Bab 2 karakter kewirausahaan


KARAKTER KEWIRAUSAHAAN


2.1.       Karakter Wirausahawan

Menurut  David (1996)  karakteristik  yang dimiliki oleh  seorang  wirausaha  memenuhi syarat-  syarat  keunggulan   bersaing  bagi  suatu  perusahaan/organisasi,   seperti   inovatif, kreatif, adaptif, dinamik, kemampuan berintegrasi, kemampuan mengambil risiko   atas keputusan yang dibuat, integritas, daya-juang, dan kode etik niscaya mewujudkan efektivitas perusahaan/organisasi. Hal ini digambarkan melalui Tabel 1.

Tabel 1. Profil Seorang Wirausahawan menurut David (1996)

Karakteristik Profil
Ciri Wirausahawan yang Menonjol
Berprestasi tinggi
Ahli untuk memperoleh prestasi
Pengambil resiko
Mereka tidak takut mengambil risiko tetapi akan menghindari
risiko-tinggi apabila dimungkinkan.
Pemecah masalah
Mereka tanggap mengenali dan memecahkan masalah yang dapat menghalangi kemampuannya mencapai tujuan.
Pencari status
Mereka tidak memperkenankan kebutuhan erhadap status mengganggu misi usahanya.
Tingkatan energy tinggi
Dedikasi dan workoholic demi wujudnya sukses.
Percaya diri
Tingkat confidence yang tinggi.
Ikatan emosi
Memisahkan antara hubungan emosional dengan karier.
Kepuasan Pribadi
Menyukai kompleksitas tinggi dengan formalisasi yang rendah

Adapun  menurut  pendapat  Bygrave  (1996),  karakter  seorang  wirausahawan  adalah irisan dari berbagai sikap mental positif dan membutuhkan proses yang berasal dari internal maupun eksternal sebagaimana ditampilkan pada gambar 1 dan 2.
















Gambar 1. Relasi Faktor-faktor pembentuk  wirausahawan



Gambar 2. Proses Pembentukan Karakter Wirausaha  Menurut Bygrave (1996)

Disamping itu, dalam suatu penelitian tentang Standarisasi Tes Potensi Kewirausahaan Pemuda Versi Indonesia;   Munawir Yusuf  (1999) menemukan adanya 11 ciri atau indikator kewirausahaan, yaitu:

1.   Motivasi berprestasi

2.   Kemandirian

3.   Kreativitas

4.   Pengambilan resiko (sedang)

5.   Keuletan

6.   Orientasi masa depan

7.   Komunikatif dan reflektif

8.   Kepemimpinan

9.   Locus of Controll

10. Perilaku instrumental

11. Penghargaan terhadap uang.

Selain ciri-ciri yang telah dikemukakan di awal, berikut ini akan dijelaskan secara lebih mendalam  mengenai  karakterisitik  seorang  wirausahawan   yang  disarikan  dari  berbagai sumber.

2.1.1      Memiliki Kreatifitas  Tinggi

Menurut Teodore Levit, kreativitas  adalah kemampuan  untuk berfikir yang baru dan berbeda. Menurut Levit, kreativitas adalah berfikir sesuatu yang baru (thinking new thing), oleh karena itu menurutnya,  kewirausahaan  adalah berfikir dan   bertindak   sesuatu   yang baru   atau berfikir sesuatu   yang  lama   dengan   cara-cara baru. Menurut Zimmerer dalam Suryana   (2003  :  24)  mengungkapkan   bahwa,  ide-ide  kreativitas   sering  muncul   ketika wirausaha melihat sesuatu yang lama dan berfikir sesuatu yang baru dan berbeda.

Oleh karena itu, kreativitas adalah  menciptakan  sesuatu dari yang asalnya tidak ada (generating something from nothing). Inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan  persolan-persolan  dan peluang untuk meningkatkan dan  memperkaya  kehidupan  (inovation  is the ability  to apply  creative  solutions to  those problems ang opportunities to enhance or to enrich people’s live

Dari definisi diatas, kreativitas mengandung pengertian, yaitu:

1.   Kreativitas adalah menciptakan sesuatu yang asalnya tidak ada.

2.   Hasil kerjasama masa kini untuk memperbaiki masa lalu dengan cara baru.

3.   menggantikan sesuatu dengan sesuatu yang lebih sederhana dan lebih baik.


Rahasia    kewirausahaan    adalah  dalam  menciptakan  nilai  tambah  barang  dan  jasa terletak  pada penerapan  kreativitas  dan inovasi  untuk memecahkan  masalah  dan  meraih peluang yang dihadapi tiap Berinisiatif ialah mengerjakan sesuatu tanpa menunggu perintah. Kebiasaan berinisiatif akan melahirkan kreativitas (daya cipta) setelah itu melahirkan inovasi.

2.1.2      Selalu Komitmen dalam Pekerjaan, Memiliki  Etos Kerja dan Tanggung Jawab

Seorang wirausaha harus memiliki jiwa   komitmen  dalam usahanya dan  tekad  yang bulat   di dalam   mencurahkan  semua   perhatianya   pada usaha    yang   akan   digelutinya, didalam  menjalankan  usaha  tersebut seorang wirausaha yang sukses terus memiliki tekad yang   mengebu-gebu    dan    menyala-nyala    (semangat    tinggi)   dalam    mengembangkan usahanya, ia tidak setengah-setengah  dalam berusaha, berani menanggung resiko, bekerja

keras,  dan tidak takut menghadapi  peluang-peluang  yang ada dipasar.  Tanpa usaha  yang sungguh-sunguh terhadap pekerjaan yang digelutinya maka wirausaha sehebat apapun pasti menemui jalan kegagalan dalam usahanya. Oleh karena itu penting sekali bagi seorang wirausaha untuk komit terhadap usaha dan pekerjaannya.

Max  Weber  menyatakan  intisari  etos  kerja  orang  Jerman  adalah  : rasional,  disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan bersahaja,   tidak mengumbar kesenangan, menabung dan investasi. Di Timur, orang Jepang menghayati “bushido” (etos para samurai) perpaduan Shintoisme dan Zen Budhism. Inilah yang disebut oleh Jansen H. Sinamo (1999) sebagai “karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang”.

Ada 7 prinsip dalam bushido , ialah :

1.   Gi  :  keputusan  benar  diambil  dengan  sikap  benar  berdasarkan  kebenaran,  jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, terhormat,

2.   Yu : berani, ksatria,

3.   Jin : murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama,

4.   Re : bersikap santun, b ertindak benar,

5.   Makoto : tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya,  tanpa pamrih,

6.    Melyo : menjaga kehormatan martabat, kemuliaan,

7.   Chugo  : mengabdi,  loyal.  Jelas  bahwa  kemajuan  Jepang  karena  mereka  komit dalam penerapan bushido, konsisten,  inten  dan berkualitas.

Indonesia   mempunyai   falsafah   Pancasila,   tetapi   gagal   menjadi etos kerja bangsa kita karena masyarakat tidak komit, tidak inten, dan tidak bersungguh-sungguh dalam menerapkan  prinsip-prinsip   Pancasila  dalam  kehidupan   sehari-hari.   Jansen   H.   Sinamo (1999)  mengembangkan  8  Etos  Kerja  Unggulan sebagai berikut :

6.    Kerja  itu  suci,  kerja  adalah  panggilanku,  aku  sanggup  bekerja benar.

Suci  berarti  diabdikan,  diuntukkan  atau diorientasikan  pada Yang  Suci.  Penghayatan kerja semacam ini hanya mungkin terjadi jika seseorang  merasa  terpanggil.  Bukan  harus dari   Tuhan,   tapi   bisa  juga  dari  idealisme,  kebenaran,  keadilan,  dsb.  Dengan  kesadaran bahwa kerja adalah sebuah panggilan suci, terbitlah perasaan  untuk melakukannya  secara benar.

7.    Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku sanggup bekerja keras.

Maksudnya  adalah  bekerja  membuat  tubuh, roh dan jiwa menjadi sehat. Aktualisasi berarti  mengubah   potensi  menjadi  kenyataan.  Aktualisasi   atau  penggalian   potensi  ini terlaksana melalui pekerjaan, karena kerja adalah pengerahan energi bio-psiko-sosial. Akibatnya  kita  menjadi  kuat,  sehat  lahir  batin.  Maka  agar menjadi  maksimal,  kita   akan sanggup  bekerja  keras,  bukan  kerja  asal -asalan  atau setengah setengah.

8.    Kerja itu rahmat, kerja adalah terimakasihku, aku sanggup bekerja tulus

Rahmat  adalah  karunia  yang  diberikan  oleh  Yang  Maha  Kuasa.  Respon  yang  tepat adalah bersyukur dan berterima kasih. Ada dua keuntungan  dari  bekerja  sebagai  rahmat, (1)  Tuhan  memelihara kita, dan (2) disamping secara finansial kita mendapat upah, juga ada kesempatan  belajar,  menjalin  relasi  sosial,  dsb.  Pemahaman  demikian  akan  mendorong orang untuk bekerja secara tulus.

9.    Kerja itu amanah, kerja adalah tanggung jawabku, aku sanggup bekerja tuntas

Melalui kerja kita menerima amanah. Sebagai pemegang amanah, kita dipercaya, berkompeten  dan wajib melaksanakannya  sampai selesai.   Jika   terbukti   mampu,   akhlak terpercaya   dan   tanggung jawab akan makin menguat. Di pihak lain hal ini akan menjadi jaminan sukses pelaksanaan amanah yang akan menguklir prestasi kerja  dan  penghargaan. Maka  tidak  ada  pekerjaan  yang  tidak tuntas.

10.  Kerja itu seni/permainan, kerja adalah kesukaanku, aku sanggup bekerja kreatif:

Apapun yang anda kerjakan pasti ada unsur keindahan, keteraturan, harmoni, artistik seperti halnya seni. Untuk mencapai tingkat penghayatan seperti itu dibutuhkan suatu kreativitas   untuk   mengembangkan   dan   menyelesaikan   setiap   masalah   pekerjaan.Jadi bekerja  bukan  hanya  mencari  uang,  tetapi  lebih  pada  mengaktualisasikan  potensi  kreatif untuk mencapai kepuasan seperti halnya pekerjaan seni.

11.  Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdianku, aku sanggup bekerja serius:

Tuhan mewajibkan manusia beribadah (dalam arti ritual) dan beribadah (dalam artian kerja   yang   diabdikan   pada   Tuhan).   Kerja   merupakan   lapangan   konkrit   melaksanakan kebajikan   seperti:  untuk  pembangunan   bangsa,  untuk  kemakmuran,   untuk  demokrasi, keadilan,  mengatasi  kemiskinan,  memajukan  agama,  dsb.  Jadi  bekerja  harus  serius  dan

sungguh-sungguh   agar  makna  ibadah dapat teraktualisasikan  secara nyata sebagai bentuk pengabdian pada Tuhan.

12.  Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku sanggup bekerja sempurna

Secara  moral  kemuliaan  sejati  datang dari  pelayanan.  Orang  yang melayani  adalah orang yang mulia.Pekerjaan adalah wujud pelayanan nyata bagi institusi maupun orang lain. Kita ada untuk orang lain dan orang lain ada untuk kita. Kita tidak seperti hewan yang hidup untuk dirinya sendiri. Manusia moral seharusnya mampu proaktif memikirkan dan berbuat bagi orang lain dan masyarakat. Maka kuncinya ia akan sanggup bekerja secara sempurna.

13.  Kerja  itu  kehormatan,  kerja  adalah  kewajibanku,  aku  sanggup bekerja unggul:

Sebagai kehormatan kerja memiliki lima dimensi : (1) pemberi kerja menghormati kita karena memilih sebagai penerima kerja (2) kerja memberikan kesempatan berkarya dengan kemampuan  sendiri,  (3) hasil  karya  yang  baik memberi  kita rasa hormat,  (4) pendapatan sebagai imbalan kerja memandirikan seseorang sehingga tak lagi jadi tanggungan atau beban orang   lain,   (5)   pendapatan   bisa   menanggung   hidup   orang   lain.   Semuanya   adalah kehormatan. Maka respon yang tepat adalah menjaga kehormatan itu dengan bekerja semaksimal mungkin untuk menghasilkan mutu setinggi–tingginya. Dengan unggul di segala bidang kita akan memenangkan persaingan.

2.1.3      Mandiri atau Tidak Ketergantungan

Sesuai  dengan  inti  dari  jiwa  kewirausahaan  yaitu  kemampuan  untuk  menciptakan seuatu  yang  baru  dan  berbeda  (create  new  and  different)  melaui  berpikir    kreatif  dan bertindak inovatif untuk menciptakan  peluang dalam menghadapi  tantangan  hidup,  maka seorang wirausaha harus mempunyai kemampuan kreatif didalam mengembangkangkan ide dan pikiranya terutama didalam menciptakan  peluang  usaha  didalam  dirinya,  dia  dapat mandiri  menjalankan  usaha yang digelutinya tanpa harus bergantung pada orang lain,

seorang wirausaha  harus  dituntut  untuk  selalu  menciptakan  hal  yang  baru dengan jalan mengkombinasikan  sumber -sumber yang ada disekitarnya, mengembangkan teknologi baru,  menemukan  pengetahuan  baru,  menemukan  cara baru  untuk menghasilkan  barang dan jasa yang baru yang lebih efisien, memperbaiki  produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.

2.1.4      Berani Menghadapi  Risiko

Richard Cantillon, orang pertama yang menggunakan istilah entrepreneur di awal abad ke-18, mengatakan bahwa wirausaha adalah seseorang yang menanggung  risiko.Wirausaha dalam mengambil tindakan hendaknya tidak didasari oleh spekulasi, melainkan perhitungan yang  matang.  Ia  berani  mengambil  risiko  terhadap  pekerjaannya  karena  sudah diperhitungkan.  Oleh  sebab itu, wirausaha  selalu berani mengambil  risiko  yang  moderat, artinya   risiko   yang   diambil   tidak   terlalu   tinggi   dan  tidak  terlalu  rendah.  Keberanian menghadapi risiko yang didukung komitmen yang kuat, mendorong wirausaha untuk terus berjuang mencari peluang  sampai  memperoleh  hasil.  Hasil-hasil  itu harus nyata/jelas  dan objektif, dan merupakan umpan balik (feedback) bagi kelancaran kegiatannya (Suryana, 2003
: 14-15).

Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Angelita S. Bajaro, “seorang wirausaha yang berani menanggung risiko adalah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan  dengan cara yang baik” (Yuyun   Wirasasmita,  dalam  Suryana,  2003  :  21).  Wirausaha  adalah  orang   yang   lebih menyukai   usaha-usaha   yang   lebih   menantang   untuk  lebih  mencapai  kesuksesan  atau kegagalan  daripada  usaha  yang  kurang  menantang.  Oleh  sebab  itu,  wirausaha  kurang menyukai    risiko  yang terlalu  rendah  atau  terlalu  tinggi.  Keberanian  untuk  menanggung risiko yang menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan risiko yang penuh dengan perhitungan  dan realistis. Kepuasan  yang besar diperoleh  apabila berhasil dalam melaksanakan  tugas-tugasnya  secara  realistis.  Wirausaha  menghindari  situasi  risiko  yang rendah  karena  tidak ada tantangan,  dan menjauhi  situasi risiko  yang  tinggi   karena  ingin berhasil. Pilihan terhadap risiko ini sangat tergantung pada :

1.   daya tarik setiap alternatif

2.   kesediaan untuk rugi

3.   kemungkinan relatif untuk sukses atau gagal

Untuk bisa memilih, sangat ditentukan oleh kemampuan wirausaha untuk mengambil risiko antara lain :

1.   keyakinan pada diri sendiri

2.   kesediaan    untuk    menggunakan     kemampuan    dalam    mencari    peluang    dan kemungkinan memperoleh keuntungan.
3.   kemampuan untuk menilai situasi risiko secara realistis.

Pengambilan   risiko  berkaitan   dengan  berkaitan   dengan  kepercayaan   diri  sendiri. Artinya, semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri, maka semakin besar keyakinan  orang  tersebut  akan  kesanggupan  mempengaruhi  hasil  dan  keputusan,  dan semakin  besar  pula  kesediaan  seseorang  untuk  mencoba  apa  yang  menurut  orang  lain sebagai risiko. Oleh karena itu, pengambil risiko ditemukan pada orang-orang yang inovatif dan kreatif yang merupakan bagian terpenting dari perilaku kewirausahaan (Suryana, 2003 :
22)


2.1.5      Motif Berprestasi  Tinggi

Para  ahli  mengemukakan   bahwa  seseorang  memiliki  minat  berwirausaha   karena adanya motif tertentu, yaitu motif berprestasi (achievement motive). Menurut Gede Anggan Suhanda   (dalam   Suryana,   2003  :  32)  Motif  berprestasi   ialah   suatu   nilai   sosial   yang menekankan  pada  hasrat  untuk  mencapai  yang terbaik  guna  mencapai  kepuasan  secara pribadi. Faktor dasarnya adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti yang  dikemukakan oleh   Maslow   (1934)   tentang   teori motivasi   yang dipengaruhi oleh tingkatan kebutuhan kebutuhan,  sesuai  dengan  tingkatan  pemuasannya,   yaitu  kebutuhan  fisik  (physiological needs), kebutuhan  akan keamanan  (security needs), kebutuhan  harga diri (esteem needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualiazation  needs).

Menurut Teori Herzberg, ada dua faktor motivasi, yaitu:


Gambar 3. Teori Motivasi Herzberg (2000)

Kebutuhan berprestasi wirausaha terlihat dalam bentuk tindakan untuk melakukan sesuatu  yang  lebih  baik  dan  lebih  efisien  dibandingkan   sebelumnya.   Wirausaha   yang memiliki motif berprestasi pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Suryana, 2003 :
33-34)

1.   Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul pada dirinya.

2.   Selalu  memerlukan   umpan  balik  yang  segera     untuk  melihat  keberhasilan   dan kegagalan.
3.   Memiliki tanggung jawab personal yang tinggi.

4.   Berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan.

5.   Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang (fifty- fifty). Jika tugas yang diembannya sangat ringan, maka wirausaha merasa kurang tantangan, tetapi ia selalu menghindari tantangan yang paling sulit yang memungkinkan pencapaian keberhasilan sangat rendah.

Motivasi (Motivation)  berasal  dari  bahasa  latin  "movere"  yang berarti to move atau menggerakkan,  (Steers and Porter, 1991:5), sedangkan Suriasumantri (hal.92) berpendapat, motivasi  merupakan  dorongan,  hasrat,  atau  kebutuhan  seseorang.  Motif  dan  motivasi berkaitan  erat  dengan    penghayatan     suatu    kebutuhan    berperilaku    tertentu    untuk mencapai   tujuan.   Motif   menghasilkan   mobilisasi   energi   (semangat)   dan   menguatkan perilaku seseorang.  Secara umum motif sama dengan  drive. Beck (1990: 19), berdasarkan

pendekatan    regulatoris,    menyatakan    "drive”   sama   seperti   sebuah   kendaraan    yang mempunyai suatu mekanisme untuk membawa dan mengarahkan perilaku seseorang.

Sejalan  dengan  itu,  berdasarkan   teori  atribusi  Weiner (Gredler,1991: 452) ada dua lokus penyebab seseorang berhasil atau berprestasi. Lokus penyebab instrinsik mencakup (1) kemampuan, (2) usaha, dan (3) suasana hati (mood), seperti kelelahan dan kesehatan. Lokus penyebab ekstrinsik meliputi (1) sukar tidaknya tugas (2)   nasib baik (keberuntungan),  dan (3)  pertolongan  orang  lain.

Motivasi  berprestasi  mengandung  dua  aspek,  yaitu  (1)  mencirikan  ketahanan  dan suatu ketakutan   akan   kegagalan   dan   (2)  meningkatkan   usaha keras   yang berguna dan mengharapkan akan keberhasilan (McClelland, 1976: 74-75). Namun, Travers (1982:435) mengatakan  bahwa  ada dua  kategori  penting  dalam  motivasi  berprestasi,  yaitu mengharapkan akan sukses dan takut akan kegagalan.

Uraian di atas menunjukkan bahwa setidak-tidaknya ada dua indikator  dalam motivasi berprestasi    (tinggi),    yaitu    kemampuan    dan  usaha.  Namun,  bila  dibandingkan  dengan atribusi   intrinsik   dari   Wainer,   ada   tiga   indikator   motivasi   berprestasi   tinggi   yaitu: kemampuan, usaha, dan  suasana  hati  (kesehatan).

2.1.6      Selalu Perspektif

Seorang  wirausahawan   hendaknya   seorang  yang  mampu  menatap  masa  dengan dengan lebih optimis. Melihat ke depan dengan berfikir dan berusaha. Usaha memanfaatkan peluang dengan penuh perhitungan. Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki persepktif  dan  pandangan  kemasa depan.  Karena  memiliki  pandangan jauh ke masa depan maka ia akan selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya (Suryana, 2003 :
23).

Kuncinya  pada  kemampuan  untuk  menciptakan  sesuatu  yang  baru  serta  berbeda dengan yang sudah ada. Walaupun dengan risiko yang mungkin dapat terjadi, seorang yang perspektif  harus tetap tabah dalam mencari  peluang  tantangan  demi pembaharuan  masa depan. Pandangan yang jauh ke depan membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada. Karena itu ia harus mempersiapkannya  dengan  mencari suatu peluang.

2.1.7      Memiliki  Perilaku Inovatif Tinggi

Menurut Poppy King (wirausaha muda dari Australia yang terjun ke bisnis sejak berusia

18 tahun),  ada tiga hal yang selalu  dihadapi  seorang  wirausaha  di bidang apapun,  yakni: pertama,  obstacle  (hambatan);   kedua,  hardship  (kesulitan);  ketiga,  very  rewarding   life (imbalan  atau hasil bagi kehidupan  yang memukau).  Sesungguhnya  kewirausahaan  dalam batas tertentu    adalah   untuk   semua   orang.   Mengapa?    cukup   banyak   alasan  untuk mengatakan   hal   itu.   Pertama, setiap   orang   memiliki   cita-cita, impian, atau sekurang- kurangnya   harapan   untuk   meningkatkan   kualitas   hidupnya   sebagai   manusia.   Hal   ini merupakan   semacam   "intuisi"   yang   mendorong   manusia   normal   untuk   bekerja   dan berusaha.   "Intuisi"  ini  berkaitan   dengan   salah  satu  potensi   kemanusiaan,   yakni   daya imajinasi kreatif.

Karena manusia merupakan satu-satunya mahluk ciptaan Tuhan yang, antara lain, dianugerahi daya imajinasi kreatif, maka ia dapat menggunakannya  untuk berpikir. Pikiran itu dapat diarahkan  ke masa  lalu,  masa  kini, dan masa  depan.  Dengan  berpikir,  ia dapat mencari jawaban- jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan  penting seperti: Dari manakah aku berasal? Dimanakah  aku saat ini? Dan kemanakah aku akan pergi? Serta apakah yang akan aku wariskan kepada dunia ini?

Menelusuri  sejarah  pribadi  di  masa  lalu  dapat  memberikan   gambaran  mengenai kekuatan  dan kelemahan  seseorang.  Di dalamnya  terdapat  sejumlah  pengalaman  hidup  : hambatan   dan  kesulitan   yang  pernah  kita  hadapi  dan  bagaimana   kita  mengatasinya, kegagalan  dan  keberhasilan,   kesenangan   dan  keperihan,  dan  lain  sebagainya.   Namun, karena  semuanya  sudah  berlalu,  maka  tidak  banyak  lagi  yang  dapat  dilakukan  untuk mengubah semua itu. Kita harus menerimanya  dan memberinya  makna yang    tepat serta meletakkannya dalam suatu perspektif masa kini dan masa depan (Harefa : 1998).

Masa kini menceritakan  situasi nyata dimana kita berada, apa yang telah kita miliki, apa yang belum kita miliki, apa yang kita nikmati dan apa yang belum dapat kita nikmati, apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita dan apa yang menjadi hak asasi kita sebagai manusia,  dan  lain  sebagainya.  Dengan  menyadari  keberadaan  kita  saat  ini,  kita  dapat bersyukur atau mengeluh, kita dapat berpuas diri atau menentukan sasaran berikutnya, dan seterusnya.  Masa  depan  memberikan  harapan,  paling  tidak demikianlah  seharusnya  bagi mereka yang beriman berkepercayaan.

Bila kita memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan,  dan masih berada pada situasi dan kondisi yang belum sesuai dengan cita-cita atau impian kita, maka adalah wajar jika kita mengharapkan masa depan yang lebih baik, lebih cerah, lebih menyenangkan. Sebab selama masih ada hari esok, segala kemungkinan masih tetap terbuka lebar (terlepas dari pesimisme atau optimisme mengenai hal itu).

Jelas bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan bertalian  langsung dengan daya imajinasi   kita.  Dan  di  dalam  masa-masa   itulah  segala  hambatan   (obstacle),   kesulitan (hardship), dan kesenangan  atau suka cita (very rewarding  life) bercampur  baur jadi satu. Sehingga, jika Poppy King mengatakan bahwa ketiga hal  itulah  yang  dihadapi  oleh seorang wirausaha dalam bidang apapun, maka bukankah itu berarti bahwa kewirausahaan  adalah untuk semua  orang? Siapakah  manusia di muka bumi  ini yang tidak pernah  menghadapi hambatan dan kesulitan untuk mencapai cita-cita dan impiannya?

Alasan kedua yang membuat  kewirausahaan  itu pada dasarnya  untuk   semua orang adalah  karena  hal  itu  dapat  dipelajari.  Peter F. Drucker, misalnya, pernah menulis dalam Innovation and Entrepreneurship bahwa, "Setiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi wirausaha,  dan berperilaku seperti wirausaha. Sebab (atau maka) kewirausahaan  lebih merupakan perilaku  daripada   gejala   kepribadian, yang   dasarnya   terletak  pada konsep dan teori, bukan pada intuisi". Perilaku, konsep, dan teori merupakan  hal-hal yang dapat dipelajari oleh siapapun juga. Sepanjang kita bersedia membuka hati dan pikiran untuk belajar, maka kesempatan untuk menjadi wirausaha tetap terbuka. Sepanjang kita sadar bahwa belajar   pada  hakekatnya   merupakan   suatu   proses yang     berkelanjutan,   yang  tidak  selalu   berarti   dimulai  dan  berakhir   di  sekolah   atau universitas tertentu, tetapi dapat dilakukan seumur hidup, dimana  saja dan kapan saja maka belajar berwirausaha dapat dilakukan oleh siapa saja, meski tak harus berarti menjadi wirausaha "besar".

Alasan yang ketiga adalah karena fakta sejarah  menunjukkan kepada kita bahwa para wirausaha  yang  paling  berhasil  sekalipun  pada  dasarnya  adalah  manusia    biasa.  Sabeer Bathia,   seorang  digital  entrepreneur yang meluncurkan  hotmail.com tanggal  4 Juli 1996, baru menyadari hal ini setelah ia berguru kepada orang-orang seperti Steve Jobs, penemu komputer   pribadi  (Apple).   Dan  kesadaran   itu  membuatnya   cukup  percaya   diri  ketika

menetapkan  harga  penemuannya  senilai  400  juta  dollar  AS  kepada  Bill  Gates,  pemilik

Microsoft, yang juga manusia biasa.


2.1.8      Selalu Mencari Peluang

Esensi  kewirausahaan  yaitu tanggapan  yang positif terhadap  peluang untuk memperoleh   keuntungan   untuk  diri  sendiri  dan  atau  pelayanan  yang  lebih  baik  pada pelanggan dan masyarakat, cara yang etis dan produktif untuk mencapai tujuan, serta sikap mental   untuk   merealisasikan    tanggapan   yang   positif   tersebut.   Pengertian   itu   juga menampung  wirausaha  yang  pengusaha,   yang  mengejar  keuntungan   secara  etis  serta wirausaha   yang  bukan   pengusaha,   termasuk   yang  mengelola   organisasi   nirlaba   yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan/masyarakat.

2.1.9      Memiliki Jiwa Kepemimpinan

Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan dan keteladanan. Ia selalu ingin tampil berbeda, lebih dahulu, lebih menonjol. Dengan menggunakan  kemampuan  kreativitas dan inovasi, ia selalu menampilkan barang dan jasa- jasa yang dihasilkanya lebih cepat, lebih dahulu dan segera berada dipasar. Ia selalu menampilkan produk dan jasa-jasa baru dan berbeda

sehingga ia menjadi pelopor yang baik dalam proses produksi maupun prmasaran. Ia selalu   memamfaatkan    perbedaan   sebagai   suatu   yang   menambah   nilai.   Karena   itu, perbedaan bagi sesorang yang memiliki jiwa kewirausahaan    merupakan    sumber pembaharuan    untuk    menciptakan  nilai.  Ia  selalu  ingin  bergaul  untuk  mencari  peluang, terbuka  untuk  menerima  kritik  dan  saran  yang  kemudian  dijadikan  peluang.  Leadership Ability adalah kemampuan dalam kepemimpinan. Wirausaha yang berhasil memiliki kemampuan  untuk  menggunakan  pengaruh  tanpa  kekuatan  (power),  seorang  pemimpin harus memiliki taktik mediator dan negotiator daripada diktaktor.

Semangat, perilaku dan kemampuan   wirausaha  tentunya  bervariasi  satu  sama  lain dan atas  dasar itu wirausaha dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu: Wirausaha andal, Wirausaha tangguh,  Wirausaha  unggul. Wirausaha yang perilaku dan kemampuannya lebih menonjol   dalam   memobilisasi   sumber   daya   dan   dana,   serta   mentransformasikannya menjadi  output  dan  memasarkannya  secara  efisien  lazim  disebut  Administrative Entrepreneur.  Sebaliknya,  wirausaha  yang  perilaku  dan  kemampuannya  menonjol  dalam

kreativitas,  inovasi  serta  mengantisipasi  dan  menghadapi  resiko  lazim  disebut  Innovative

Entrepreneur.


2.1.10    Memiliki Kemampuan  Manajerial

Salah   satu   jiwa   kewirausahaan   yang   harus   dimiliki   seorang   wirausaha   adalah kemampuan untuk memanagerial  usaha yang sedang digelutinya, seorang wirausaha harus memiliki kemampuan   perencanaan  usaha, mengorganisasikan  usaha, visualisasikan  usaha, mengelola usaha dan sumber daya manusia, mengontrol usaha, maupun kemampuan mengintergrasikan  operasi  perusahaanya  yang  kesemuanya  itu  adalah  merupakan kemampuan managerial yang wajib dimiliki dari seorang wirausaha, tanpa itu semua maka bukan keberhasilan yang diperoleh tetapi kegagalan uasaha yang diperoleh.

2.1.11    Memiliki Kerampilan  Personal

Wirausahawan andal memiliki ciri-ciri dan cara-cara sebagai berikut:

Pertama  Percaya diri dan mandiri yang tinggi untuk mencari penghasilan  dan keuntungan melalui usaha yang dilaksanakannya.
Kedua, mau dan mampu mencari dan menangkap peluang yang menguntungkan dan memanfaatkan peluang tersebut.
Ketiga, mau dan mampu bekerja keras dan tekun untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih tepat dan effisien.
Keempat,   mau  dan  mampu  berkomunikasi,   tawar  menawar  dan  musyawarah   dengan berbagai pihak, terutama kepada pembeli.
Kelima,   menghadapi  hidup  dan  menangani  usaha  dengan  terencana,  jujur,  hemat,  dan disiplin.
Keenam,  mencintai kegiatan usahanya dan perusahaannya secara lugas dan tangguh tetapi cukup luwes dalam melindunginnya.
Ketujuh,  mau  dan mampu  meningkatkan  kapasitas  diri sendiri  dan kapasitas  perusahaan dengan memanfaatkan dan memotivasi orang lain (leadership/ managerialship) serta melakukan perluasan dan pengembangan usaha dgn resiko yang moderat.

Bygrave menggambarkan wirausaha dengan konsep 10 D, yaitu :

1.    Dream ; mempunyai  visi  terhadap  masa  depan  dan  mampu mewujudkannya

2.    Decisiveness  ; tidak  bekerja  lambat,  membuat  keputusan  berdasar  perhitungan  yang tepat.
3.    Doers ; membuat keputusan dan melaksanakannya

4.    Determination ; melaksanakan kegiatan dengan penuh perhatian

5.    Dedication ; mempunyai dedikasi tinggi dalam berusaha

6.    Devotion ; mencintai pekerjaan yang dimiliki

7.    Details ; memperhatikan faktor-faktor kritis secara rinci

8.    Destiny ; bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan yanghendak dicapai

9.    Dollars ; motivasi bukan hanya uang

10.  Distribute ; mendistribusikan kepemilikannya terhadap orang yang dipercayai.



2.2.   Faktor-faktor Yang Menyebabkan  Kegagalan Wirausaha

Menurut   Zimmerer   (dalam   Suryana,   2003   :   44-45)   ada   beberapa   faktor   yang menyebabkan wirausaha gagal dalam menjalankan usaha barunya:

1.   Tidak kompeten dalam manajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama yang membuat perusahaan kurang berhasil.
2. Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan, keterampilan mengelola sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan operasi perusahaan.
3.   Kurang dapat mengendalikan  keuangan. Agar perusahaan  dapat berhasil dengan baik, faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas. Mengatur pengeluaran  dan penerimaan  secara cermat.  Kekeliruan  dalam  memelihara  aliran kas akan menghambat operasional perusahan dan mengakibatkan perusahaan tidak lancar.
4.   Gagal dalam perencanaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu kegiatan, sekali gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.
5.   Lokasi yang kurang memadai. Lokasi usaha yang strategis merupakan   faktor   yang menentukan keberhasilan usaha

6. kurangnya pengawasan peralatan. Pengawasan erat kaitannya dengan efisiensi dan efektivitas. Kurang pengawasan dapat mengakibatkan penggunaan alat tidak efisien dan tidak efektif.
7.   Sikap  yang  kurang  sungguh-sungguh  dalam  berusaha.  Sikap  yang  setengah-setengah

terhadap   usaha   akan   mengakibatkan   usaha yang dilakukan menjadi labil dan gagal. Dengan sikap setengah hati, kemungkinan gagal menjadi besar.

Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan. Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan setiap waktu.

Berikut ini ditampilkan mengenai karakteristik profil dari seorang wirausahawan  yang sukses dan gagal.


No

Karakteristik Profil

Ciri Wirausahawan Sukses yang
Menonjol

1.

Percaya diri

Mengendalikan  tingkat  percaya  dirinya tinggi dalam mencapai sukses

2

Pemecahan masalah

Cepat mengenali dan memecahkan masalah yang dapat  menghalangi  kemampuan tujuannya

3

Berprestasi tinggi

Bekerja keras dan bekerja sama dengan para ahli untuk meperoleh prestasi

4

Pengambilan resiko

Tidak   takut   mengambil   resiko,   tetapi   akan menghindari resiko tinggi jika dimungkinkan

5

Ikatan emosi

Tidak     akan     memperbolehkan      hubungan emosional yang menggangu suksesnya usaha

6

Pencari status

Tidak akan memperboilehkan hubungan emosional yang mengganggu misi suksesnya usahanya

7

Tingkat energi tinggi

Berdedikasi tinggi dan bekerja tanpa berhitung waktu untuk membangun usahanya




No

Karakteristik Profil

Ciri Wirausahawan Gagal yang Menonjol

1.

Dedikasi

Meremehkan    waktu    dan    dedikasi    dalam memulai usaha

2

Pengendalian usaha atau bisnis

Gagal   mengendalikan    aspek   utama   usaha atau bisnis

3

Pengamatan manajemen

Pemahaman       umum      terhadap       disiplin manajemen rata-rata kurang

4

Pengelolaan piutang

Menimbulkan masalah arus kas buruk mereka dengan kurangnya perhatian akan piutang

5

Memperluas usaha berlebihan

Memulai perluasan usaha yang belum siap

6

Perencanaan keuangan

Meremehkan kebutuhan usaha

7

Lokasi usaha

Lokasi yang buruk


Pembelanjaan besar

Menimbulkan    pengeluaran    awal    yang tinggi

Komentar