditentukan
sebelumnya untuk mengevaluasi kemajuan -awahan dalam mencapai
sasaran. MBO dimulai dari asumsi terhadap manusia. Menurut teori X
dan Y dari Mc Gregor, manusia dapat dipandang dari dua jenis
karakteistik, yaitu X dan Y. Karakteristik X menganggap pada dasarnya
manusia tidak menyukai pekerjaan, dan karena itu harus dipaksa untuk
bekerja. Karakteristik Y menganggap pada dasarnya manusia suka
bekerja, ingin mencapai sesuatu, dapat mendorong, dan mengarahkan
diri sendiri. MBO dimulai dengan mengasumsikan bahwa manusia pada
dasarnya mempunyai karakteristik Y. MBO bertujuan memanfaatkan
karakteristik tersebut secara optimal dengan memberikan lingkungan
yang mendukung. Dalam perkembangannya, MBO memiliki programprogram
yang sangat bervariasi. Metode-metode dan pendekatanpendekatan yang
digunakan para manajer dalam program MBO akan berbeda-beda. Proses
MBO dimulai dari tujuan dan rencana organisasi secara keseluruhan.
Kemudian dari tujuan dan rencana tersebut manajer bertemu dengan
bawahan untuk mendiskusikan tujuan dan rencana yang lebih rendah
(untuk bawahan) yang ditujukan untuk mencapai tujuan dan rencana
organisasi tersebut. Diskusi dan kolaborasi penentuan tujuan dan
rencana tersebut berjalan melalui beberapa tahap. Pertama, manajer
mengkomunikasikan tujuan dan rencana organisasi kepada bawahan.
Kemudian bawahan dan manajer melakukan pertemuan. Bawahan dan manajer
bekerja sama menentukan tujuan dan rencana yang akan dicapai oleh
bawahan, yang akan menyumbang tujuan dan rencana organisasi secara
keseluruhan. Tujuan dan rencana diusahakan ditetapkan dalam bentuk
yang jelas, kuantifikasi rencana dan tujuan perlu dilakukan agar
dapat diverivikasi. Misalnya menetukan tingkat penguasaan pangsa
pasar sebesar 15% di atas dari periode sebelumnya. Dalam pertemuan
tersebut, manajer dapat memberikan kosultasi yang diperlukan agar
bawahan mampu menetapkan tujuan yang cukup menantang tetapi juga
masih realistis. Kemudian bawahan dialokasikan sumber daya yang
diperlukan untuk melaksanakan rencana dan tujuannya. Dalam tahap ini
partisipasi dalam penetapan tujuan dan komunikasi antara bawahan dan
manajer merupakan kunci penting. Setelah tujuan ditetapkan dan
disetujui, individu mempunyai keleluasan dalam pemilihan peralatan
untuk mencapai tujuan. Dengan batasan-batasan normal kebijaksanaan
organisasi, manajer harus bebas untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan program-program pencapaian tujuantujuan mereka
tanpa campur tangan atasannva langsung (otonomi). Aspek program MBO
mi secara khusus dihargai oleh manajer. Pada akhir periode, dilakukan
review dan evaluasi secara periodik. Review dan evaluasi periodik
tersebut kemudian diteruskan menjadi pertemuan MBO untuk periode
berikutnya. Akan lebih baik lagi apabila review periodik dilakukan
sebelum suatu periode berakhir. Kalau periode program adalah satu
tahun, maka dapat dilakukan review kuartalan. Apabila ada
penyimpangan, segera dapat dilakukan analisis untuk selanjutnva
dilakukan revisi. Managemen By Objektives bukan merupakan satusatunva
cara yang paling tepat untuk melakukan perencanaan, motivasi dan
pengawasan pada organisasi. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam
mengimplementasikan MBO membuat cara ini sedikit sulit dan memerlukan
proses yang lama. Akan tetapi, masih banyak organisasi yang
mempergunakan pendekatan MBO karena memberikan kegunaan vaitu
memberikan mekanisme penetapan tujuan dan evaluasi manajerial, serta
integrasi tujuan- tujuan pribadi dalam organisasi. Manfaat terpenting
dari MBO adalah mendorong motivasi karvawan. Agar pelaksanaan MBO ini
bisa berhasil dengan baik dan efektif, maka perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut; 1. Penetapan tujuan puncak. Program MBO yang
efektif dimulai dari manajemen puncak. Tujuan yang ingin dicapai
harus dinyatakan dengan jelas dan dapat diukur sehingga bawahan dapat
mengerti tujuan tersebut dan dapat mengerti apa yang diharapkan
darinya. Manajer dan bawahan harus bekerja sama mensikronkan rencana
bawahan dengan rencana serta tujuan manajemen puncak. Organisasi
dalam hal ini harus melatih para manajer dengan
keterampilan-keterampilan penetapan tujuan yang berguna dan terukur,
serta mengkomunikasikan secara efektif. 2. Komitmen manajemen puncak.
Suksesnya MBO memerlukan komitmen manajemen yang tinggi khususnya
komitmen dari manajemen puncak. Para manajer sering dihadapkan pada
berkurangnya kepercayaan dari para karyawan. Kondisi ini dimungkinkan
manakala manajer puncak tidak mampu menjaga sistem organisasi agar
tetap hidup dan berfungsi sepenuhnya. 3. Partisipasi. Kesadaran
manajer akan partisipasi bawahan dalam menetapkan tujuan bersama
dapat mengandung implikasi pengalokasian kembali kekuasaan. Manajer
tidak lagi bertindak otokratris dalam proses penetapan tujuan, akan
tetapi mendorong sepenuhnya keterlibatan dari karyawan. Dalam hal
ini, manajer harus bersedia melepaskan berbagai pengawasan langsung
terhadap bawahan dan mendorong bawahan untuk mengambil peranan lebih
efektif dalam perumusan dan pencapaian tujuan mereka sendiri. 4.
Review prestasi. Hasil-hasil yang telah dicapai harus ditinjau
kembali sehingga dapat memberikan umpan balik untuk memberikan input
perbaikan. 5. Komunikasi. Manajer dan bawahan melakukan komunikasi
yang insentif dalam proses penentuan tujuan. Manajer biasanya
mengkomunikasikan tujuan manajemen puncak, dan bawahan mendiskusikan
apa yang perlu disumbangkan untuk mendukung tujuan tersebut. Walaupun
MBO tampaknya cukup baik, tetapi dalam pelaksanaannya MBO tidak
selalu berjalan efektif. Tosi dan Carroll telah melakukan pengamatan
terhadap para manajer, dan mengemukakan kebaikan-kebaikan berbagai
program MBO. Beberapa keunggulan dari program MBO, antara lain: 1.
Membuat proses evaluasi lebih dapat disamakan melalui pemusatan pada
pencapaian tujuan tertentu. Hal ini memungkinkan para bawahan
mengetahui kualitas pekerjaan mereka dalam hubungannya dengan tujuan
organisasi. 2. Menciptakan komunikasi yang lebih baik antar manajer
dan bawahan. 3. Individu akan lebih terkonsentrasi perhatiannya pada
tujuan organisasi. 4. Memperjelas para individu tentang kegiatan apa
yang harus mereka lakukan. 5. Membantu dalam perencanaan dengan
membuat para manajer menetapkan tujuan dan sasaran. MBO memberikan
manfaat tidak hanya bagi organisasi secara keseluruhan, tetapi juga
memberikan manfaat pada individu itu sendiri. MBO akan memberikan
individu rasa keterlibatan dan pemahaman terhadap tujuan-tujuan
organisasi, di samping pemahaman bahwa mereka akan dievaluasi, tidak
dalam hal sifat-sifat pribadi atau atas dasar prasangka pimpinan,
tetapi bagaimana mereka mencapai tujuan yang telah ditetapkan mereka
sendiri. Akhirnya, MBO menuntun bawahan untuk lebih 72 Pengantar
Manajemen PRIYONO cenderung melakukan tanggung jawab dengan
bersemangat dan sukses dibanding yang lainnya. Di samping memberikan
kekuatan-kekuatan, MBO juga memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan
tersebut disebabkan oleh dua hal, vakni (a) kelemahan inheren dari
MBO. Kelemahan ini meliputi penggunaan waktu dan tenaga yang cukup
banyak yang diperlukan dalam proses MBO, pekerjaan administratif yang
banvak, dan kemampuan mempelajari MBO agar dapat menjadi teknik yang
efektif; (b) kelemahan yang berasal dari luar organisasi, yang secara
teoritis dapat dihilangkan, meliputi: 1. Perubahan dalam organisasi.
Kelemahan ini disebabkan ada nya struktur yang tidak mendukung, oleh
karena itu harus dihilangkan. Jika struktur tersebut masih ada, maka
untuk mencapai MBO yang efektif akan terhalang. Manajemen juga harus
mendukung proses perubahan tersebut. Ketidakmampuan manajemen untuk
melakukan perubahan akan membuat MBO tidak efektif. 2. Gaya
manajemen. Pendekatan yang otoriter dari seorang manajer tidak akan
mendukung terlaksananya MBO secara efektif. Manajer yang memiliki
gava seperti itu perlu dilatih kembali agar gava kepemimpinan lebih
sesuai dengan MBO. 3. Dukungan manajemen puncak. Kelemahan ini tampak
ketika bawahan tidak memperoleh dukungan penuh dari manajemen puncak
dalam pelaksanaan MBO, otonomi yang kurang, dan sumber daya yang
kurang dari manajemen puncak. 4. Koordinasi dan tujuan Yang sulit.
Penetapan tujuan yang cukup menantang tetapi realistis bukan
merupakan pekerjaan yang mudah. Permasalahan akan selalu muncul dalam
penetapan tujuan yang dapat di ukur. Kesulitan lain adalah
menyeimbangkan antara tujuan individu dan tujuan organisasi.
Kesulitan ini menyebabkan MBO berjalan tidak efektif 5. Kompensasi
yang tidak memadai. Setiap prestasi yang di peroleh karyawan harus
diberi kompensasi yang memadai. Tetapi manajer sering kali menetapkan
tujuan yang rendah atau mudah dicapai dan tidak menantang dengan
maksud agar target yang ditetapkan dapan dicapai dengan mudah. Cara
seperti itu tentunya tidak akan mendukung MBO yang efektif. 6.
Keterampilan hubungan manusiawi. Proses penetapan tujuan dan
peninjauan kembali manajer dan bawahan memerlukan suatu tingkat
keterainpilan tinggi dalam hubungan-hubungan antar pribadi. Banyak
manajer tidak memiliki pengalaman maupun kemampuan dasar dalam
hubungan manusiawi. Oleh karena itu latihan dalam pembimbingan dan
wawancara mungkin diperlukan. 7. Kurangnya kerja sama antar bagian.
Bagian-bagian dalam organisasi memiliki satu kesatuan yang mengikat,
di mana satu bagian akan bisa berhasil kalau didukung bagian lainnya.
Sebaliknya, prestasi satu bagian akan terhambat kalau bagian lain
tidak memberikan dukungan yang kuat seperti yang diharapkan
PERTANYAAN DISKUSI
1. Masing-masing tingkatan (hierarki) dalam manajemen memiliki tugas
dan fungsi yang berbeda-beda. Anda diminta untuk menunjukkan dua
contoh perusahaan yang tergolong dalam bisnis tunggal (satu
perusahaan) dan bisnis majemuk (memiliki anak perusahaan). Bagaimana
implementasi dari strategi untuk masing-masing fungsi yang ada. 2.
Lakukan kajian analisis lingkungan terhadap organisasi dimana Anda
berada. Tunjukkan dimana letak kekuatan, kelemahan, peluang dan
acamanya. 3. Tunjukkan beberapa contoh dari pernvataan misi
perusahaan. dan apa yang diharapkan dari misi tersebut?
BAB
VI MOTIVASI
Dalam
bab VI disajikan beberapa materi tentang motivasi sebagai berikut:
A.
Pengertian Motivasi
B.
Teori-teori Motivasi
C.
Hubungan desain pekerjaan dengan motivasi.
D.
Hubungan Motivasi dengan Upah.
E.
Sistim balas jasa yang efektif untuk Motivasi pekerja.
F.
Pengembangan insentif dalam memotivasi pekerja.
A.
Pengertian Motivasi Motivasi sering, diartikan dengan istilah
doronoan, yang berarti tenaga yang menggerakkan jiwa dan jasmani
untuk berbuat, sehingga motif merupakan “driving force”
seseorang, untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Setiap
orang mempunyai motif diri yang tentu bisa berbeda antara orang yang
satu dengan yang lainnya. Hal dapat diuraikan dengan adanya ciri-ciri
motif individu sebagai berikut : Motif itu majemuk, artinya bahwa
sesuatu perbuatan tidak hanya mempunyai satu tujuan, namun multi
tujuan yang herlangsung bersama-sama. Motif dapat beruhah-ubah,
maksudnya motif pada seseorang sering mengalami perubahan karena
keinginan manusia dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhannya.
Motif berbeda antar individu, hal ini berarti motif sebagai kekuatan
atau dorongan seseorang melakukan tindakan atau bertingkah laku, maka
akan dapat berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya.
Motif individu bersifat komplek, artinya pada diri individu akan
didapati beberapa atau banyak motif diri untuk melakukau tindakan.
Dari motif yang banyak tersebut akan saling herinteraksi pada diri
individu, sehingga akan nampak adanya motif yang komplek pada diri
seseorang. Macam-macam Motif Individu dapat dibedakan sebagai berikut
: Murray : Membedakan motif kedalam 2 macam yaitu motif primer dan
motif sekunder. Motif primer adalah motif individu yang bersifat
bawaan (biologis) atau merupakan motif dasar yang ada pada diri
individu dan berhuhungan dengan kebutuhan jasmani untuk kelangsungan
hidupnya. Sedang motif sekunder adalah merupakan motif yang timbul
karena pengaruh lingkungan eksternal artinya motif yang muncul karena
adanya interaksi dengan li.ngkungannya. Keypers: Membedakan motif
menjadi: motif biologik, motif sosiologik dan motif teologik. Motif
biologik adalah merupakan motif yang berhuhungan dengan kebutuhan
unutk kelangsungan hidup seseorang sebagai organisme. Sedang motif
sosiologik adalah motif untuk mengadakan hubungan atau kebutuhan yang
berkaitan keinginan berinteraksi dengan individu lainnya, dan motif
teologik adalah motif yang mendorong individu untuk mengadakan
hubungan dengan “Sang Pencipta” atau Tuhan. Dari perbedaan
tersebut kiranya dapat dirumuskan lebih sederhana bahwa motif
individu akan terdiri dari motif yang berkaitan dengan kepentingan
dasar untuk hidup dan kelangsungannya, motif untuk berkomunikasi dan
berinterksi dengan sesamanya dan motif untuk berbuat dan bertindak
dalam rangka pengabdian semata-mata mewujudkan syukur dan taqwanya
kepada “sang pencipta” yaitu allah SWT. B. Teori-teori Motivasi
1. MOTIVASI INDIVIDU Motivasi menurut Hedjrahman Ranupandojo dan Suad
Husnan adalah proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar
melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dengan demikian motif yang ada
pada individu perlu dirangsang/didorong/dimotivisir, agar individu
tersebut dengan motif yang ada pada dirinya dapat, melakukan tindakan
atau kerja yang positif, sehingga motifirya terpenuhi dan kebutuhan
organisasi perusahaan juga terpenuhi. Berbicara tentang motivasi
kerja individu terdapat 3 hal pokok pertanyaan yang diajukan yaitu :
apa yang menjadi penggerak atau sumber tingkah laku seseorang
itu? apa yang mengarahkan atau mengatur tingkah laku seseorang
itu? bagaimana tingkah laku itu dipertahankan. Untuk memberikan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut salah satu teori yang
dapat dibahas adalah “teori keputusan” atau “Content Theory”.
Teori akan mencoba men .jawah pertanyaan-pertanyaan: kebutuhan apa
yang diinginkan seseorang untuk diptiaskan dan kebutuhan apa yang
mendorong mereka untuk bertindak. Teori keputusan ini menvatakan
bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri, yang
rnenyebahkan pada dirinya terdorong dan dimotovisir serta mereka
bertindak dan bertingkah laku untuk memenuhinya. Membahas teori
keputusan ini akan banyak menguraikan teori-teori Maslow, Mc Gregor,
Herzberg, serta nama-nama lainnya. 2. TEORI KEBUTUHAN MASLOW Menurut
Abraham 11. Maslow untuk memutuskan tindakan atau perilaku seseorang
terdapat pada hirarki kebutuhan dengan 3 macam asumsi dasar teorinya,
yaitu : 1. Manusia merupakan makhluk yang selalu membutuhkan sesuatu
yaitu keinginan untuk memuaskan berbagai tujuan. Kebutuhan yang tidak
terpenuhi akan mempengartihi tingkah laku, akan tetapi kebutuhan yang
terpenuhi tidak akan memotivisir untuk bertingkah laku sesuai dengan
kebutuhannya. 2. Kebutuhan seseorang diatur secara hertingkat dan
atau berurutan dari yang paling dasar sampai yang paling tinggi. 3.
Kebutuhan seseorang bergerak dari tingkat yang paling bawah ke
tingkat berikutnya setelah kebutuhan tingkat yang paling hawah
terpenuhi secara maksimal Hirarki (tingkatan) kebutuhan seseorang
yang akan menggerakkan tingkah lakunya dapat digambarkan seperti
berikut : Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan seseorang yang
paling utama, karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup
dan kehidupan, seperti kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian dan
tempat tinggal. Selama kebutuhan ini belum terpenuhi, maka mereka
akan terdorong bekerja keras untuk memenuhinya. Kebutuhan rasa aman
akan menjadi pendorong berikutnya manakala kebutuhan fisiologis telah
terpenuhi. Kebutuhan rasa aman ini adalah kebutuhan berkaitan dengan
keamanan secara ekonomi dan sosial, artinya mereka memerlukan rasa
aman terhadap ancaman kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Bagi
seseorang yang kehilangan pekerjaan akan menanggung rasa aman ekonomi
(penghasilan) dan rasa aman sosial (pengangguran). Setelah kebutuhan
rasa aman tercapai, maka individu membutuhkan komunikasi dan
interaksi kelompok dengan pergaulan yang menyenangkan dan terciptanya
rasa kerja sama yang baik. dengan demikian akan rasa hormat
menghormati dan rasa kasih sayang antar individu dapat tercipta.
Kebutuhan penghargaan, yaitu keinginan dan kebutuhan seseorang untuk
mendapat penghargaan atas prestasi kerja yang telah dicapainya.
Mereka akan melaksanakan pekerjaan dengan baik walaupun pekerjaan
tersebut dirasa sulit, berat maupun penuh resiko, semata-mata hendak
memperoleh penghargaan dari pimpinannya. Kebutuhan aktualisasi diri,
rnaksudnya adalah kebutuhan yang berkaitan dengan keinginan lebih,
keinginan maju maupun keinginan menjadi orang “ter”. Kebutuhan
ini merupakan tingkatan terakhir dari hirarki kebutuhan, dan memang
kebutuhan ini menjadi pendorong yang kuat bagi mereka vang bekerja
telah “mapan” dalam arti semua kebutuhan yang lainnya sudah
terpenuhi. Melihat berbagai kebutuhan yang menjadi tujuan setiap
individu, maka seorang pemimpin organisasi perusahaan harus berusaha
mencari dan memenuhi kebutuhan tersebut untuk dapat memacu mereka
bekerja secara baik dan maksimal. Programprogram yang dapat
dilaksanakan misalnya: pemberian upah dan kesejahteraan material,
adanya aturan pensirm (tunjangan hari tua), asuransi
kesehatan/kecelakaan, pembentukanpembentukan kelompok kerja,
pertemuan-pertemuan informal, pujian-pujian dan
penghargaan-penghargaan maupun programprogram peningkatan
pengetahtran/keterampilan dan lain sebagainya. Kesemuanya ini usaha
dari kepemimpinan untuk mendorong seseorang melakukan tindakan atau
pekerjaan agar dapat terpenuhi segala tingkatan kebutuhannya, dengan
pengharapanpara bawahan akan bekerja secara baik dan berprestasi. 3.
TEORI X DAN TEORI Y MC GREGOR Teori ini dikembangkan berdasarkan
penelitian psikologis, dengan konsepsi awalnya bahwa manusia
mempunyai sifat-sifat yang saling bertentangan yang ekstrim, misal
pada diri seseorang akan bertingkah laku lemah lembut, penyanyang,
simpatik, penurut dan lainnya. Namun pada saat lain manusia juga
dapat bertingkah laku kasar, membenci, suka mengganggu dan lain
sebagainya. Dari dua sisi sifat ini lalu dikembangkan menjadi 2 teori
yaitu teori x dan teori y. Penelitian yang dilakukan pada
manajer-manajer “tradisional”, maka diperoleh hasil bahwa mereka
para manajer tradisional bekerja berdasarkan kerangka konsep yang
merupakan titik ekstrim negatif dengan kata lain mereka menggunakan
teori x. Manajer yang menggunakan teori x memandang bawahan sebagai
memiliki ciri-ciri (sifat) sebagai berikut : - pada umumnya mereka
(orang) tidak suka bekerja, untuk itu sedapat mungkin mereka
menghindari pekerjaan. - mereka (orang bawahan) tidak senang
diarahkan - mereka lebih senang menghindari tanggungjawab - mereka
tidak mempunyai ambisi - mereka mempunyai sifat pasif Untuk
kesemuanya itu maka manajer harus melakukan tindakan dalam
memanfaatkan bawahan dengan perlakuan : Mereka perlu dipaksa
bekerja dengan berbagai peraturan ketat. Mereka perlu diperintah
dan diancam. Mereka perlu diawasi secara ketat. Dan lain
sebagainya yang membuat bawahan untuk dapat melakukan pekerjaan dan
tanggungjawabnya. Pada sisi lain Gregor mencoba meneliti lebih lanjut
pada para manajer modern, yang diperoleh gambaran bahwa mereka sudah
melakukan pendekatan yang lain yang lebih positif yang merupakan
kebalikan dari pendekatan dengan teori x, yaitu mereka menggunakan
teori y. Menurut teori v maka para manajer memandang para bawahannya
memiliki ciri-ciri (sifat) sehagai herikut : Mereka akan
menghindari adanya “titre clocks”. Menghindari adanya
peraturan dan pengawasan yang ketat. Mereka bekerja berdasarkan
sasaran (manajemen objective) Pengambilan keputusan secara
demokratis. Dalam bekerja dengan bawahan mengutamakan
partisipasi. Mereka melakukan usaha penyusunan “job enrichment”
yang jelas. 4. TEORI DUA FAKTOR HERZBERG Telah dua ahli yang membahas
dari hasil studinya tentang permasalahan “motivasi” yaitu Maslow
dan Gregor, maka dalam membicarakan tentang motivasi perlu juga
membahas teori 2 faktor Herzberg. Teori mengemukakan bahwa didalam.
setiap pekerjaan terdapat dua kelompok faktor yang menentukan. Kedua
faktor tersebut adalah “Maintenance Factors” dan “Motivator
Factors”. Pendekatan dua faktor tersebut didasarkan pada prinsip
teori ini, bahwa pada diri individu ada faktor-faktor yang
menyebabkan mereka sangat menyenangi pekerjaan dan faktorfaktor yang
menyebabkan mereka tidak menyenangi pekerjaan. Maintenance Factors
yang sering disebut istilah lain yaitu Hygiene Factor. Faktor ini
menguraikan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan usaha
Pemeliharaan hidup individu. Faktor hygiene ini mencakup kebutuhan
pokok individu yang diharapkan dapat diperoleh dari suatu pekerjaan.
Faktor-faktor tersebut seperti: adanya gaji yang layak, kondisi kerja
yang sesuai dan memadai, rasa keamanan kerja dan adanya tunjangan
tambahan, hubungan antar pribadi dan lain sebagainya. Menurut hasil
penelitian Herzberg terdapat 10 faktor pemeliharaan (hygiene) yaitu :
1. Kebijakan dan administrasi. 2. Supervisi teknisi. 3. Hubungan
pribadi dengan supervisor. 4. Hubungan pribadi dengan teman sejawat.
5. Hubungan pribadi dengan bawahan. 6. Gaji. 7. Keamanan kerja. 8.
Kehidupan pribadi. 9. Kondisi kerja. 10. Status. Menurut
teoriHerzberg ini pula, dinyatakan bahwa faktorfaktor hygiene
tcrsebut merupakan faktor-faktor yang sangat vital dan harus dipenuhi
terlebih dahulu sebelum mereka dimotivisir. Dengan adanya
faktor-faktor tersebut dipenuhi, maka akan didarat situasi yang
menyenangkan maupun dapat memberikan kepuasan pada setiap individu
yang bekerja. Dari rasa puas dan senang tersebut, maka individu akan
mudah dimotivasi. Motivator factors adalah factor-faktor yang dapat
memberikan motivasi pada individu melakukan pekerjaan, sehingga pada
dasarnya faktor motivasi ini akan memberikan jawaban atas pertanyaan
faktor-faktor apakah yang benar-benar dapat memotivikasi seseorang
(individu). Herzberg mengajukan 6 faktor yang dapat memotivikasi
seseorang sehingga mereka bersedia melakukan suatu pekerjaan.
Faktor-faktor tersebut adalah : Hasit yang membahagiakan
Penghargaan Kemajuan Pekerjaan itu sendiri Kemimgkinan
berkemhang Tanggung jawab Secara garis. besar menurut teori I
lerzberg im, faktor yang henar benar dapat mernotivikasi seseorang
adalah falaor yang berhubungan dengan pekcrjaan itu sendiri: 5. JENIS
DAN BENTUK MOTIVASI Motivasi yang diberikan pada individu dapat
terbagi menjadi 2 jenis motivasi yaitu motivasi positif dan motivasi
negatif. Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi
orang lain agar mereka dapat melakukan sesuatu pekerjaan seperti yang
kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan
“hadiah”. Dari pengertian tersebut, maka jikalau seorang pemimpin
mencoba merangsang dan mempengaruhi bawahannya untuk melakukan suatu
tugas pekerjaan dengan baik, kiranya diperlukan perangsang berupa
penghargaan atau incentive dan bentuk lain baik bersifat material
maupun inmaterial. Motivasi negatif tnerupakan proses inempegaruhi
orang lain untuk melaksanakan suatu tugas pekerjaan sesuai dengan
yang kita harapkan dengan menggunakan pendekatan kekuatan kektiasaan,
artinya bahwa agar bawahan mau dan rnelaksanakan pekeijaan dengan
baik, seorang pemimpin menggunakan kedudukan dan kekuasaannya untuk
“menakuti” bawahan, sehingga dengan kekuatan ketakutan tersebut
akan dapat mendorong bawahan melaksanakan pekerjaannya. Kekuatan
menakuti tersebut misalnya, sebuah ancaman dari pemimpin yang
nianyatakan bahwa tidak melaksanakan pekeljaan dengan baik maka
mereka akan dapat kehilangan uang incentive atau akan
dipindahtugaskan dan lain sebagainya. Bawahan yang merasa memperoleh
ancaman tersebut dengan sendirinya dalam rangka mempertahankan
kebutuhan hidup dan alau kedudukannya, maka akan melaksanakan
pekerjaan yang menjadi tugasnya sestiai dengan kehendak pernimpinnya.
Dari tinjauan bentuk-bentuk motivasi, maka bentuk motivasi yang
positif dapat berupa : Penghargaan atas pekeijaan yang baik
Pengarahan, pernbinaan dan pengendalian dari atasan yang “sehat”
atau “menyenangkan” Diberikannya pola kerja yang terarah dan
efektif bagi bawahan untuk melaksakan pekerjaan Pemberian
perhatian yang sepadan dari atasan kepada bawahannya sebagai seorang
individu Adanya informasi dan komnnikasi yang lancar baik dari
atasan ke bawahan dan sebaliknya maupun antar sesama bawahan
Penciptaan suasana persaingan yang “sehat” dan partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan Pemberian kompensasi dan
incentive baik berupa uang maupun barang dengan pendekatan kelayakan
dan keadilan Dan lain sebagainya Sedang motivasi yang negatif
misalnya:adanya peraturan yang ketat, pengawasan yang ketat, adanya
ancaman keamanan baik terhadap aspek ekomnomis maupun sosial kepada
bawahan, kebijakan yang outhoriter dan “kaku” dan lain
sebagainya. Teori Prestasi (Achievement) dari McClelland Teori ini
mengklasifikasi motivasi berdasarkan akibat suatu kegiatan berupa
prrstasi yang dicapai, termasuk juga dalam brkerja. Dengan kata lain
kebutuhan berprestasi merupakan motivasi dalam pelaksanaan pekerjaan.
Dalam hubungannya dengan Teori Maslow, berarti motivasi ini terkait
dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi, terutama kebutuhan
aktualisasi diri dan kebutuhan akan status dan kekuasaan. Kebutuhan
ini memerlukan dan mengharuskan seseorang pekerja melakukan kegiatan
belajar, agar menguasai ketrampilan/keahlian yang memungkinkan
seorang pekerja mencapai suatu prestasi. Berikutnya jika dihubungkan
dengan teori dua faktor, jelas bahwa prestasi termasuk klasifikasi
faktor sesuatu yang memotivasi (motivasi dalam m3laksanakan
pekerjaan. Implementasinya di lingkungan sebuah perusahaan, antara
lain sebagai berikut : a. Para pekerja terutama manajer dan tenaga
kerja kunci produk lini, menyukai memikul tanggung jawab dalam
bekerja, karena kemampuan melaksanakannya merupakan prestasi bagi
yang bersangkutan. b. Dalam bekerja yang memiliki resiko kerja, para
pekerja menyukai pekerjaan yang berisiko lunak (moderat). Pekerjaan
yang beresiko tinggi dapat mengecewakannya, karena jika gagal berarti
tidak atau kurang berprestasi. Sebaliknya juga kurang menyukai
pekerjaan yang beresiko rendah atau tanpa resiko, yang dapat
mengakibatkan pekerjaan tersebut diklasifikasikan tidak/kurang
berprestasi, baik berhasil maupun gagal melaksanakannya. c. Pekerja
yang berprestasi tinggi menyukai informasi sebagai umpan balik,
karena selalu terdorong untuk memperbaiki dan meningkatkan
kegiatannya dalam bekerja. Dengan demikian peluangnya untuk
meningkatkan prestasi kerja akan lebih besar. d. Kelemahan yang dapat
merugikan adalah pekerja yang berprestasi lebih menyukai bekerja
mandiri, sehingga kurang positif sebagai manajer. Kemandirian itu
dimaksudkan untuk menunjukkan prestasinya. mungkin lebih baik dari
pekerja yang lain. Teori Penguatan (Reinforcement) Teori ini banyak
dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam proses belajar, dengan
mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum Ganjaran Law of effect)”.
Hukum itu mengatakan bahwa suatu tingkah laku yang mendapat ganjaran
menyenangkan akan mengalami penguatan dan cenderung untuk diulangi.
Misalnya setiap memperoleh nilai baik dalam belajar mendapat pujian
atau hadiah, maka cenderung untuk dipertahankan dengan mengulangi
proses belajar yang pernah dilakukan. Demikian pula sehaliknya suatu
tingkah laku yang tidak mendapat ganjaran, tidak akan mengalami
penguatan, karena cenderung tidak diulangi, bahkan dihindari.
Berdasarkan uraian di atas jelas hahwa penguatan (reinforcement) pada
dasarnya berarti pengulangan kegiatan karena mendapat ganjaran.
Ganjaran selain berbentuk material, dapat pula yang bersifat non
material. Ganjaran berarti juga pemberian insentif. Oleh karena itu
teori ini sering disebut “teori insentif.” Di samping itu teori
ini bersumbe juga dari teori tingkah laku berdasarkan hubungan antara
Perangsang dan Respons (Stimulus-Respons atau S-R Bond). Suatu
perangsang yang diiringi dengan suatu persyaratan, cenderung untuk
diiringi dengan respon yang tetap. Dengan kata lain suatu perangsang
yang dikondisikan sebabai suatu persyaratan, akan mendapat respons
yang sama atau respons yang diulang, sehingga sering terjadi meskipun
perangsangnya tidak ada tetapi persyaratannya dimunculkan, maka
respons yang sama akan dilakukan. Sehubungan dengan itu teori ini
disebut juga teori “operasional bersyarat.” Contoh sederhana dari
kegiatan ini terlihat pada hewan seperti lumbalumba, yang mendapat
insentif ikan kecil untuk dimakan, setiap kali berhasil melompati
lingkaran api di atas kolamnya. Demikian juga dari percobaaan Pavlov
dengan seekor anjing yang dibedah kantong kelenjar air liurnya.
Setiap kali diberi makan dibuat kondisi bersyarat dengan menghidupkan
lampu merah, dan air liurnya keluar. Setelah berulang kali dilakukan,
air liurnya tetap keluar jika lampu merah dinyalakan, meskipun tanpa
diberi makanan. Implementasi teori ini di lingkungan sebuah
organisasi/ perusahaan mengharuskan para manajer mampu mengatur cara
pemberian insentif dalam memotivasi para pekerja, agar melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien. Dengan kata
lain insentif yang diberikan harus diupayakan mampu mewujudkan
penguatan bagi kegiatan pelaksanaan pekerjaan yang efektif dan
efisien. Untuk itu insentif sehagai perangsang, agar menghasilkan
respons pelaksanaan pekerjaan yang diulang atau bersifat penguatan,
harus diberikan dengan persyaratan operasional antara lain berupa
persyaratan kreativitas, produktivitas, prestasi dan lain-lain. Teori
Harapan (Expectancy) Teori ini berpegang pada prinsip yang
mengatakan: “terdapat hubungan yang erat antara pengertian
seseorang mengenai suatu tingkah laku, dengan hasil yang ingin
diperolehnya sebagai harapan.” Dengan demikian berarti juga harapan
merupakan energi penggerak untuk melakukan suatu kegiatan, yang
karena terarah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan disebut
“usaha.” Usaha di lingkungan para pekerja dilakukan berupa
kegiatan yang disebut bekerja, pada dasarnya didorong oleh harapan
tertentu. Usaha yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu
dipengaruhi oleh jenis dan kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang
diwujudkannya berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja. Berdasarkan
jenis dan kualitas keterampilan/keahlian dalam bekerja akan diperoleh
hasil, yang jika sesuai dengan harapan akan dirasakan sebagai
ganjaran yang memberikan rasa kepuasan. Implementasinya di lingkungan
sebuah perusahaan dapat dilakukan sebagai berikut: a. Manajer perlu
membantu para pekerja memahami tugastugas/pekerjaannya, dihubungkan
dengan kemampuan atau jenis dan kualitas keterampilan/keahlian yang
dimilikinya. b. Berdasarkan pengertian itu, manajer perlu membantu
para pekerja agar memiliki harapan yang realistis, yang tidak
Berlebih-lebihan. Harapannya tidak melampaui usaha yang dapat
dilakukannya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. c. Manajer
perlu membantu para pekerja dalam meningkatkan
keterampilan/keahliannya dalam bekerja, yang dapat meningkatkan
harapannya, dan akan meningkatkan pula usahanya melalui pelaksanaan
pekerjaan yang semakin efektif dan efisien Pada halaman berikut ini
diketengahkan diagram Teori Harapan, untuk memperjelas maksud
uraian-uraian di atas. Teori Tujuan sebagai Motivasi Dalam bekerja
tujuan bukan harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat subyektif
dan berbeda-beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada unit
kerja atau perusahaan yang sama. Tujuan bersumher dari Rencana
Strategik dan Rencana Operasional organisasi/perusahaan, yang tidak
dipengaruhi individu dan tidak mudah berubah-ubah. Oleh karena itu
tujuan bersifat obyektif. Setiap pekerja yang memahami dan menerima
tujuan organisasi/peruashaan atau unit kerjanya, dan merasa sesuai
dengan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam
mewujudkannya. Dalam keadaan seperti itu tujuan akan berfungsi
sebagai motivasi dalam bekerja, yang mendorong para pekerja memilih
alternative cara bekerja yang terbaik atau yang paling efektif dan
efisien. Implementasi dari teori ini dilingkungan suatu perusahaan
dapat diwujudkan sebagai berikut : a. Tujuan unit kerja atau tujuan
organisasi/perusahaan merupakan fokus utama dalam bekerja. Oleh
karena itu para manajer perlu memiliki kemampuan merumuskannya secara
jelas dan terinci, agar mudah dipahami pekerja. Untuk itu para
manajer perlu membantu pekerja jika mengalami kesulitan memahami dan
menyesuaikan diri dengan tujuan yang hendak dicapai. b. Tujuan
perusahaan menentuakan lingkan intensitas pelaksanaan pekerjaan,
sesuai dengan tingkat kesulitan mencarinya. Untuk itu para manajer
perlu merumuskan tujuan yang bersifat menentang, sesuai dengan
kemampuan pekerja yang ikut serta mewujudkannya. Gambar 32. Teori
Harapan dalam Motivasi Pekerja c. Tujuan yang sulit menimbulkan
kegigihan dan ketekunan dalam usaha mencapainya, melebihi dari tujuan
yang mudah mencapainya. Untuk itu para manajer perlu menghargai para
pekerja yang berhasil mewujudkan tujuan unit kerja atau perusahaan
yang sulit mencapainya. Dari uraian-uraian di atas dapat disimpukan
bahwa fungsi motivasi bagi manusia termasuk pekerja adalah sebagai
berikut : a. Motivasi berfungsi sebagai energi atau motor penggerak
bagi manusia, ibarat bahan bakar pada kendaraan. b. Motivasi
merupakan pengatur dalam memilih alternatif di antara dua atau lebih
kegiatan yang bertentangan. Dengan memperkuat suatu motivasi, akan
memperlemah motivasi yang lain, maka scseorang hanya akan melakukan
satu aktivitas dan mcninggalkan aktivitas yang lain. c. Motivasi
merupakan pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas. Dengan
kata lain setiap orang hanya akan memilih dan berusaha untuk mencapai
tujuan, yang motivasinya tinggi dan bukan mewujudkan tujuan yang
lemah motivasinya. Sehubungan dengan uraian-uraian di atas, sccara
sederhana dapat dibedakan dua bentuk motivasi kerja. Kedua bentuk
tersebut adalah sebagai berikut : 1. Motivasi Intrinsik. Motivasi ini
adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai
individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/makna
pekerjaan yang dilaksanakannya. Dcngan kata lain motivasi ini
bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi
kebutuhan, atau menyenangkan, atau memungkinkan mencapai suatu
tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu yang positif di
masa depan. Misalnya pekerja yang bekerja secara berdedikasi
semata-mata karena merasa memperoleh kesempatan untuk
mengaktualisasikan atau mewujudkan realisasi dirinya secara maksimal.
2. Motivasi Ekstrinsik. Motivasi ini adalah pendorong kerja yang
bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, bcrupa suatu
kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal.
Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang
tinggi, jahatan/posisi yang terhormat atau memiliki kekuasaan yang
bcsar, pujian, hukuman dan lain-lain. Di lingkungan suatu
organisasi/pcrusahaan terlihat kecenderungan penggunaan motivasi
ekstrinsik lebih dominan daripada motivasi intrinsik. Kondisi itu
terutama disebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan kesadaran dari
dalam diri pekerja, sementara kondisi kerja di sekitarnya lebih
banyak menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat
dipenuhi dari luar dirinya. Dalam kondisi seperti tersebut di atas,
maka diperlukan usaha mengintegrasikan teori-teori motivasi, untuk
dipergunakan secara operasional di lingkungan organisasi/perusahaan.
Bagi para manajer yang penting adalah cara memberikan makna semua
teori yang telah diuraikan di atas, agar dapat dipergunakan secara
operasional/praktis dalam memotivasi para bawahannya. Di antaranya
adalah dalam bentuk pemherian ganjaran yang cenderung paling banyak
dipergunakan. Dalam rangka memotivasi para pekerja, setidak-tidaknya
terdapat 3 tanggung jawab utama seorang manajer. Ketiga tanggung
jawab itu adalah: a. Merumuskan batasan pelaksanaan pekerjaan
bawahannya. Dalam rumusan tersebut harus jelas jenis/jumlah
(kuantitatif) dan bobot (kualitatif) tugas-tugas yang menjadi
wewenang dan tanggung jawah setiap bawahannya. b. Menyediakan dan
melengkapi fasilitas untuk pclaksanaan pekerjaannya, agar bagi
pekerja yang memiliki motivasi kerja tinggi tidak menjadi hambatan
untuk melaksanakannya secara maksimal. c. Memilih dan melaksanakan
cara terbaik dalam mendorong atau memotivasi pelaksanaan pekerjaan
para bawahannya. Ketiga tanggung jawah dapat digambarkan sebagai
berikut : Gambar 3.3 Tanggung jawab manajer dalam memotivasi pekerja
Pembatasan atau mendefinisikan pekerjaan Setiap manajer harus mampu
merumuskan batasan atau mendeskripsikan mengenai apa yang
diharapkannya dari para pekerja dalam melaksanakan tugas
masing-masing. Deskripsi itu harus diorientasikan pada pelaksanaan
pekerjaan yang efektif secara berkelanjutan untuk semua pekerja.
Deskripsi volume dan beban kerja secara inelividual, itu, sumbernya
dapat diperoleh dari Deskripsi Pekerjaan/Jabatan sebagai hasil
Analisis Pekerjaan/Jabatan dan dari Standar Pekerjaan sebagai Tolok
Ukur datum Penilaian Karya. Di dalam kedua sumber tersebut selalu
terdapat tiga elemen berupa Rumusan Tujuan Pekerjaan/Jabatan. Cara
mengukur/menilai pelaksanaan pekerjaan dan Beban tugas (kuantitatif
dan kualitatif) suatu pekerjaan/jabatan. Untuk kepentingan memberikan
motivasi, tujuan pekerjaan hanya dapat dimanfaatkan jika jelas
kaitannya dengan keuntungan yang hendak di capai, pelanggan/konsumen
yang menjadi obyek pemasaran, bidang bisnis yang dilaksanakan,
pertumbuhan bidang bisnis yang diprediksi, kondisi pekerja, manajemen
yang dijalankan dan kondisi masyarakat serta bangsa dan Negara yang
dihadapi. Semua komponen itu merupakan kerangka dasar yang
mempengaruhi bisnis yang berorientasi pada tujuan. Perumusan tujuan
harus bersifat operasional, agar dapat membedakan pekerja yang
sukes/berhasil atau gagal dalam melaksanakan pekerajan, sebelum dan
sesudah mendapat motivasi tertentu. Dengan tugas, terutama berupa
tugas-tugas regular. Kondisi itu dapat berarti sebaliknya bahwa
motivasi akan dating diberikan apabila tugastugas para pekerja
terarah pada pencapaian tujuan organisasi/ perusahaan. Dengan kata
lain perumusan tujuan pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat seperti
disebutkan diatas, akan mampu memotivasi pekerja dalam meningkatkan
kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya. Fasilitas Pelaksanaan Pekerjaan Fasilitas tidak sekedar
berarti peralatan kerja yang menjadi tanggung jawab manajer untuk
pengadaannya. Fasilitas yang menjadi tanggung jawab manajer terscbut,
yang terpenting di antaranya adalah usaha dalam mengeliminasi
hambatanhambatan yang menganggu kelancaran pekerjaan. Di samping itu
fasilitas juga berarti tersedianya pekerja yang berkualitas, yang
tergantung pada kemampuan melakukan seleksi pada waktu penerimaan
pekerja. Ketiga aspek sebagai fasilitas kerja tersebut di atas secara
lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Menghindari dan
mencegah atau mengeliminir hambatanhambatan. Beberapa hambatan
pelaksanaan pekerjaan yang harus dieliminasi oleh manajer sehagai
fasilitas kerja antara lain berupa ketidakmampuan memelihara
peralatan secara layak, menunda-nunda memberikan pembiayaan untuk
melaksanakan pekerjaan, desain ruangan/tempat kerja yang buruk
sehingga mengganggu pelaksanaan pekerjaan, dan penggunaan metode
kerja yang tidak efisien. Dengan mencegah perilaku tersebut akan
dapat diciptakan lingkungan/kondisi kerja yang mendukung pelaksanaan
pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan. Sehubungan
dengan itu berarti motivasi kerja akan menurun atau mengalami
kemunduran secara meyakinkan, apabila para manajer tidak menaruh
perhatian secara sungguhsungguh terhadap fasilitas kerja, baik yang
bersifat non material maupun material sehagaimana disebutkan di atas.
b. Peralatan dan sumber-sumber kerja yang adekuat. Dalam kenyataannya
aspek ini menunjukkan bahwa motivasi kerja akan menurun/mundur
apabila manajer huruk dalam menyediakan dan memberikan sumber
finansial, material dan dalam mengatasi kekurangan SDM, untuk dapat
melaksanakan pekerjaan secara tepat, baik dan benar (efektif dan
efisien). c. Ketelitian dalam seleksi pekerja. Aspek ini sangat
esensial dalam memotivasi pekerja, karena efisiensi dan efektivitas
kerja sangat dipengaruhi oleh kualitas para pekerja. Pekerja yang
berkualitas sangat tergantung pada ketelitian dalam melakukan seleksi
penerimaan tenaga kerja. Dengan kata lain prosedur pengaturan staf
yang buruk (misalnya menerima dan menempatkan pekerja yang rendah
kcmampuan hisnisnya), secara pasti akan rendah pula motivasi
kerjanya. Mendorong Pelaksanaa Pekerjaan Tanggung jawab berikutnya
bagi seorang manajer adalah memberikan dorongan (motivasi) kerja bagi
para pekerja di lingkungan unit kerja masingmasing. Sehubungan dengan
itu motivasi yang dominan dipergunakan adalah dengan memberikan
ganjaran (ekstrinsik). Dalam kenyataannya para manajer pada umumnya
mengetahui bahwa pemberian ganjaran khususnya dalam bentuk insentif,
kurang berfungsi sebagai motivasi untuk jangka waktu lama/panjang.
Akan tetapi karena cara tersebutlah yang paling mudah dilakukan, maka
akan dibahas tersendiri dalam uraian-uraian berikut ini.
B.
GANJARAN SEBAGAI MOTIVASI Pemberian ganjaran merupakan salah satu
bentuk dari kompensasi tidak langsung, yang banyak jenisnya. Ganjaran
yang diberikan dalam bentuk uang, terutama berupa insentif, pada
dasarnya merupakan tambahan penghasilan di luar upah/gaji dasar
bulanan atau mingguan. Oleh karena itu nilainya sangat penting bagi
para pekerja, karena akan berpengaruh langsung bagi peningkatan
kesejahteraan atau perbaikan kondisi sosial ekonomisnya. Ganjaran
berupa uang atau barang yang disebut insentif biasanya diberikan pada
pekerja secara individual, di antaranya berbentuk komisi penjualan,
pemberian bonus dan lain-lain. Ganjaran seperti itu hanya akan
efektif sebagai motivasi, apabila layak/wajar dilihat dari prestasi
dalam pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu pengaruhnya dalam
memotivasi menjadi sangat kecil, bila mana sekedar dihubungkan dengan
pekerjaan rutin sehari -hari, yang biasanya telah dan tetap
dikerjakan meskipun tidak diberi insentif (ganjaran). Pemberian
ganjaran pada pekerjaan rutin, justru berakibat kurang menguntungkan,
karena dapat berakibat pekerja memiliki ketergantungan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, yang cenderung diahaikan jika tidak
diberikan insentif. Namun harus diakui hahwa sistem pemberian
ganjaran yang disebut insentif, akan mampu mengurangi pekerja yang
keluar (berhenti) dan mampu pula meningkatkan loyalitas dan dedikasi
para pekerja pada organisasi/perusahaan. Ganjaran yang efektif
sebagai motivasi kerja, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Ganjaran berharga bagi pekerja. 2. Ganjaran diberikan dalam jumlah
yang memadai. 3. Ganjaran diberikan pada waktu yang tepat. 4.
Ganjaran diberikan dalam berbagai jenis yang disukai. 5. Ganjaran
harus diberikan secara adil/wajar dan fair. Kelima persyaratan
ganjaran yang efektif dalam mernotivasi para pekerja tersebut di
atas, akan dijelaskan dalam 3 kelompok scbagai berikut 1. Ganjaran
yang Berharga dan Memadai Dalam memberikan ganjaran, seorang manajer
harus mampu memilih hentuk atau jenisnya yang berguna atau berharga
bagai para pekerja. Dengan kata lain ganjaran yang diherikan secara
pribadi harus dirasakan sebagai sesuatu yang berharga bagi para
pekerja yang tidak sama kehutuhannya. Ganjaran yang berharga itu
mungkin saja bukan berbentuk finansial atau material. Pekerja tingkat
bawah pada umumnya berpendapat bahwa ganjaran yang berharga, apabila
diberikan dalam bentuk uang atau barang. Sedang para pekerja tingkat
atas, ganjaran yang berharga mungkin saja berupa sebuah ruangan kerja
yang bonafied. Ganjaran yang memadai adalah sesuatu yang mampu
memotivasi agar pekerja secara terus menerus bekerja sebaik mungkin.
Sesuatu itu dilihat oleh para pekerja sebagai syarat untuk memperoleh
ganjaran tersebut. Persoalannya bagi seorang manajer adalah kesulitan
dalam menentukan besarnya (jumlah) ganjaran yang dianggap cukup atau
memadai. Salah satu bentuknya adalah ganjaran pada prestasi
(produktivitas), dengan menetapkan sejumlah insentif bagi yang
berprestasi atau produktivitasnya melampaui target tugas pokoknya.
Untuk itu dalam menetapkan jumlahnya, pada umumnya disepakati adanya
perbedaan persentase insentif antara jabatan secara vertikal. Di
samping itu pada umumnya para manajer juga sependapat, untuk
memberikan ganjaran dengan sekurangkurangnya membedakan antara
pekerja yang baik (mencapai target) dengan yang buruk (tidak mencapai
target) dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Ganjaran yang Tepat Waktu
dan yang Disukai Ketepatan waktu sangat fundamental dalam sistem
ganjaran untuk memotivasi pelaksanaan pekerjaan. Ketepatan waktu akan
berpengaruh dan menentukan tingkat efektivitas, dalam memotivasi
pekerja. Ganjaran yang tidak tepat waktunya akan kehilangan atau
berkurang energinya dalam memotivasi para pekerja, yang berarti tidak
boleh ditunda-tunda memberikannya. Di samping itu ganjaran juga
sebaiknya tidak diberikan sebelum waktuuya. Waktu yang tepat sangat
tergantung pada kemampuan melaksanakan pekerjaan secara prima dan
hasil terbaik yang dapat dicapai seorang pekerja. Di antaranya berupa
pemberian insentif yang tidak efektif dalam memotivasi jika diberikan
bersamaan dengan pembayaran upah/gaji. Insentif akan lebih tepat
waktunya dan mampu memotivasi setelah beberapa lama dari pembayaran
gaji/upah tetap. Waktunya akan lebih tepat bila diberikan setelah
pekerja melaksanakan tugastugasnya, dan bukan sebelum dilaksanakan.
Demikian juga jika ganjaran akan diberikan berupa promosi ke jenjang
jabatan yang lebih tinggi atau pemberian surat penghargaan. Waktu
yang tepat memberikan ganjaran tersebut agar memotivasi dalam bekerja
adalah pada saat pekerja berhasil memenuhi persyaratan untuk
memperolehnya. Dengan memenuhi ketepatan waktu berarti ganjaran akan
berfungsi sebagai motivasi yang potensial, untuk terus melaksanakan
pekerjaan secara maksimal. Kondisi pemberian ganjaran seperti
disebutkan di atas berarti juga seorang manajer harus mampu menilai
jenis ganjaran apa yang paling disenangi para pekerja secara
individual. Di antara para pekerja mungkin saja promosi tidak terlalu
disukainya, karena bukan merupakan jabatan yang ideal baginya.
Pekerja tersebut munakin lebih menyukai pemindahan horizontal pada
jabatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. dengan karier
masa depan yang ideal untuk jangka panjang di bidangnya. 3. Ganjaran
yang Adil dan Fair Ganjaran ini berhubungan dengan rasa kepuasan,
baik dalam perbandingan antara jumlahnya yang diharapkan sehingga
dirasakan wajar atau adil, maupun jika dibandingkan antara pekerja
yang menerima ganjaran dari pelaksanaan pekerjaan atau hasilnya yang
cenderung memiliki kesamaan, sehingga dirasakan fair. Beherapa aspek
yang herpengaruh pada dirasakannya ganjaran sebagai sesuatu yang adil
dan fair, berkaitan dengan aspek perasaan sebagai seseorang yang
berhak menerimanya atau tidak. Misalnya seseorang yang dipromosikan
karena huhungan keluaroa, akan dirasakan tidak adil dan tidak fair
oleh para pekerja yang merasakan dirinya lebih memenuhi persyaratan
untuk mendapatkan promosi tersebut. Aspek lain berhuhungan kepuasan
yang tidak bernilai ekonomis. Misalnya kepuasan instrinsik karcna
ditempatkan pada bidang kerja yang sesuai dengan keniampuan yang
dimiliki. Uraian-uraian di atas menunjukkan bahwa motivasi hagi para
pekerja, tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan desain pckerjaan
yang harus dilaksanakannya. Dengan desain pekerjaan yang baik, para
pekerja dapat mengelahui apa yang diharapkan organisasi/perusahaan
dari para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Pada gilirannya
dengan pengetahuan dan pengertian tentang pekerjaannya sesuai harapan
organ isasi/perusahaan, maka terbuka peluang untuk dapat
melaksanakannya secara baik, dan hahkan akan terdorong untuk
melampaui harapan tersebut, yang hanya mungkin terjadi jika diiringi
pemberian ganjaran yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di
atas.
C.
HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN MOTIVASI Di lingkungan suatu
perusahaan diperlukan kegiatan manajemen sebagai upaya mendayagunakan
sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai tujuannya. Untuk
melaksanakan kegiatan tersebut agar berlangsung efektif terdapat 3
aspek penting yang besar pengaruhnya, karena ikut menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Ketiga aspek
itu terdiri dari kemampuan memanfaatkan informasi, kemampuan
mempergunakan kekuasaan (kewenangan) dan kemampuan memberikan
ganjaran dalam mendorong agar SDM sebagai tenaga kerja melaksanakan
tugas-tugasnya secara efektif dan efisien. Berkenaan dengan ketiga
aspek tersebut segera dapat terlihat dua kemungkinan pelaksanaan
manajemen SDM. Gejala pertama menunjukkan manajemen tradisional, yang
terjadi apabila ketiga aspek tersebut terpusat pada manajer tertinggi
(top manager), yang pelaksanaannya terpusat pada kontrol sebagai
unsur manajernen. Gejala yang kedua menunjukkan manajemen
partisipatif, yang tejadi apabila ketiga aspek tersebut didelegasikan
(dilimpahkan) pelaksanaannya pada bawahan (mengikutsertakan pekerja
bawahan sebagai pelaksana). Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang
semakin kompetitif, maka semakin diperlukan kemampuan inovatif dari
para pekerja sebagai usaha meningkatkan produktivitas, yang berarti
mengharuskan dipergunakannya manajemen partisipatif. Kondisi itu
sejalan juga dengan perkembangan yang mengarah pada ekonomi global,
sehingga setiap sektor ekonomi memiliki saling ketergantungan, yang
semakin mengharuskan perusahaan/ organisasi mempraktekkan strategi
pengikutsertaan pekerja secara maksimal. Untuk mewujudkan partisipasi
pekerja yang efektif dan efisien, sangat diperlukan usaha mendesain
atau mendesain ulang pekerjaan yang harus dilaksanakan di lingkungan
organ isasi/perusahaan, terutama yang berhubungan langsung dengan
pencapaian tujuannya. Desain pekerjaan penting artinya karena: a.
Memberikan batas-batas tentang kegiatan yang harus dan tidak perlu
dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan, karena tidak ada
organisasi/perusahaan yang bekerja tanpa batas. b. Memberikan
nilai-nilai yang dapat meyakinkan pekerja tentang perlunya
berpartisipasi dalam bekerja untuk mewujudkan eksistensi
organisasi/perusahaan yang kompetitif. c. Memberikan petunjuk
mengenai apa yang sedang dikerjakan oleh organisasi/perusahaan
sekarang, sehingga memudahkan para pekerja dalam memilih partisipasi
yang akan dilaksanakannya. Berdasarkan ketiga alasan tersebut berarti
desain pekerjaan berguna bagi pekerja untuk memahami tugas-tugasnya
yang dapat memberikan motivasi untuk melaksanakannya secara efektif
dan efisien. 1. Desain Pekerjaan Tim (Team) Banyak pekerjaan yang
harus dikerjakan oleh tim kerja agar berlangsung secara efektif.
Pekerjaan itu memerlukan kerja sama antar sejumlah pekerja sebagai
sebuah tim, karena saling mempengaruhi satu dengan yang lain,
meskipun dilaksanakan secara terpisah. Untuk itu perlu dipcrjelas
lebih dahulu pengertian tim (team) di lingkungan sebuah
organisasi/perusahaan, agar dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam
upaya mencapai tujuan bisnisnya. Sebuah tim kerja memiliki salah satu
karakteristik sebagai berikut: a. Wujudnya nyata (real) dari
kebersamaan sebagai satu kesatuan utuh dan memiliki identitas sistem
sosial yang kompak. Anggota tim jumlahnya biasanya kecil dan bersifat
tcmporer (sewaktu-waktu) karena dibentuk untuk suatu keperluan
tertentu. b. Anggotanya mengerjakan pekerjaan tim berupa pekerjaan
khusus, untuk menghasilkan sesuatu yang herhubungan dengan produk
(barang atau jasa) yang diproduksi oleh organisasi/perusahaan. Di
samping produk berupa barang atau jasa (pelayanan), tim juga dapat
dibentuk untuk melaksanakan pekerjaan pengambilan keputusan mcngenai
suatu masalah penting bagi organisasi/perusahaan. Keputusan tim yang
diterima dan dilaksanakan, harus dapat dinilai (diukur) hasilnya
setelah dilaksanakan. c. Menyelenggarakan manajemen tim sendiri
sebagai pelimpahan manajemen organisasi/perusahaan. Oleh karena itu
setiap anggotanya memiliki kewenangan mengelola tugas-tugas tim,
tanpa ikatan dengan unit-unit kerja yang ada. Pelaksanaan pekerjaan
berlangsung melalui proses hubungan kerja antara personil, tidak
dikerjakan sendiri-sendiri. Tim yang memiliki karakteristik seperti
tersebut di atas, di sebut dengan berbagai nama, seperti “kelompok
kerja (pokja)” atau “satuan tugas (satgas)” atau “Tim Kerja”
atau “Komite Pembuat Keputusan.” Di belakang sebutan itu boleh
saja dicantumkan perkataan otonom, misalnya menjadi “Pokja Otonom,”
atau perkataan manajemen sendiri, misalnya disebut “Tim Kerja
Dengan Manajemen Sendiri,” atau perkataan temporer sehingga disebut
“Satuan Tugas Temporer.” Meskipun tim berwewenang melakukan
manajemen sendiri, namun tetap merupakan bagian dari sistem sosial
yang besar berupa organ isasi/perusahaan. Dengan kata lain harus
tetap bekerja sesuai dengan kebijaksanaan pokok pucuk pimpinan (Top
Manager). Dalam kenyataannya untuk dapat bekerja secara efektif dan
efisien, setiap anggota tim harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: a. Seseorang yang selalu memiliki idea (gagasan) bisnis. b.
Seseorang yang memiliki sifat bersedia dan suka membantu tanpa
diminta dalam melaksanakan pekerjaan tim. c. Seseorang yang memiliki
sifat keterbukaan, dalam arti mampu menerima saran-saran atau
pendapat orang lain. d. Seseorang yang mampu mempertimbangkan
kebutuhan, motivasi dan keterampilan anggota tim, jika meminta
hantuan atau dalam memberikan advis. Dengan kemampuan seperti itu
akan terhindar dari sikap memaktiakan sesuatu di luar kemampuan
anggota timnya. e. Seseorang yang memiliki kemampuan bekerjasama
dalam memecahkan masalah. f. Seseorang yang mampu menghargai,
menerima dan mempertimhangkar pendapat dan gagasan orang lain.
Selanjutnya dalam membentuk sebuah tim, perlu disadari bahwa tidak
semua pekerjaan memerlukan tim dalam melaksanakannya. Untuk itu
sebelum membentuk sebuah tim, sebaiknya dipertrimbangkan beberapa
faktor sebagai berikut: a. Tim hanya wajar dan tepat dibentuk untuk
melaksanakan pekerjaan yang memerlukan sejumlah pekerja, agar
berlangsung lebihe efektif dan efisien daripada dikerjakan secara
perseorangan. b. Tim hanya dibentuk untuk menghasilkan sesuatu yang
menunjang, pencapaian tujuan bisnis organisasi/perusahaan. c. Tim
hanya dibentuk untuk melaksanakan pekerjaan yang hasilnya dapat
diukur/dinilai dalam hubungannya dengan tujuan organisasi/perusahaan.
d. Tim dapat dibentuk jika dapat dilakukan pelatihan tertentu secara
cepat agar anggotanya memenuhi persyaratan spesialisasi atau
persyaratarr tertentu secara fleksibel, yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan pada tim. e. Tim dapat
dibentuk apahila dapat ditentukan secara jelas batas kewenangannya
dengan kewenangan manajer yang bidang kerjanya berhubungan dengan
pekerjaan yang discrahkan kepada tim. Dari uraian-uraian di atas
jelas bahwa desain atau desain ulang Pekerjaan Tim bcrarti menetapkan
tugas-tugas yang harus dikerjakan melalui proses kerjasama, yang
diperkirakan akan memberikan hasil yang lebih baik daripada jika
dikerjakan sendiri oleh seorang pekerja. Bentuknya dapat seperti yang
telah dikemukakan di atas berupa tim (team) kerja yang jwnlah
anggotanya tidak terlalu banyak, yang berasal dari para pekerja
berbagai unit kerja, yang tugas pokoknya berhubungan dengan tugas
yang dipercayakan pada tim. Dalam pengertian yang lebih luas, tim
kerja dapat berarti jaringan kerja antara para pekerja pada unit
kerja yang satu dengan yang lain dalam melaksanaan pekerjaan, yang
merupakan tugas dan tanggung jawab bersama sesuai porsi
masing-masing. Jaringan kerja tersebut harus didesain, agar setiap
pekerja mengetahui dan menjalankan peranan dan fungsinya, sehingga
tidak menjadi penghambat pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tugas dan
tanggung jawab pekerja lainnya. Pembentukan tim dan/atau jaringan
kerja seperti diuraikan di atas, sebenarnya tidaklah besar
pengaruhnya pada motivasi pekerja, namun berpengaruh langsung pada
kepuasan kerja (QWL), yang muaranya juga pada memperkuat motivasi
kerja bagi para pekerja. 2. Desain Pekerjaan Individu Pelaksanaan
penempatan pekerja (staffing) sebagaimana telah diuraikan dalam bab
terdahulu, dari segi Manajemen SDM pada dasarnya berarti pembagian
tugas dan tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan secara individual.
Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaannya,
pekerjaan yang bersifat individual tersebut perlu didesain. Salah
satu pendekatan dalam mendesain pekerjaan individu terlihat dalam
diagaram (Gambar 34). Desain Pekerjaan Individual dimulai dari teori
perilaku yang (implementasikan menjadi konsep-konsep tentang
pekerjaan. Di dalam setiap konsep yang diimplementasikan terdapat
dimensi-dimensi pekerjaan inti (tugas pokok). Pekerjaan itu harus
dilaksanakan dalam kondisi psikologis tertentu sebagai persyaratan
penting untuk memberikan hasil kerja yang diinginkan, sebagai hasil
kerja personil (pekerja secara individual). Teori perilaku yang
diimplementasikan dalam kegiatan yang disebut bekerja, harus
dijabarkan menjadi tugas-tugas yang dikombinasikan dalam pembidangan
kerja. Pembidangan kerja yang mengemban kombinasi tugas-tugas
sejenis, diwujudkan menjadi unit-unit kerja sebagai bentuk dasar
pekerjaan di dalam struktur organisasi/perusahaan. Pelaksanaan
pekerjaan pada setiap unit kerja dalam perwujudannya harus diatur
dengan menetapkan hubungannya dengan konsumen sebagai klien.
Berikutnya setelah tugas-tugas dikerjakan, setiap pekerja
berkewajiban mempertanggungjawabkannya terutama mengenai beban kerja
vertikal yang diterima dari manajer atasan masingmasing. Dalam
pelaksanaannya, baik manajer maupun pekerja harus memiliki
keterbukaan, sehingga setiap informasi dalam pelaksanaan pekerjaan,
akan menjadi umpan balik yang berharga untuk peningkatan pelaksanaan
pekerjaan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kurun waktu
berikutnya. Gambar 34. Teori Hackman dan Oldhman sebagai pendekatan
dalam mendesain pekerjaan individu Pelaksanaan tugas pokok unit kerja
yang terdiri dari kombinasi tugas-tugas sejenis, selalu menuntut
berbagai keterampilan secara bervariasi, yang berbeda antara unit
kerja yang satu dengan yang lain. Untuk setiap unit kerja variasi
keterampilan yang berbeda, akan memberikan identitas tugas
masing-masing. Sedang dalam pelaksanaannya perlu ditemukan/
ditetapkan tugas-tugas yang berhubungan secara signifikan dengan
tujuan organisasi/perusahaan. Selanjutnya agar tugas yang signifikan
itu dapat dilaksanakan. diperlukan pengaturan kekuasaan atau wewenang
dalam mengambil keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Pada
giliran berikutnya dari pelaksanaan keputusan dan perintah melalui
kegiatan yang disebut bekerja akan diperoleh umpan balik, yang
berguna bagi pengambilan keputusan baru. Pelaksanaan pckcrjaan dengan
mcmper-unakan keterampilan tertentu, sesuai dengan identitas tugas
suatu unit kerja dan dibatasi pada pelaksanaan tugas yang signifikan
hubungannya dcngan tujuan organisasi/perusahaan, dalam kcnyataannya
tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan pengalarnan kerja yang
relevan dari pekerja yang bertugas melaksanakannya. Di samping itu
dalam pelaksanaannya diperlukan pula pengalaman dalam
mempertanggungjawabkan hasil yang dicapai. Dengan melaksanakan
pekerjaan secara bertanggung jawab, para pekerja sebagai pelaksana
akan memperoleh berbagai pengetahuan empiris, yang berpcngaruh pada
perkcmbangan kebutuhan untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan
pekerjaan berikutnya. Perkembangan kcbutuhan itu harus dijadikan
umpan balik untuk mendesain kembali pekerjaan di masa mendatang.
Keberhasilan dalam melaksanakan desain pekerjaan individual seperti
diuraikan di atas, sangat mcmerlukan motivasi kerja yang tinggi.
Dengan demikian akan berlangsung pelaksanaan pekerjaan yang
berkualitas tinggi. Sedang sebagai akibatnya akan diperoleh kepuasan
kerja yang tinggi pula. Di samping itu akan diperoleh dampak yang
lain, dalam bentuk terhindar atau berkurangnya pekerja yang tidak
masuk (absen) dan semakin berkurang atau dapat dihindari kegiatan
pergantian tenaga kerja dari satu unit kerja ke unit kerja yang lain,
termasuk yang berhenti dan perlu diganti dengan tenaga kerja baru.
Desain pekerjaan individual seperti diuraikan di atas, secara
sederhana dapat diringkas sebagai berikut: a. Organisasi/perusahaan
harus mampu membagi pekerjaan dan mengelompokan pekerjaan sejenis
menjadi unit kerja. Di dalam setiap unit kerja harus jelas
tugas-tugas pokoknya. b. Organisasi/perusahaan harus mampu menctapkan
persyaratan keterampilan dan pengalaman kerja untuk dapat
melaksanakan tugas pokok unit kerja yang menunjang pencapaian tujuan
hisnisnya. c. Organisasi/perusahaan harus mampu merekrut dan
menempatkan tenaga kerja sesuai dengan tugas-tugas pokok setiap unit
kerja. d. Dalam pelaksanaan pekerjaan oleh setiap pekerja yang telah
memenuhi persyaratan tersebut, diperlukan kemampuan para manajer
untuk memberikan motivasi kerja, agar pekerjaan berlangsung secara
herkualitas. e. Dari pelaksanaan pekerjaan yang dapat memberikan
kepuasan kerja, akan diperoleh berbagai informasi scbagai umpan balik
untuk perhaikan dan penyempurnaan desain ulang pekerjaan individual.
D.
HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SISTEM UPAII Dalam uraian terdahulu tentang
ganjaran sebagai motivasi, telah diketengahkan bahwa ganjaran
merupakan cara mcmherikan motivasi kerja yang paling banyak/dominan
dipergunakan. Uraian hcrikut ini tidak hcrmaksud mengulangi
uraian-uraian di dalam bab terdahulu, tetapi untuk nicmberikan uraian
yang lebih rinci, karena sifatnya yang sangat dominan di lingkungan
organisasi/perusahaan. Dari satu sisi Sistern Upah tclah disepakati
sebagai faktor yang sangat penting dalam mewujudkan penampilan kcrja
yang terhaik. Di ncgara industri seperti Amerika Serikat diperkirakan
antara 70% sampai dengan 80% perusahaan/organisasi mempergunakan
sistem ini untuk mendorong/memotivasi pekerjaannya. Dengan kata lain
pemberian upah merupakan motivasi kerja yang penting, dalam
mewujudkan pekerjaan yang produklif dan herkualitas (efektif dan
efisien) bagi para pekerja di bidang kerja masing-masing. Dari sisi
lain sulit untuk mewujudkan sislem upah yang dapat memotivasi
pekerja. Salah satu sebabnya sebagaimana telah diketengahkan dalam
uraian tentang kompensasi, ternyata banyak ditemui kenyataan para
manajer berupaya menekan pemhiayaan (cost) seminimal mungkin melalui
pembayaran upah. Sebaliknya para pekerja mengharapkan pemherian upah
dalam jumlah maksimal, atau sekurang-kurangnya memenuhi unsur
kewajaran (kelayakan) dan keadilan. Berikuinya dihadapi pula
kesulitan dalam menetapkan besarnya upah yang dapat memotivasi kerja.
Kesulitan terutama sekali disebabkan oleh adanya berbagai perbedaan
secara individual, kelompok/tim (team) dan berdasarkan pangkat dan
jabatan dalam keseluruhan organisasi/perusahaan. Sehubungan dengan
uraian-uraian di atas, ternyata dalam sistem pcngupahan, yang hanyak
dipersoalkan para pekerja sebagai motivasi kerja adalah pemberian
insentif, dengan tidak mengurangi arti dan peranan upah yang juga
dapat dipcrgunnkan untuk memotivasi keria. Upah dasar sebagai
motivasi terkait dengan pangkat dan jabatan/posisi. Satu di antaranya
bahwa ada para pekerja yang menilni dirinya memiliki peluang untuk
memperoleh pangkat atau jabatan yang lebih tinggi, yang tidak menjadi
motivasi bagi pekerja yang tidak memiliki peluang tersehut. Sedang
yang lainnya jika pekerja merasa terancam kehilangan pekerjaan atau
jabatannya, bilamana tidak berprestasi tugas-tugas pokoknya Upah/gaji
yang telah stabil tidak atau kurang berfungsi sebagai motivasi,
karena sifatnya yang rutin dan lebih dirasakan sebagai hak, yang
pasti diterima pada saarnya (bulanan atau mingguan). Berdasarkan
uraian-uraian tersebut di atas, maka perlu ditegaskan kembali bahwa
dalam memotivasi para pekerja, yang banyak dipersoalkan adalah
mengenai kompensasi tidak langsung, khususnya dalam bentuk yang
disebut insentif. Tujuan system pemberian insentif pada dasarnya
adalah : 1. Sistem insentif didesain dalam hubungannya dengan system
balas jasa (merit system), sehingga berfungsi dalam memotivasi
pekerja agar terus menerus herusaha memperbaiki dan meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugastugas yang menjadi
kewajiban/tanggung jawabnya. 2. Sistem insentif merupakan tambahan
bagi upah/gaji dasar yang diberikan sewaktu-waktu, dengan membedakan
antara pekerja yang berprestasi dengan yang tidak/kurang berprestasi
dalam melaksanakan pekerjaan/tugas-tugasnya. Dengan demikian akan
berlangsung kompetisi sehat dalam berprestasi, yang merupakan
motivasi kerja berdasarkan pemberian insentif. Berdasarkan tujuan
sistem pemberian insentif tersebut di atas, dapat dibedakan dua
bentuknya terdiri dari: a. Diberikan secara tetap yang disebut
tunjangan, seperti tunjangan istri/suami, anak (keluarga), tunjangan
fungsional dan tunjangan struktural/jabatan. b. Diberikan
sewaktu-waktu atau tidak tetap, seperti komisi penjualan, bonus dan
kompensasi tidak langsung lainnya. Sistem insentif dimaksud harus
memenuhi beberapa persyaratan, agar menjadi efektif sebagai motivasi
kerja. Persyaratan itu terkait dengan prinsip psikologis sebagai
berikut: a. Berfungsi dan bersifat sebagai penghargaan, yang dinilai
sebagai faktor penting dalam kegiatan memotivasi pekerja. b.
Dirasakan sebagai hasil dari upaya meningkatkan dan memperbaiki
pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian berarti juga
organisasi/perusahaan harus menghindari pemberian insentif tanpa
alasan atau dengan alasan yang tidak berhubungan dengan upaya
memotivasi pekerja agar bekerja secara efektif dan efisien. Untuk itu
perlu diketahui sebab-sebab pemberian insentif tidak berfungsi
sebagai motivasi. Sebab-sehab dimaksud adalah sebagai berikut : a.
Nilai finansial/materialnya sebagai ganjaran/penghargaan terlalu
rendah, sehinaga berakibat tidak dirasakan manfaamya oleh para
pekerja. b. Tidak terdapat huhungan antara insentif sebagai ganjaran
dengan pekerjaan yang dilaksanakan. Insentif seperti itu tidak akan
berfungsi sehagai motivasi karena pekerja tidak mengetahui untuk apa
ganjaran itu diberikan kepadanya. c. Tidak didasarkan pada hasil
Penilaian Karya karena tidak pernah atau selalu dihindari
pelaksanaannya oleh supervisor. Dengan kata lain tanpa Penilaian
Karva para pekerja tidak mengetahui tentang kelebihannya dalam
bekerja yang layak menerima ganjaran atau patut dihargai, karena
berbeda dari pekerja lainnya. Kecenderungan memberikan ganjaran/
insentif secara sama tanpa membedakannya berdasarkan prestasi kerja,
tidak akan berfungsi sehagai motivasi. d. Apabila para pekerja
terikat kontrak/perjanjian dengan serikat sekerja. yang mengharuskan
sebagian insentif yang diterima diserahkan untuk jangka waktu yang
cukup lama. Jumlahnya yang cukup besar cenderung menimbulkan
perselisihan dengan serikat sckerja, yang bcrakibat merugikan organ
isasi/perusahaan. Kerugian itu dapat berbcntuk insentif yang
diberikan tidak berfungsi sebagai motivasi, bahkan dapat mendorong
pekerja untuk memilih lebih baik berhcnti. e. Insentif sebagai
tunjangan tidak akan berfungsi sebagai motivasi untuk peningkatan
prestasi jangka waktu lama, karena lebih dirasakan sebagai hak, yang
tetap akan diterima meskipun tidak berprestasi. Berdasarkan kenyataan
itu dalam memberikan insentif untuk memotivasi, perlu diikuti prinsip
pokok sehagai berikut: a. Berikan insentif hanya untuk pekerja yang
produktif. b. Promosikan pekerja sebagai insentif non finansial/non
material, atas dasar produktivitasnya dalam bekerja. Kedua prinsip
pokok tersebut di atas dapat dijabarkan secara lebih rinci sebagai
berikut: 1) Sistem insentif harus bersifat sederhana, dalam arti
diatur secara jelas, dapat dipahami, ringkas, dan sesuai dengan
kepentingannya masing-masing. 2) Pemberian insentif harus bersifat
khusus, dalam arti pekerja mengetahui secara tepat apa yang
diharapkan perusahaan dari dirinya dalam bekerja, yang dapat
dikategorikan berhak memperoleh insentif. 3) Dampak pemberian
insentif dapat dinilai/diukur, dalam arti jumlah uang yang
dikeluarkan untuk insentif dapat dihitung melalui perbandingannya
dengan hasil yang dicapai, yang bila menunjukkan peningkatan, dapat
diartikan berfungsi sebagai motivasi kerja. 4) Perbaikan dan
peningkatan mungkin diwujudkan, dalam arti insentif yang diberikan
dapat mendorong pekerja untuk melaksanakan sesuatu secara baik yang
memang mungkin Pengantar Manajemen dilaksanakannya. Apahila sesuatu
yang diharapkan dalam bekerja tidak mungkin dilaksanakan, maka
insentif ticlak akan berfungsi untuk motivasi kerja.
E.
SISTEM BALAS JASA YANG EFEKTIF UNTUK MEMOTIVASI PEKERJA Balas jasa
sebagai ganjaran harus dikaitkan dengan motivasi kerja. Untuk
mewujudkan sistem balas jasa yang efektif perlu ditempuh
langkahlangkah sebagai pedoman bagi seorang manajer. Langkah-langkah
dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan Standar Pekerjaan.
Rumuskanlah standar pekerjaan yang tinggi, yang menggambarkan volume
dan beban kerja yang harus dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Standar pekerjaan secara relatif juga merupakan tujuan
pekerjaan/jabatan. Semua sistem pemberian insentif sangat tergantung
pada standar pekerjaan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain
standar pekerjaan sebagai tujuan pekerjaan merupakan target bagi para
pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dari sisi lain standar
pekerjaan akan mempermudah seorang supervisor dalam membagi dan
memberikan tugas-tugas yang wajar/layak bagi setiap pekerja. Dalam
kenyataannya tidaklah mudah merumuskan standar pekerjaan, karena
sangat sulit untuk menetapkan kategori efektif atau tidak pelaksanaan
suatu pekerjaan. Namun harus diusahakan agar standar pekerjaan
dirumuskan secara akurat dengan menetapkan volume dan beban kerja
yang dikategorikan sebagai pekerjaan yang produktif, jika dikerjakan
secara efektif dan efisien. Di samping itu tetapkan juga cara
melaksanakannya atau cara bekerja yang juga paling ideal. Dalam
hubungannya dcngan insentif untuk motivasi kerja. standar pekerjaan
harus jelas menyatakan tingkat pengulangan pekerjaan yang mungkin
memperberat pelaksanaannya, demikian pula siklus (perputarannya)
berjangka pendek dan jelas pula hasil yang akan dicapai. Kejelasan
itu akan mempermudah penetapan hesarnya insentif yang akan diberikan,
melalui usaha membandingkannya dengan standar pekerjaan lain, yang
mungkin lebih ringan atau sebaliknya lebih berat. Pemberian insentif
akan lebih akurat jika standar pekerjaan perumusannya dihubungkan
pula dengan aspek keamanan/ keselamatan dan kesehatan kerja, ukuran
efisiensi kerja dan kualitas kerja serta hasilnya yang diinginkan.
Akhirnya jika standar pckcrjaan telah ditetapkan, para pekerja harus
diheri peluang untuk memperoleh insentif antara 20% sampai dengan 25%
atau lebih dari gaji/upah dasarnya, tcrutama hagi yang tclah bekerja
keras dan bijaksana bagi perusahaan/organisasi. Untuk Iebih
mengarahkan perumusan standar pekerjaan (yang diperlukan juga untuk
Penilaian Karya), para manajer perlu memperhatikan aspek-aspek
sebagai berikut: a. Analisis Pekerjaan yang menghasilkan Deskripsi
Pekerjaan/ Jabatan, harus dibuat secara cermat karena merupakan
sumber utama bagi perumusan standar pekerjaan. b. Di dalam Deskripsi
Pekerjaan/Jabatan harus dirumuskan juga tentang cara/metode kerja
(studi kcgiatan/gerak), di samping isi pokoknya tentang volume (jenis
dan jumlah) pekerjaan yang harus dilaksanakan. c. Menetapkan juga
deskripsi waktu yang dipergunakan (kecepatan kerja) yang seharusnya
dalam melaksanakan tugas-tugas (studi waktu). Dengan mempergunakan
standar pekerjaan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu dapat
ditetapkan pemberian insentif untuk memotivasi pekerja. Sehubungan
dengan itu perencanaan insentif untuk pekerja tingkat bawah
scbagaimana dikatakan di atas, bergerak antara 20% sampai dengan 25%
dari upah/gaji dasar, yang perlu diatur dalam dua dimensi sebagai
berikut: a. Menetapkan insentif rata-rata/dasar yang jumlahnya sama
untuk semua pekerja, bagi yang telah bekerja keras dan bijaksana. b.
Menetapkan insentif ekstra, untuk pekerja yang berprestasi. Insentif
ini termasuk juga untuk pekerja kunci/utama dalam produk lini, yang
dapat dibedakan sekitar 10% sampai dengan 25% dari insentif
rata-rata/dasar tersebut di atas. Apabila organisasi/perusahaan
memberikan insentif yang cukup tinggi, pada para pekerja dapat timbul
tiga kekhawatiran, yang dapat dikategorikan sebagai konflik dalam
bekerja. Ketiga kekhawatiran tersebut adalah: a. Insentif ekstra
karena berprestasi dalam jumlah yang cukup besar, dikhawatirkan para
pekerja akan dikurangi manajer dengan insentif rata-rata, atau jika
tidak dikurangi dikhawatirkan manajer akan meningkatkan standar
pekerjaan dengan menambah volume/beban kerjanya. b. Pekerja juga
sering mengkhawatirkan insentif ckstra sebagai tambahan penghasilan
yang berlebih-lebihan, oleh manajer kemudian ditetapkan keharusan
bekerja di luar tugas pokok sebagai usaha mengimbanginya. c. Insentif
yang tidak membedakan jenjang/herarchi jabatan/ status pekerja dalam
kerja kelompok (tim) pada umuinnya disenangi oleh para pekerja, namun
menimbulkan kesulitan dalam mempadukan pekerja yang tinggi dengan
yang rendah statusnya. Untuk itu insentif sebaiknya dibedakan secara
bertingkat berdasarkan jabatan/status pekerja, agar yang lebih tinggi
jabatannya merasa layak/wajar sesuai statusnya. 2. Setelah memiliki
Standar Pekerjaan seperti discbutkan dalam uraian-uraian di atas,
selanjutnya kembangkan Sistem Penilaian Karya (Performance Appraisal)
yang akurat. Laksanakan Penilaian Karya secara obyektif dan
pergunakan hasilnya untuk menctapkan insentif terutama berupa
insentif ekstra. Dengan demikian hcrarti Penilaian Karva harus
difokuskan pada spesifikasi pekerjaan dan hasilnya, di samping
mengenai pelaksanaan (perilaku) dalam bekerja. Selanjutnya tetapkan
sistem pemberian ganjaran, terutama berupa pemberian insentif,
berdasarkan perbedaan hasil Penilaian Karya yang menggambarkan
prestasi setiap pekerja. 3. Selenggarakan pelatihan supervisor dalam
pelaksanaan Penilaian Karya dan dalam kemampuan menyampaikan umpan
balik pada para manajer dan hawahan. Dengan demikian setiap pekerja
akan merasakan kesamaan perlakuan dalam Penilaian Karya, yang akan
dijadikan dasar pemberian insentif ekstra. Di samping itu dengan
umpan balik yang obyektif diharapkan pekerja (bawahan) akan berusaha
memperbaiki pelaksanaan pekerjaannya, agar memperoleh kesempatan
mendapatkan insentif ekstra. Sedang bagi para manajer umpan balik
dapat digunakan dalam memberikan motivasi kerja bagi para bawahan,
agar memperoleh insentif yang diharapkannya. Dengan kata lain umpan
balik bagi manajer akan berguna dalam memperbaiki keputusankeputusan
dan kebijaksanaannya dengan mengembangkan manajemen pekerjaan yang
konstruktif, dalam rangka memotivasi para pekerja bawahannya. 4.
Lakukanlah Penilaian Karya sccara kontinyu, tidak sekedar sekali
setahun, agar sistem ganjaran terutama pemberian insentif dapat
dikaitkan secara ketat dengan pelaksanaan pekerjaan atau prestasi
kerja. Dengan kata lain sistem ganjaran tidak boleh didasarkan pada
hasil Penilaian Karya yang hanya dilakukan satu kali, karena setiap
saat mungkin saja terjadi peningkatan dan perhaikan pelaksanaan
pekeijaan oleh seorang pekerja. Dalam keadaan itu seorang pekerja
yang kurang berprestasi, mungkin saja sudah melakukan peruhahan dan
perhaikan yang layak mendapat insentif ekstra. Demikian Pula seorang
pekerja lainnya yang dalam Penilaian Karya dinyatakan berprestasi,
karena berbagai kendala berubah menjadi kurang berprestasi, sehingga
sebenarnya tidak layak lagi memperoleh insentif ekstra. 5. Dalam
melaksanakan sistem ganjaran, sebaiknya tidak terpaku hanya pada
pemberian inentif. Usahakan mengembangkan pemberian ganjaran sehagai
kompensasi tidak langsung, yang banyak merupakan ganjaran yang
berharga bagi para pekerja. Dari uraian-uraian di atas semakin jelas
peranan insentif dalam memotivasi para pekerja, terutama yang
diberikan secara priodik dan yang diwujudkan sebagai system balas
jasa berdasarkan prestasi kerja setiap pekerja. Untuk keperluan
tersebut dibedakan pemberian insentif para eksekutif, pekerja tingkat
bawah yang sifatnya perseorangan dan insentif untuk pekerja dalam
sebuah tim (team) kerja. 1. Insentif untuk Para Eksekutif Setiap
perusahaan sebagai organisasi kerja bertujuan mencapai keuntungan
sebagai tujuan bisnisnya. Berhasilnya pencapaian keuntungan sesuai
Rencana Strategis bisnis, merupakan wujud dari eksistensi
organisasi/perusahaan yang kompentitif, dalam menghadapi pesaing yang
terdiri dari organisasi/perusahaan sejenis. Eksistensi seperti itu
sangat tergantung pada pembayaran upah/gaji dan insentif lainnya yang
sesuai atau layak dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja
di lingkungannya. bukan pada pekerjaan yang diperintahkan untuk
dikerjakannya Pekerjaan yang diperintahkan belum tentu dikerjakan,
bilamana motivasi untuk mengerjakannya rendah. Salah satu faktor yang
sangat besar pengaruhnya pada motivasi kerja sebagaimana telah
berulang kali dikatakan adalah faktor upah/gaji dan insentif lainnya.
Faktor tersebut berlaku juga bagi para eksekutif, yang dalam
kegiatannya mewujudkan dan mempertahankan eksistensi organisasi
seperti disebutkan di atas harus mampu memenangkan pasar dari
organisasi/perusahaan pesaingnya. Berdasarkan identifikasi seperti
itu berarti setiap organisasi/perusahaan perlu memiliki eksekutif
dengan karakteristik sebagai berikut a. Kelompok eksekutif yang
stabil dan kompak untuk jangka panjang. b. Strategi eksekutif yang
mantap untuk jangka waktu panjang. Untuk memiliki kelompok eksekutif
dcngan karakteristik seperti disebutkan di atas, yang berarti juga
merupakan tim eksekutif yang memiliki motivasi kerja yang tinggi,
organisasi/ perusahaan harus mampu mengambangkan Sistem Kompensasi
Total secara integral. Sistcm tersebut yang mencakup upah/gaji dasar,
insentif dan kompensasi lidak langsung lainnya, harus diintegrasikan
berdasarkan strategi pencapaian tujuan jangka panjang. Insentif untuk
para eksekutif scbaiknya ditetapkan berupa tunjangan yang dibayarkan
bersama upah/gaji (jangka pendek) dan insentif jangka panjang. Kedua
insentif itu, biasanya ditetapkan berdasarkan persentasenya dari
gaji/upah dasar. Dalam kenyataannya insentif jangka panjang lebih
berfungsi sebagai motivasi, dari pada insentif jangka pendek yang
bersifat rutin dan cenderung dipandang sebagai hak. 1) Insentif
Jangka Pendek Dalam merencanakan insentif ini seharusnya ditetapkan
di luar aset organisasi/perusahaan. Dengan demikian penetapannya
harus didasarkan pada indikator seperti keberhasilan perusahaan yang
menyangkut faktor pendapatan bersih dan keuntungan total yang
diperoleh, setelah dipisahkan dari beberapa penerimaan khusus untuk
investasi. Bentuknya selain tunjangan, dapat berupa pcmberian bonus,
dengan persentase sebesar 35% untuk manajer senior dan 22% bagi
manajer menengah dari gaji/upah dasarnya masingmasing. Pembcrian
bonus yang dilakukan secara berkala, lebih berfungsi sebagai motivasi
daripada insentif berbentuk tunjangan yang diberikan secara tetap. 2)
Insentif Jangka Panjang. Insentif ini sebaiknya didesain berupa
strategi pemberian ganjaran berdasarkan keuntungan, yang besarnya
disesuaikan dengan kontribusi masing-masing dalam meraih keuntungan
secara berkala. Besarnya kontribusi berarti persaingan dalam
prestasi, sehingga sangat penting peranannya dalam memotivasi para
manajer. Strategi ini antara lain akan selalu membuka peluang bagi
diciptakannya suatu proses baru dalam memproduksi barang atau jasa,
dihasilkannya rencana dan produk baru, terbukanya pasar baru atau
berkembangnya pasar yang lama dalam pemasaran produk organisasi/
perusahaan. Dengan kata lain strategi ini berpengaruh pada
pelaksanaan pekerjaan yang bersifat kualitatif, bukan pekerjaan yang
bersifat kuantitatif, sesuai dengan volume dan beban tugas para
manajer. Dengan strategi ini para manajer menyadari bahwa gagasan,
kreativitas, intuisi, kecepatan dan ketetapan waktu serta keberanian
dalam berbisnis, menjanjikan insentif yang lebih besar melalui
keuntungan atau sukses maksimal yang dicapai oleh
organisasi/perusahaan. 2. Insentif untuk Pekerja Tingkat Bawah
Insentif ini sebenarnya telah banyak dibahas dalam uraianuraian
terdahulu, yang sifatnya adalah pemberian tambahan penghasilan di
samping upah/gaji dasar yang diterima oleh para pekerja. Dalam
mewujudkan insentif ini selalu dikaitkan dengan kemampuan pelaksanaan
pekerjaan, yang diukur dari standar pekerjaan. Oleh karena itu
insentif ini tidak akan dibahas ulang, karena dapat diimplementasikan
dengan menggunakan uraianuraian terdahulu. khususnya tentang standar
pekerjaan dalam sub bab ini juga. 3. Insentif Tim (Team) Insentif
dapat juga diberikan pada tim/kelompok kerja, dengan tujuan untuk
meningkatkan produktivitas dan memperbaiki moral kerja, sehingga
berarti berfungsi sebagai motivasi. Di samping itu motivasi kerja
biasanya telah lebih dahulu muncul, karena merasa ikut dipercayai
untuk berpartisipasi melaksanakan tugas-tugas atau memecahkan masalah
organisasi/perusahaan melalui kerja dalam kelompok. Dalam kondisi
seperti itu, maka pemberian insentif akan semakin memperkuat motivasi
kerja. Insentif tim pada dasarnya merupakan insentif individual, yang
diperoleh karena menjadi anggota tim atau yang diperoleh berdasarkan
hasil kerja tim/kelompok. Misalnya berupa bonus karena keberhasilan
tim meningkatkan produktivitas atau memperluas pasar. Tim dapat
dibedakan antara Tim Kecil dengan anggotanya terdiri dari 4 sampai
dengan 7 orang pekerja, dan Tim Besar dengan 30 sampai dengan 40
orang pekerja sebagai anggotanya. Dalam pengertian yang lebih luas,
bahkan suatu unit kerja (Bagian, atau biro, atau departemen), dapat
dipandang/ ditempatkan sebagai sebuah tim kerja. Dengan demikian Tim
Kerja dapat diartikan sebagai penugasan sejumlah pekerja untuk
bekerjasama dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena memikul tugas
dan tanggung jawab atau jabatannya memiliki saling keterkaitan dengan
pekerjaan yang harus diselesaikan. Sedang insentif tim berarti
insentif yang diberikan pada anggota suatu tim yang sebagai satu
kesatuan hekerjasama melaksanakan tugas-tugas yang sama, pada waktu
yang sama pula. Insentif Tim sebagaimana diuraikan di atas memiliki
kebaikan sebagai berikut: a. Memungkinkan memberi ganjaran kepada
pekerja yang tidak langsung berperan dalam proses produk lini, di
antaranya yang bertugas memberikan pelayanan sebagai tugas yang
sangat esensial bagi sebuah organisasi/perusahaan. Dengan kata lain
memungkinkan memberikan insentif pada pekerja di luar produk lini dan
pemasaran, yang sebelumnya hanya menerima upah/gaji dasar sebagai
reguler. b. Mendorong terwujudnya kerjasama dalam melaksanakan
pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan bisnis organisasi, bukan
persaingan yang bersifat saling menghalangi yang dapat merugikan
organisasi/perusahaan. Di samping itu insentif tim juga memiliki
beberapa kelemahan sebagai berikut: a. Dikhawatirkan manajer akan
mengurangi insentif secara merata, terutama jika hasil kerja tim
melampaui target dan tidak dapat dipasarkan. b. Dapat terjadi
persaingan tidak sehat antara tim (team) kerja. c. Tidak memungkinkan
pekerja mengetahui kontribusinya secara individual, karena yang
dicapai adalah hasil kerja bersama atau hasil kerja tim. Dengan
demikian berarti pekerja sebagai individu tidak mengetahui hubungan
antara usahanya (kelebihan atau kekurangannya) dengan ganjaran yang
diterimanya. Di antaranya akan ada pekerja yang merasa pemberian
insentif kurang wajar/adil, karena telah bekerja keras dengan
mendapat insentif yang sama dengan pekerja lain yang santai. Kondisi
seperti itu justru dapat memperlemah atau mengurang motivasi kerjanya
untuk lebih produktif.
F.
PENGEMBANGAN INSENTIF DALAM MEMOTIVASI PEKERJA Dalam uraian tentang
Kompensasi Tidak Langsung telah dikemukakan beberapa bentuk/jenisnya,
yang dalam kenyataannya ikut berpengaruh terhadap motivasi kerja.
Tiga
jenisnya yang besar pengaruhnya terhadap motivasi kerja adalah
sebagai berikut: 1. Pemberian/berbagi manfaat (profit) bagi pekerja.
2. Pemberian/berbagi keuntungan (gain) organisasi/ perusahaan. 3.
Saham milik pekerja. Ketiga bentuk kompensasi tidak langsung tersebut
di atas sebagai pengembangan sistern pemberian inscntif, dimaksudkan
untuk meningkatkan kontribusi pekerja melalui peningkatan
produktivitas masing-masing, karena memiliki motivasi kerja yang
tinggi. 1. Pemberian/Berbagi Manfaat (Profit) Cara ini dilakukan
dengan memhcrikan bonus secara normal atau bcrdasarkan persentase
(10% sampai dengan 30%) dari keuntungan organisasi/perusahaan.
Pembagiannya dilakukan dengan menetapkan batas bonus terendah
(minimum). Apabila organisasi/pcrusahaan hanya mampu mcmberikan
manfaat ini, jumlah/persentase dapat dibuat menjadi insentif
fleksibel dengan beberapa variabel, sehingga tidak sekedar berbcntuk
insentif finansial. Variabel terscbut sebaiknya dipilih yang
menggambarkan kebijaksanaan manajer dalam mengelola hubungan yang
harmonis dengan pekerja. Misalnya berupa bantuan kesehatan,
melahirkan. Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Hari Natal dan lain-lain.
Insentif ini untuk meningkatkan motivasi kerja sangat umum
dipergunakan. Sehubungan dengan itu perlu diketengahkan beberapa
alasan pemberian ganjaran dengan cara ini. Alasan dimaksud adalah: a.
Insentif ini sebagai satu paket dapat saling menunjang dalam
meningkatkan motivasi yang berdampak pada peningkatan produktivitas
pekerja. b. Insentif ini dapat dilembagakan menjadi suatu struktur
ganjaran yang fleksibel, yang diselenggarakan untuk merefleksikan
posisi/kekuatan nyata perusahaan/organisasi secara ekonomis. Dengan
demikian dalam kondisi/posisi ekonomis perusahaan cukup, maka seluruh
unsur di dalam paket ganjaran dapat dilaksanakan. Sebaliknya jika
posisi tersebut melemah, salah satu atau beberapa unsur di dalam
paket ganjaran dapat ditunda atau dikurangi. c. Insentif ini dapat
meningkatkan jaminan kesejahteraan bagi para pekerja. d. Insentif ini
berfungsi untuk memudahkan penarikan (rekrutmen) dan mempertahankan
pekerja yang potensial. e. Insentif ini dapat mendidik pekerja secara
individual untuk memahami kedudukannya dalam memberikan kontribusi
sebagai faktor yang menentukan sukses organisasi/ perusahaan. Dengan
demikian pekerja akan memahami pula bahwa ganjaran yang diterimanya
merupakan bagian dari sistem permodalan (capitalistic system), yang
berpengaruh pada keuntungan organisasi/perusahaan. 2.
Pemberian/Berbagi Keuntungan (Gain) Insentif ini merupakan sistem
formal dalam pemberian ganjaran dengan menetapkan bcsarnya bonus
dalam terbentuk uang (finansial) berdasarkan perhitungan selisih
antara hesarnya pembiayaan (cost) yang ditargetkan dengan yang
dipergunakan secara nyata, selama satu periode pemberian bonus.
Dengan demikian berarti besarnya bonus tergantung pada kemampuan
mereduksi pembiayaan (cost), yang dapat terjadi jika pekerja mampu
meningkatkan produktivitas. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di
atas, berarti terdapat tiga unsur (elemen), yang berpengaruh terhadap
pemberian keuntungan dengan sistem ini. Ketiga unsur tersebut adalah:
a. Didasarkan pada Filsafat Kerjasama. Insentif ini biasanya hanya
dilaksanakan oleh organisasi/ perusahaan yang menempatkan pekerja
sebagai partner dengan mengembangkan huhungan kerjasama dalam
pelaksanaan pekerjaan. Iklim yang dikembangkan dalam organisasi
berkarakteristik saling mempercayai, dengan membangun komunikasi dua
arah, dan mendorong partisipasi pekerja melalui hubungan industrialis
yang harmonis dan bersifat manusiawi. Dengan filsafat seperti itu,
maka para manajer selalu mampu menghargai pekcrja sebagai subyek,
yang akan tinggi motivasi kerjanya apabila memperoleh rasa aman dan
puas dalam bekerja, antara lain melalui pemberian insentif yang
memadai. b. Mengutamakan Sistem Pengikutsertaan Pekerja. Bertolak
dari filsafat seperti tersebut di atas, pelaksanaan pekerjaan akan
didesain dan berlangsung dalam proses kerjasama yang terarah pada
usaha memperbaiki dan meningkatkan produktivitas. Untuk itu cara
utama yang dapat ditempuh adalah dengan sistem pengikutsertaan
pekerja dalam melaksanakan pekerjaan atau memecahkan masalahmasalah
organisasi/ perusahaan. Implementasinya antara lain dengan mewujudkan
staf pembantu manajer sebagai komite yang diambil dari para pekerja
yang potensial, kerja dalam tim (team), dan yang paling sederhana
adalah manajer yang bersifat terbuka terhadap saran-saran para
pekerja. Dengan implementasi seperti itu, pemberian insentif akan
dilakukan dengan menggunakan prestasi atau tingkat produktivitas
sebagai ukuran dalam keikutsertaan pekerja dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang dipercayakan Manajemen organisasi/perusahaan.
c. Berfokus pada bonus berupa uang. Insentif utama untuk memolivasi
keikutsertaan dalam pelaksanaan pekerjaan ditetapkan dalam bentuk
uang (finansial), yang dipandang layak/memadai. Periode pemberian
bonus berjangka waktu pendek, yang dibayarkan dari keuntungan
berjangka waktu pendek pula. Bila kedua jenis insentif untuk
memotivasi kerja seperti tersebut di atas akan dibandingkan, maka
dapat digambarkan dengan label berikut ini. Tabel 13. Perbedaan
insentif berbagi manfaat dan berbagai keuntungan Berbagai Manfaat
Berbagi Keuntungan a. Didasarkan pada ukuran seluruh keuntungan b.
Bonus dihitung dan dibayarkan sekali setahun c. Pembayarannya lambat,
sehingga kurang berfungsi untuk memotivasi kerja a. Didasarkan pada
jumlah produktivitas b. Bonus dibayarkan secara berkala dari
pengukuran produktivitas, sebulan atau tiga bulan sekali
c.Pembayarannya cepat, sehingga berfungsi nyata dalam memotivasi
kerja 3. Saham Milik Pekerja Insentif dapat diberikan dalam bentuk
Rancangan Saham Milik Pekerja (Employee Stock Ownership Plans
disingkat ESOPs), yang berpengaruh langsung pada motivasi kerja.
Insentif ini merupakan perluasan sistem ganjaran berupa penyerahan
sejumlah saham perusahaan pada pekerja. Di samping itu dapat juga
dilakukan dengan memberikan kcsempatan kepada pekerja untuk membeli
saham perusahaan di bawah harga pasar, sehingga akan membawa dampak
yang menguntungkannya. Cara ini dapat digunakan oleh
organisasi/perusahaan besar atau kecil, yang akan memberikan motivasi
kerja, karena pekerja merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab pada
keberhasilan organisasi/ perusahaan. Dengan kata lain kegagalan
berupa kerugian perusahaan, berakibat kerugian pula bagi pekerja
sebagai pemilik saham perusahaan, sehingga tidak ada pilihan lain
selain harus bekerja dengan motivasi yang tinggi.
BAB
8
Pengorganisasian
merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai
dengantujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya,
dan lingkungan yangmelingkupinya. Dua aspek utama proses penyusunan
struktur organisasi adalah departementalisasi dan pembagian kerja.
Departementalisasi merupakan pengelompokankegiatan-kegiatan kerja
suatu organisasi agar kegiatan-kegiatan yang sejenis dan
salingberhubungan dapat dikerjakan bersama. Pembagian kerja adalah
pemerincian tugaspekerjaan agar setiap individu dalam organisasi
bertanggung jawab untuk danmelaksanakan sekumpulan kegiatan yang
terbatas. Kedua aspek ini merupakan dasar prosespengorganisasian
suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secaraefisien dan efektif.
Struktur organisasi
adalah mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi
dikelola.Struktur organisasi menunjukan kerangka dan susunan
perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi,
bagian-bagian, maupun orang-orang yang menunjukan kedudukan , tugas
wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam
suatuorganisasi.Adapun faktor-faktor utama yang menentukan
perancangan struktur organisasi adalahsebagai berikut :
a) Strategi
organisasi untuk mencapai tujuannya.
b) Teknologi
yang digunakan
c) Anggota
(karyawan) dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi.
d) Ukuran
organisasi.
Unsur-unsur
struktur organisasi terdiri dari :
a) Spesialisasi
kegiatan berkenaan dengan spesifikasi tugas-tugas individual
dankelompok kerja dalam organisasi dan penyatuan tugas-tugas tersebut
menjadisatuan-satuan kerja.
b) Standardisasi
kegiatan.
c) Koordinasi
kegiatan.
d) Sentralisasi
dan desentralisasi pembuatan keputusan.
e) Ukuran
satuan kerja.
Bagan
organisasi menggambarkan lima aspek utama suatu struktur organisasi,
yang secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Pembagian
kerja.
b) Manajer
dan bawahan atau rantai perintah.
c) Pengelompokan
segmen-segmen pekerjaan.
d) Tipe
pekerjaan yang dilaksanakan.
e) Tingkatan
manajemen.
Departementalisasi
fungsional mengelompokan fungsi-fungsi yang sama atau
kegiatan-kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi.
Kebaikan pendekatanfungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga
kekuasaan dan kedudukan fungsi-fungsiutama, menciptakan efisiensi
melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi, danmemungkinkan
pengawasan manajemen puncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi.
Kelemahan struktur fungsional dapat menciptakan konflik antar
fungsi-fungsi, menyebabkankemacetan-kemacetan pelaksanaan tugas yang
berurutan, memberikan tanggapan lebihlambat terhadap perubahan, hanya
memusatkan pada kepentingan tugas-tugasnya, danmenyebabkan para
anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inovatif.
Departementalisasi
dibagi menjadi 4 bagian divisi-divisi, yaitu :
a) Struktur
organisasi divisional atas dasar produk.
b) Struktur
organisasi divisional atas dasar wilayah.
c) Struktur
organisasi divisional atas dasar langganan.
d) Struktur
organisasi divisional atas dasar proses atau peralatan.
Kebaikan
struktur divisional yaitu :
a) Meletakan
koordinasi dan wewenang yang diperlukan pada tingkat yang sesuai bagi
pemberian tanggapan yang cepat.
b) Menempatkan
pengembangan dan implementasi strategi dekat dengan lingkungan divisi
yang khas.
c) Merumuskan
tanggung jawab secara jelas dan memusatkan perhatian pada pertanggung
jawaban atas prestasi kerja, yang biasanya diukur dengan laba atau
rugi divisi.
Kelemahan
struktur divisional yaitu:
a) Menyebabkan
berkembangnya persaingan “dysfunctional” potensial antar sumber
daya-sumber daya perusahaan dan konflik antara tugas-tugas dan
prioritas-prioritas.
b) Masalah
seberapa besar delegasi wewenang yang diberikan kepada
manajer-manajer divisi.
c) Masalah
kebijaksanaan dalam alokasi sumber daya dan distribusi biaya-biaya
overhead perusahaan.
Bentuk organisasi
proyek dan matriks adalah tipe departementalisasi campuran (hybrid
design). Kedua struktur organisasi ini tersusun dari satu atau lebih
tipe-tipe departementalisasi lainnya. Struktur proyek dan matriks
bermaksud untuk mengkombinasikan kebaikan-kebaikan kedua tipe desain
fungsional dan divisional dengan menghindarkan
kekurangan-kekurangannya. Struktur organisasi proyek atau
departementalisasi proyek menyangkut pembentukan tim-tim spesialis
yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan khusus. Sedangkan
struktur organisasi matriks atau departementalisasi matriks adalah
sama dengan departementalisasi proyek dengan satu perbedaan pokok.
Dalam sturktur matriks, para karyawan mempunyai dua atasan sehingga
mereka berada di bawah dua wewenang.
Kebaikan
organisasi matriks dapat diperinci sebagai berikut :
a) Memaksimumkan
efisiensi penggunaan manajer-manajer fungsional.
b) Mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan karyawan dan merupakan tempat latihan yang
baik bagi manajer-manajer strategic.
c) Melibatkan,
memotivasi dan menantang karyawan serta memperluas pandangan
manajemen menengah terhadap masalah-masalah strategik perusahaan.
Kelemahan
organisasi matriks dapat diperinci sebagai berikut :
a) Pertanggung
jawaban ganda dapat menciptakan kebingungan dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang kontradiktif.
b) Sangat
memerlukan koordinasi horizontal dan vertical.
c) Memerlukan
lebih banyak ketrampilan-ketrampilan antar pribadi.
Organisasi mempunyai
tiga tipe utama kelompok-kelompok kerja formal : kesatuan tugas
khusus, panitia, dan dewan atau komisi.Kesatuan tugas khusus (task
forces). Kesatuan tugas khusus atau tim proyek dibentuk
untukmenangani suatu masalah atau tugas khusus.Panitia tetap
(standing committees) dan panitia Ad hoc. Adalah bagian tetap dari
struktursuatu organisasi yang dibentuk guna menangani tugas yang
terus menerus ada dalamorganisasi. Tujuan dibentuknya panitia
manajemen terutama adalah untuk mengkoordinasikan dan mempertukarkan
informasi, memberi saran manajemen puncak, atau bahkan membuat
keputusan-keputasan sendiri.
Ø Kegunaan
panitia
a) Keputusan-keputusan
dengan kualitas lebih baik.
b) Meningkatkan
penerimaan.
c) Memperbaiki
koordinasi.
d) Tempat
latihan bagi manajer.
e) Penyebaran
kekuasaan.
f) Menghindarkan
konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Ø Kerugian
panitia
a) Pemborosan
waktu dan uang.
b) Dominasi
individu.
c) Adanya
persetujuan dan kompromi terlebih dahulu.
d) Kurangnya
tanggung jawab.
Koordinasi
(coordination) adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan
kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau
bidang-bidang fungsional)suatu organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi,individu-individu dan
departemen-departemen akan kehilangan pegangan atas perananmereka
dalam organisasi. Mereka akan mulai mengejar kepentingan sendiri,
yang seringmerugikan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.
Menurut James D.
Thompson, ada tiga macam saling ketergantungan di antara
satuan-satuan organisasi, yaitu :
1) Saling
ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence).
2) Saling
ketergantungan yang berurutan (sequential interdependence).
3) Saling
ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence).
Mekanisme-mekanisme
dasar untuk pencapaian koordinasi adalah komponen-komponenvital
manajemen yang secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Hirarki
Manajerial,
b) Aturan
dan prosedur.
c) Rencana
dan penetapan tujuan.
Bila mekanisme
pengkoordinasian dasar tidak cukup, investasi dalam
mekanisme-mekanisme tambahan diperlukan. Koordinasi potensial dapat
ditingkatkan dalam dua caravertikal dan horizontal :
a) Sistem
Informasi Vertikal. Peralatan melalui mana data disalurkan
melewatitingkatan-tingkatan organisasi.
b) Hubungan-hubungan
lateral (horizontal), ada beberapa hubungan lateral, yang
dapatdiperinci sebagai berikut :
1. Kontak
langsung antara individu-individu yang dapat maningkatkan
efektivitasdan efisiensi kerja.
2. Peranan
hubungan.
3. Panitia
dan satuan tugas.
4. Pengintegrasian
peranan-peranan.
5. Peranan
penghubung manajerial.
6. Organisasi
matriks.
a) Faktor
– faktor yang berhubungan degan situasi.
1. Perkerjaan
bersifat rutin
2. Operasi
– operasi stabil
3. Perkerjaan
bawahan sejenis
4. Bawahan
dapat tidak tergantung suatu denan yang lain.
5. Prodesur
– prodesur dan metode – metode dibuat secara baik dan telah
diformalisasi.
6. Perkerjaan
tidak membutuhkan tingkat pengawasan yang tinggi.
b) Faktor
– faktor yang berhubungan dengan bawahan.
1. Bawahan
adalah terlatih baik untuk perkerjaan tertentu
2. Bawahan
lebuh senang berkerja tanpa pengawasan ketan.
c) Faktor
– faktor yang berhubungan dengan atasan
1. Manajer
adalah terlatih baik dan berkemampuan tinggi
2. Manajer
menerima bantuan dalam pelaksanaan kegiatan- kegiatan pengawasannya
3. Manajer
tidak mempunya kegiatan – kegiatan tambahan selama pengwasan
dilaksanakan
4. Manajer
lebih menyukai gaya pengawasan yang lepas dari pada ketat.
Wewenang dapat
diperbandingkan dengan sistem syaraf pada manusia. Tanpa otak
dansyaraf, tubuh manusia tidak dapat berfungsi. Tampa suatu sistem
wewenang, suatuorganisasi juga tidak dapat berfungsi. Wewenang
(authority) adalah hak
untuk melakukansesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu agartercapai tujuan tertentu.Kekuasaan
(power) sering dicampur adukan dengan wewenang. Meskipun kekuasaan
dan wewenang sering ditemui bersama, tetapi keduanya berbeda. Bila
wewenang adalah hakuntuk melakukan sesuatu, kekuasaan adalah
kemampuan untuk melakukan hak tersebut.Kekuasaan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan atau kejadian.
Wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan
menyebabkan konflik dalam organisasi.
Ada
banyak sumber kekuasaan, yaitu :
1) Kekuasaan
balas jasa (reward power).
2) Kekuasaan
paksaan (coercive power).
3) Kekuasaan
sah (legitimate power).
4) Kekuasaan
pengendalian informasi (control of information power).
5) Kekuasaan
panutan (referent power).
6) Kekuasaan
ahli (expert power).
Delegasi dapat
didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
formalkepada orang lain untuk melaksanakan kegiatan
tertentu. Delegasi
wewenang adalah prosesdi
mana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawah kepada orang-orang
yangmelapor kepadanya. Empat kegiatan terjadi ketika delegasi
dilakukan :
a) Pendelegasi
menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan.
b) Pendelegasi
melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan atautugas.
c) Penerimaan
delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan kewajiban
atautanggung jawab.
d) Pendelegasi
menerima pertanggungjawaban bawahan untuk hasil-hasil yang
dicapai.Efektivitas delegasi merupakan faktor utama yang membedakan
manajer sukses danmanajer tidak sukses.
Efektivitas
delegasi merupakan faktor utama yang membedakan manajer sukses dan
manajer tidak sukses.
Faktor penting
lainnya yang menentukan efektivitas organisasi adalah derajat
sentralisasiatau desentralisasi wewenang. Konsep sentralisasi,
seperti konsep delegasi, berhubungandengan derajat di mana wewenang
dipusatkan atau disebarkan. Bila delegasi biasanya berhubungan dengan
seberapa jauh manajer mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab
kepada bawahan yang secara langsung melapor kepadanya, desentralisasi
adalah konsep yang lebih luas dan berhubungan dengan seberapa jauh
manajemen puncakmendelegasikan wewenangke bawah ke divisi-divisi,
cabang-cabang atau satuan-satuanorganisasi tingkat lebih bawah
lainnya. Sentralisasi
adalah pemusatan
kekuasaan dan wewenang pada tingkatan atas
suatuorganisasi. Desentralisasi
adalahpenyebaran
atau pelimpahan secara meluas kekuasaan danpembuatan keputusan ke
tingkatan-tingkatan organisasi yang lebih
rendah.Keuntungan-keuntungan desentralisasi adalah sama dengan
keuntungan-keuntungandelegasi, yaitu mengurangi beban manajer puncak,
memperbaiki pembuatan keputusankarena dilakukan dekat dengan
permasalahan, meningkatkan latihan, moral dan inisiatif manajemen
bawah, dan membuat lebih fleksibel dan lebih cepat dalam
pembuatankeputusan.
a) Filsafat
manajemen.
b) Ukuran
dan tingkat pertumbuhan organisasi.
c) Strategi
dan lingkungan organisasi.
d) Penyebaran
geografis organisasi.
e) Tersediannya
peralatan pengawasan yang efektif.
f) Kualitas
manajer.
g) Keaneka-ragaman
produk dan jasa.
h) Karakteristik-karakteristik
organisasi lainnya.
Penyusunan
personalia adalah fungsi manajemen yang berkenaan dengan
penarikan,penempatan, pemberian latihan, dan pengembangan
anggota-anggota organisasi. Kegiatan-kegiatan penyusunan personalia
sangat erat hubungannya dengan tugas-tugaskepemimpinan, motivasi, dan
komunikasi, sehingga pembahasannya sering ditempatkansebagai bagian
dari fungsi pengarahan.
Langkah-langkahnya
yaitu :
a) Perencanaan
sumber daya manusia.
b) Penarikan.
c) Seleksi.
d) Pengenalan
dan orientasi.
e) Latihan
dan pengembangan.
f) Penilaian
pelaksanaan kerja.
g) Pemberian
balas jasa dan penghargaan.
h) Perencanaan
dan pengembangan karier.
Untuk
menyediakan tipe dan jumlah karyawan secara tepat dalam pencapaian
tujuan organisasi. Ada tiga bagian perencanaan personalia :
a) penentuan
jabatan-jabatan yangharus diisi, kemampuan yang dibutuhkan karyawan
untuk melaksanakan pekerjaantersebut, dan berapa jumlah karyawan yang
dibutukan.
b) pemahaman
pasar tenaga kerjadi mana karyawan potensial ada.
c) pertimbangan
kondisi permintaan dan penawarankaryawan.
Penarikan berkenaan
dengan pencarian dan penarikan sejumlah karyawan potensial yangakan
diseleksi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi.Seleksi
adalah pemilihan seseorang tertentu dari sekelompok karyawan-karyawan
potensialuntuk melaksanakan suatu jabatan tertentu.Prosedur seleksi.
Langkah-langkah dalam prosedur seleksi yang biasa digunakan adalah :
a) Wawancara
pendahuluan.
b) Pengumpulan
data-data pribadi.
c) Pengujian.
d) Wawancara
yang lebih dalam.
e) Pemeriksaan
referensi-referensi prestasi.
f) Pemeriksaan
kesehatan.
g) Keputusan
pribadi.
h) Orientasi
jabatan.
Kompensasi adalah
pemberian kepada karyawan dengan pembayaran finansial sebagaibalas
jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivator untuk
pelaksanaankegiatan di waktu yang akan datang.
a) Kesediaan
membayar.
b) Kemampuan
membayar.
c) Persyaratan-persyaratan
pembayaran.
Bidang manajemen
yang semakin penting adalah pemeliharaan kesehatan dan keamanan
karyawan. Perusahaan memperhatikan hal ini untuk memberikan kepada
karyawan, kondisikerja yang kebih sehat dan lebih aman serta menjadi
lebih bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tersebut, terutama
bagi perusahaan-perusahaan yang mengalami tingkatkecelakaan yang
tinggi. Program ini dapat dilakukan dengan penyediaan dokter dan
klinikkesehatan perusahaan, pengaturan tempat kerja yang sehat dan
aman, pelaksanaankegiatan-kegiatan pencegahan, ataupun penyediaan
alat-alat pengamanan.
.
Motivasi merupakan
kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara
perilakumanusia. Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi
manajer, karena menurutdefinisi manajer harus bekerja dengan dan
melalui orang lain. Manajer perlu memahamiorang-orang berprilaku
tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai denganyang
diinginkan organisasi.motivasi adalah juga subyek membingungkan,
karena motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi
harus disimpulkan dari perilaku orangyang tampak.Motivasi bukan hanya
satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Dua
faktor lainnya yang terlibat adalah kemampuan individu dan pemahaman
tentang perilaku yang diperlakukan untuk mencapai prestasi yang
tinggi atau disebut persepsi peranan. Motivasi, kemampuan, dan
persepsi peranan adalah saling berhubungan. Jadis alah satu faktor
rendah, maka tingkat prestasi akan rendah, walaupun faktor-faktor
lainnya tinggi.
Teori-teori Motivasi
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu petunjuk, isi
danproses.Teori-teori petunjuk (prescriptive theories) mengemukakan
bagaimana memotivasi parakaryawan. Teori-teori ini didasarkan atas
pengalaman coba-coba.Teori-teori isi (content theories),
kadang-kadang disebut teori-teori kebutuhan (needtheories), adalah
berkenaan dengan pertanyaan apa penyebab-penyebab perilaku atau
memusatkan pada pertanyaan “apa” dari motivasi. Teori-teori
proses (process theories) berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai
dan dilaksanakan atau menjelaskan aspek “bagaimana” dari
motivasi.
Motivasi adalah
lebih inklusif dari sekedar aplikasi berbagai peralatan atau cara
tertentuuntuk mendorong peningkatan keluaran. Motivasi juga adalah
filsafat, atau pandangan hidup yang dibentuk berdasarkan kebutuhan
dan keinginan karyawan. Jadi, penting diperhatikan oleh manajer bahwa
teori-teori motivasi harus digunakan secara bijaksana. Manajer yang
dapat melihat motivasi sebagai sistem, yang mencakup sifat-sifat
individu,pekerjaan, dan situasi kerja; dan memahami hubungan antara
insentif, motivasi danproduktifitas, mereka akan mampu memperkirakan
perilaku bawahan. Hanya manajer yangmengetahui hal ini dan mengetahui
bagaimana menerapkannya dapat mengharapkan realisasi peningkatan
produktifitas dari para karyawan.
Manajemen sering
mempunyai masalah tidak efektifnya komunikasi. Padahal komunikasi
yang efektif adalah penting bagi para manajer, paling tidak untuk dua
alasan. Pertama,komunikasi adalah proses melalui mana fungsi-fungsi
manajemen perencanaan,pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
dapat dicapai. Kedua, komunikasi adalah kegiatan untuk mana para
manajer mencurahkan sebagian besar proporsi waktu mereka. Proses
komunikasi memungkinkan manajer untuk melaksanakan tugas-tugas
mereka. Jadi,manajer dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen
mereka hanya melalui interaksi dankomunikasi dengan pihak lain.
Komunikasi adalah
proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasidari
seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut melibatkan
lebih darisekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi
juga ekspresi wajah, intonasi,titik putus vokal dan
sebagainya.Komunikasi, sebagai suatu proses dengan mana orang-orang
bermaksud memberikanpengertian-pengertian melalui pengiringan berita
secara simbolis, dapat menghubungkanpara anggota berbagai satuan
organisasi yang berbeda dan bidang yang berbeda pula,sehingga sering
disebut rantai pertukaran iniformasi. Konsep ini mempunyai
unsur-unsur :
a) suatu
kegiatan untuk membuat seseorang mengerti,
b) suatu
sarana pengaliran informasidan
c) suatu
sistem bagi terjalinnya komunikasi di antara individu-individu.
a) Komunikasi
Vertikal
Komunikasi vertikal
terdiri atas komunikasi ke atas dan ke bawah sesuai rantai perintah.
Komunikasi ke bawah (downward communication) dimulai dar manajemen
puncak kemudian mengalir ke bawah melalui tingkatakan-tingkatan
manajemen sampai ke karyawan lini dan personalia paling bawah. Maksud
utama komunikasi ke bawah adalah untuk memberi pengarahan, informasi,
instruksi nasehat/saran dan penilaian kepada bawahan serta memberikan
informasi kepadapara anggota organisasi tentang tujuan dan
kebijaksanaan organisasi.Fungsi utama komuniksasi ke atas (upward
communication) adalah untuk mensuplaiinformasi kepada tingkatan
manajemen atas tentang apa yang terjadi pada tingkatanbawah.
b) Komunikasi
Lateral atau Horizontal
Komunikasi
lateral atau horizontal meliputi hal-hal berikut ini :
1. Komunikasi
di antara para anggota dalam kelompok kerja yang sama.
2. Komunikasi
yang terjadi antara dan di antara departemen-departemen padatingkatan
organisasi yang sama.
c) Komunikasi
Diagonal
Komunikasi Diagonal
Merupakan komunikasi yang memotong secara menyilang diagonal rantai
perintahorganisasi. Hal ini sering terjadi sebagai hasil
hubungan-hubungan departemen linidan staf.
a) Cari
kejelasan gagasan - gagasan terlebih dahulu sebelum dikomunikasikan.
b) Teliti
tujuan sebenarnya setiap komunikasi.
c) Pertimbangkan
keadaan phisik dan manusia keseluruhan kapan saja komunikasi
akandilakukan.
d) Konsultasikan
dengan pihak-pihak lain, bila perlu dalam perencanaan komunikasi.
e) Perhatikan
tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita
selamaberkomunikasi.
f) Ambil
kesempatan, bila timbul, untuk mendapatkan segala sesuatu yang
membantuatau umpan balik.
g) lebih
lanjut komunikasi yang telah dilakukan.
h) Perhatikan
konsistensi komunikasi.
i) Tindakan
atau perbuatan harus mendorong komunikasi.
j) Jadilah
pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hanya untuk dimengerti
tetapiuntuk mengerti.
Komentar
Posting Komentar